Mohon tunggu...
Zuhra
Zuhra Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa asal Aceh, yang sedang meneruskan jenjang perkuliahan di IAIN Lhokseumawe dengan jurusan Tadris Bahasa Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dosa yang Tak Ternamai

30 Maret 2025   20:13 Diperbarui: 30 Maret 2025   20:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan turun cukup deras pagi ini, udara sejuk mulai menembus lapisan kulit, layak ingin menusuk tubuh perlahan. Aku beranjak ke dapur, mrnyeduh secangkir kopi panas serta memasak sarapan pagi. Kunikmati perlahan santapan sederhana di pagi itu sembari mendengarkan musik instrumental yang menggema di seluruh penjuru rumah. Kulirik jam yang sudah menujukkan pukul 05.50, segera kubereskan sisa sarapan itu dan segera bersiap ke sekolah. Sebagai seorang wanita, perlu waktu yang cukup lama untukku bersiap-siap. Yup, aku ini wanita seperti pada umumnya, berdandan, berbusana, serta merapikan buku yang sudah berserakan akibat bertempur denganku di malam hari.

Aku berlari kecil menuju halte bus, menunggu kedatangan kendaraan umum kepunyaan negara itu. Tak lama, bus bernuansa biru itu tiba dengan menyertakan jiwa segar kaum penuntut ilmu. Bus kembali melaju setelah aku menduduki tempat yang masih kosong. Kurasa, akibat hujan dan sejuknya udara hari ini, banyak jiwa yang memilih berlena di atas ranjang yang lebih menggoda daripada menuntut ilmu. Huh, dasar jiwa pemuja rebah. Perjalanan bus menuju sekolahku sekitar 20 menit, kugunakan waktu perjalan itu dengan membaca materi yang kemungkinan akan diajarkan guru-guru hari ini.

Tak perlu kuceritakan hal-hal apa saja yang terjadi di sekolah. Namun yang pasti, kurang dari dua minggu lagi ujian akan segera berlangsung. Hal yang paling ditakuti oleh banyak pelajar di seluruh Indonesia bahkan penjuru bumi. Aku duduk di perpustakaan di saat orang lain pergi menikmati kudapan manis atau santapan ringan di kantin sekolah. Aku membaca dan mempelajari ulang seluruh materi yang telah diajarkan oleh guru. Mencoba berusaha agar menjadi juara di kemudia hari. Jujur, aku sangat ngeri ketika membayangkan dan memikirkan soal-soal yang kemungkinan akan keluar di ujian nantinya. Kuusahakan angka di rapor nantinya tidak menimbulkan sebuah kekecewaan di hati orang tuaku.

Sepulang sekolah, kulihat ibu yang sedang menyajikan lauk kesukaanku di atas meja makan. Sembari tersenyum ia berkata ,“Ibu sudah masakkan makanan kesukaanmu, makanlah sebelum dingin.” Akh, kejadian sederhana, namun membuat hatiku bahagia. Lekas kuambil piring dan menyantap makanan itu. Ibu hanya diam menatapku lalu berkata, “Belajar yang rajin ya, sebentar lagi ujian, doa ibu menyertaimu." Aku menatap wajah ibu, sungguh wajah yang menghadirkan rasa damai di benakku. Aku mengangguk dengan maksud menyatakan “Iya”.

Selesai makan, aku beranjak menuju kamar, mengaktifkan ponselku dan membuka akun media sosial. Ku gulir layar ponsel itu, menertawakan unggahan lucu teman-temanku hari ini. Namun, jariku berhenti menyentuh layar ponsel ketika aku melihat sebuah unggahan dari seseorang yang selalu aku rindukan, orang yang telah lama pergi jauh meninggalkanku, yang seharusnya hadir di hidupku sebagai pelindungku dan ibu, yang seharusnya melihat aku tumbuh, yang seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan kami, ayah.

Sejak usia enam tahun, ayah pergi meninggalkan kami. Ia memilih melanjutkan hidup bersama wanita yang baru dikenalnya itu. Meninggalkan seluruh tanggung jawabnya. Memaksa ibu menjadi wanita tangguh yang harus menafkahi anaknya seorang diri. Jangan tanya seberapa sulit hidup kami setelah itu. Namun, ibu selalu terlihat kuat di hadapanku. Ia tak ingin aku merasa sedih, apalagi sampai benci pada ayahku. Sebaik itu hatinya. Namun, mengapa hidup terlalu tidak adil untuknya?

Kulihat unggahan ayahku tersebut berisi foto  dirinya beserta keluarga barunya. Mereka sedang merayakan kelulusan anak sambungnya itu dari universitas ternama di Indonesia. Ku perhatikan wajahnya, senyumnya merekah bak tak ada yang lebih membahagiakan dari ini. Hatiku penuh dengan perasaan kecewa, sakit, benci, serta dendam yang jika berbentuk sebuah cairan, mungkin sudah menenggelamkan satu kota. Namun, hidup bukan sekedar membalas dendam, hidup akan lebh baik jika ada kata “maaf” di dalamnya, itu kata ibuku. Mengingat ujian yang semakin dekat, aku mencoba mengirimkan pesan untuknya, “Ayah, sebentar lagi aku ujian, mohon doakan aku agar dimudahkan dalam menjawab soal di ujian nanti.” Mungkin bagi sebagian orang, mereka akan mengatakan aku terlalu baik untuk meminta doa kepada orang yang membuat hidup kami seperti ini, namun bagiku, urusan dosa dan karma biarlah tuhan yang mengatur, aku cukup berusaha menjadi anak yang tidak durhaka.

Mungkin aku memang terlalu baik, ayah memblokirku. Tak ada harapan agar ia mau berinteraksi padaku. Aku hanya bisa tersenyum tipis, penuh kekecewaan. Jangankan nafkah, doa saja ia tak sudi memberikannya. Kata orang, ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Huh, mungkin kata-kata ini hanya berlaku untuk jenis ayah tertentu dan ayahku bukan dari jenis tersebut. Aku bingung, mengapa hanya ada istilah “anak durhaka” mengapa tak ada istilah “orang tua durhaka” atau bahkan “bapak durhaka”? Bahkan, di luaran sana, banyak bakal manusia yang direnggut hidupnya oleh orang tuanya sendiri, anak kecil yang ditelantarkan, dan masih banyak lagi kasus keji lainnya yang dialami oleh seorang anak akibat orang tuanya yang tidak bertanggung jawab. Apakah orang dewasa tidak pernah memikirkannya? 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun