Mohon tunggu...
Zuhda Mila Fitriana
Zuhda Mila Fitriana Mohon Tunggu... Dosen - Education enthusiast

Nothing much, a citizen who loves to live her life

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perspektif

15 November 2014   21:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


" Kau tahu betapa bagusnya visi misinya, tapi mengapa orang mengelukan Jokowi?"


" Kau saja yang ahli politik belum bisa menjawab, apalagi aku yang menghabiskan waktu berkutat dengan dapur dan Samara."


" Ah, kau ini bisa saja." Ia jelaskan panjang lebar kemudian beberapa alasan yang ia dapat dari sesama Tim Sukses tingkat kecamatan.

Dalam kehidupan, kita akan menemui banyak kejutan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saat kau tengah berbicara, seolah mengerti segalanya, kau salahkan pendapat orang lain. Namun ternyata, dibalik diam yang disimpannya, ia jauh lebih memahami apa yang tidak kau ketahui.

Dalam kehidupan pula, kita akan menemui hal yang sebelumnya pernah terjadi dan memaksa kita mengulang kembali hal kurang menyenangkan pada suatu waktu.

Hanya ada satu cara, terbaik bagi kita semua untuk bertahan pada kehidupan. Membangun perspektif yang baik atas apapun itu, segala pencapaian akan terasa pada puncaknya ketika kau mampu bersyukur. Menata hati atas segala hal yang telah dan akan kau capai dalam hidupmu.


Begitu pula sebaiknya saat kita menyikapi keputusan Presiden baru kita, sekalipun keputusan beliau menuai kontroversi, hendaknya berhenti menghujat. Bukankah dulu ia yang kau elukan, kau terbangkan sebagaimana layang-layang di masa kecilmu?

Antara Jokowi dan Prabowo, memiliki kesamaan. Keduanya adalah manusia. Jika ada kelebihan, maka itu bonus, jika terdapat kesalahan baik dalam pola pikir, berbicara hingga pembuatan keputusan, itu wajar dan sangat manusiawi.

Pernahkah terpikirkan oleh kita, ada apa dibalik segalanya? Terdapat rantai kepemimpinan yang seperti apa? Mungkinkah segalanya hanya mengisi kekosongan kepemimpinan di Republik kita tercinta ini? Atau mungkin pelatuk peperangan saudara kembali dielukan?

Jika memang begitu, bisakah kau pikirkan, apa yang selanjutnya menjadi permasalahan utama? Konflik apa yang harus dihindari? Dampak apa yang akan dirasakan?

Pernah suatu waktu saya menikmati cangkir kopi dan terduduk diujung sebuah kedai kopi, aliran hujatan dan sindiran serta nyinyiran mengalir secara dinamis di hadapan saya melalui alur timeline sahabat, kawan, dan lawan. Bahkan tak jarang, mereka saling berbalas sarkasme di media sosial, mereka dengan almamater yang sama dan kepentingan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun