Mohon tunggu...
Zofrano Sultani
Zofrano Sultani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Historian, Researcher, Research Consultant, and Social Observer

Follow my Instagram: zofranovanova94. The researcher has an interest in the fields of East Asian History, South Asian History, the History of International Relations. and International Political Economy. He is an alumnus Bachelor of Arts in History degree currently pursuing a postgraduate in the field of socio-politics with a hobby of reading books, watching movies, listening to music, and foodies. Education level has taken: Private Kindergarten of Yasporbi II Jakarta (1998-1999), Private Elementary School of Yasporbi III Jakarta (2000-2006), Public Junior High School 41 Jakarta (2006-2009), Private Senior High School of Suluh Jakarta (2009-2012), and Department of History, Faculty of Social Sciences, State University of Malang (2012-2019). He has the full name Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

Selanjutnya

Tutup

Money

Populisme Ekonomi Nasional Donald Trump sebagai Strategi Politik Ekonomi Domestik "American First" Menghadapi Cina (2016-2020)

6 Desember 2020   15:30 Diperbarui: 5 Februari 2021   01:56 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trump vs Obama on US Economic Policies. | theba;ances.com

Kemenangan Donald Trump dari Partai Republik (Republican Party/Grand Old Party (GOP)) membawa kelompok marjinal yang selama masa kepemimpinan Barack Obama tersingkirkan oleh kekuatan orang-orang kaya dan oligarkhi. Para pemilih AS yang muak dengan status quo dan mencari seorang juara, mereka menemukan seorang ahli pemasaran yang bombastis yang menghabiskan karirnya untuk mempromosikan dirinya sendiri. dan menjanjikan untuk "Membuat Amerika Hebat Lagi (Make American Great Again/MAGA)". Seiring waktu habisnya masa jabatan Barack Obama, para pemilih tersebut merasakan sedikit loyalitas kepada sebuah partai yang semakin mengandalkan dukungan mereka di tahun-tahun pemilihan tetapi sebaliknya hanya memberi mereka sedikit perhatian kepada urusan perekonomian domestik dan lapangan pekerjaan.

Fokus historis Partai Republik pada ekonomi sisi penawaran di bawah Trump yaitu pemotongan pajak bagi mereka yang berpenghasilan tertinggi sebagai cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Partai Demokrat, yang pernah menjadi rumah politik bagi buruh dan serikat pekerja selama masa Barack Obama, telah berkembang menjadi koalisi yang lebih perkotaan, pesisir, dan berpendidikan perguruan tinggi, merangkul basis baru pemilih perempuan dan populasi minoritas sosial dan seksual yang terus bertambah di negara itu. Para pemilih kelas pekerja, terutama laki-laki, merasa semakin terpinggirkan memilih Donald John Trump yang mewakili gender mereka karena sejak 1950 cara hidup (way of life) AS semakin buruk yang menyebabkan hegemoni ekonomi dan politik AS di tingkat global merosot (lihat gambar 1). Menurut Haley Barbour (seorang former Mississippi governor dan Republican National Committee chairman), terpilihnya Trump merupakan "the manifestation of people's anger"

Gambar 1. Trump Supporters (Pendukung Trump).
Gambar 1. Trump Supporters (Pendukung Trump).

Ahli politik Amerika, Eric Lipton dan Danielle Ivory, yang di lansir di New York Times.com (December 10, 2017) mengatakan kalau Presiden Trump menerapkan proteksionisme perdagangan melalui tarif, terutama pada impor dari Cina sebagai bagian dari strategi "America First" yang menyediakan lapangan kerja, perputaran uang, konsumsi, cinta produk dalam negeri, dan menggairahkan industri dan teknologi AS dari gempuran produk made in China. Dengan membuat kebijakan ekonomi politik domestik yang berpihak kepada kelompok yang termarjinalkan oleh kekuasaan Partai Demokrat, Trump mampu memainkan narasi pembangunan AS melalui populisme dan sentimen nasionalisme kepada warga negara AS, sebuah langkah yang menaikkan harkat martabat AS di tengah ekspansi dan aneksasi hegemoni Cina di Asia-Pasifik dan Afrika.

Bersamaan dengan itu, gerakan feminis dan LGBTI mendapatkan momentumnya, dan seiring dengan gerakan hak-hak sipil satu dekade sebelumnya, perhatian politik semakin terfokus pada kaum minoritas sosial, imigran dan perempuan. Faktor-faktor itu membuat Partai Demokrat kelas pekerja kulit putih tradisional, yang perjuangan ekonominya telah mulai menurun selama beberapa dekade, merasa tidak pada tempatnya di partai tersebut. Tulisan ini bertujuan mengevaluasi dan menganalisis kebijakan nasional populisme ekonomi Donald John Trump sebagai strategi politik ekonomi domestik "American First" yang mengokestrasikan dan meningkatkan kapabilitas industri dan teknologi melalui ilmuwan, praktisi, dan stakeholders (pemangku kebijakan) menghadapi gempuran produk impor dari Cina.

Sepak Terjang Kebijakan Politik Ekonomi Domestik Trump dari Partai Republik

Di era kepemimpinan Trump sejak terpilih pada Pemilu 2016, kepemimpinannya mewarisi komponen ekonomi seperti jumlah orang yang memiliki pekerjaan, pendapatan rumah tangga rata-rata riil, kekayaan bersih rumah tangga, dan pasar saham tingkat, yang di era Obama komponen-komponen tersebut tidak terlalu diutamakan di dalam kebijakan nasional AS. Dari data yang dilaporkan The Congressional Budget Office (CBO) (2017), pada Januari 2017 dengan asumsi kelanjutan kebijakan Obama, pertumbuhan PDB riil akan menjadi 1,8% pada 2017 dan 2,3% pada 2018, dan pengangguran akan terus turun menjadi 4,4% pada 2018, karena perekonomian mencapai lapangan kerja penuh melalui pengoptimalan pertukaran pendapatan dan arus uang yang diarahkan kepada produktivitas pengembangan industri, pertanian, teknologi, dan pariwisata. 

Bagian penting dari strategi ekonomi Trump adalah untuk sementara waktu meningkatkan pertumbuhan melalui pemotongan pajak dan pengeluaran tambahan, dengan kesuksesan yang beragam. Membandingkan periode 2014-2016 (tiga tahun terakhir kepemimpinan Presiden Obama) dengan periode 2017-2019 (tiga tahun pertama kepemimpinan Presiden Trump), hasil aktual dari laporan Heather Long di dalam The Washington Post yang berjudul The Trump vs Obama economy in 15 charts dan laporan Brooks Jackson di dalam FactCheck.org yang berjudul Trump's Numbers January 2020 Update mencakup beberapa variabel yang melanjutkan tren peningkatan sebelumnya, seperti tingkat pengangguran, yang telah menurun sejak 2010 untuk semua kelompok etnis. 

Beberapa variabel lain membaik, misalnya, pertumbuhan PDB riil dan pertumbuhan upah nominal; sementara yang lain memburuk, misalnya, inflasi dan pertumbuhan upah riil. Komponen yang berkontribusi pada peningkatan kinerja ekonomi tersebut adalah defisit anggaran tahunan yang besar sebesar US$ 779 miliar pada 2018 dan US$ 984 miliar pada 2019, sekitar 60% di atas perkiraan 10 tahun CBO bahkan lebih besar jika bukan karena serangkaian pemotongan suku bunga yang dilakukan pada tahun 2019 oleh Federal Reserve, yang membantu menekan biaya utang pemerintah yang baru turun, berita tersebut di tulis oleh Jim Tankersley di laman New York Times.com (January 13, 2020). 

Ekspansi ekonomi yang berkelanjutan secara historis menurunkan defisit, menunjukkan tingginya tingkat bantuan stimulus ekonomi di bawah Trump, yang dijelaskan oleh CBO bahwa defisit anggaran mencapai rata-rata 1,5% dari PDB (Produk Domestik Bruto) selama 50 tahun terakhir ketika ekonomi "relatif kuat ".  Namun, John Cassidy (2020) melalui The New Yorker yang berjudul New reports show that Trump's economic promises were empty memaparkan defisit anggaran adalah 4,6% PDB pada tahun fiskal 2019 dan diperkirakan mencapai rata-rata 4,8% PDB selama periode 2021-2030. 

The Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB) (2020) memperkirakan pada Januari 2020 bahwa Presiden Trump telah menandatangani US$ 4,2 triliun utang tambahan menjadi undang-undang (laws) untuk dekade 2017-2026, dan US$ 4,7 triliun untuk 2017-2029. Ini di atas US$ 17,2 triliun hutang publik dan US$ 9,2 triliun sudah diharapkan akan ditambahkan ke hutang tidak termasuk proposal ini. Artinya, analisis CRFB itu bagian dari eksponen down-the-line dari kebijakan sayap kanan Republikan/Partai Republik telah menjadi keputusan strategis utama dari kepresidenan Trump untuk mengurangi pengawasan Kongres terhadap cabang eksekutif. 

Paul Krugman (2020) menulis di New York Times.com pada 11 Februari 2020 dengan esai berjudul How Trump Got Trickled Down 2020, menulis bahwa agenda Trump yang lebih bipartisan (misalnya, menaikkan pajak bagi orang kaya, investasi infrastruktur dan program jaring pengaman yang melestarikan) pada akhirnya memberi jalan untuk mengejar prioritas kebijakan Republikan yang lebih khas dari pemotongan pajak dan pengurangan pengeluaran jaring pengaman sosial) pada akhirnya memberi jalan untuk mengejar prioritas kebijakan Partai Republik yang lebih khas dari pemotongan pajak dan pengurangan pengeluaran jaring pengaman, meskipun tanpa kekhawatiran sebelumnya tentang defisit anggaran yang diungkapkan Partai Republik selama pemerintahan Obama.

Untuk mengatasi defisit anggaran yang terkontraksi, di pasar tenaga kerja, penciptaan lapangan kerja dalam tiga tahun pertama Trump cukup untuk terus menurunkan tingkat pengangguran ke rekor terendah dalam 50 tahun di 3,5% pada September 2019. Penciptaan lapangan kerja 2017-2019 jauh lebih cepat daripada perkiraan CBO (2017) sebelum pelantikan Trump, yang diharapkan AS mencapai lapangan kerja penuh pada 2018, dengan asumsi kelanjutan kebijakan Obama. 

Namun, penciptaan lapangan kerja 23% lebih cepat dalam tiga tahun sebelum Trump menjabat (total 8,1 juta) dibandingkan 3 tahun pertama pemerintahan Trump (total 6,6 juta) hingga Januari 2020 (Fred Economic Data Research Federal Reserve Bank of St. Louis, November 29, 2020;  CNN.com, February 6, 2020). Posisi keuangan rumah tangga juga meningkat secara agregat, dengan pasar saham (S & P500) naik 45% secara kumulatif selama tiga tahun pertama Trump, dibandingkan 53% untuk Obama,  -2,5% untuk Bush dan 57% untuk Clinton untuk jangka waktu yang sama (The Washington Post.com, December 28, 2019). Peningkatan persentase keuangan rumah tangga (household financial) tersebut dikombinasikan dengan kenaikan harga rumah, kekayaan bersih rumah tangga riil mencetak rekor baru pada tahun 2017 dan 2019, meskipun mengalami kemunduran pada tahun 2018 karena penurunan pasar saham lebih dari 6% pada tahun itu (Fred Federal Reserve Bank of St. Louis, November 30, 2020). 

Namun, 50% rumah tangga terbawah hanya menerima 4% dari perolehan kekayaan bersih hingga quartal 3 (Q3) 2019 (Board of Governors of The Federal Reserve System, February 16, 2020). Pada laporan Report Number P60-270 oleh Jessica Semega, Melissa Kollar, Emily A. Shrider, & John Creamer dengan judul Income and Poverty in the United States: 2019 melalui United States Cencus Bureau (USCB) pada tanggal 15 September 2020 memaparkan median pendapatan rumah tangga riil, ukuran yang baik dari daya beli kelas menengah, naik dari US$ 62.898 pada tahun 2016 menjadi US$ 68.703 pada tahun 2019 dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 3%.

Untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga riil semakin besar, Trump merencanakan pemotongan pajak. Secara substansial untuk pembayar pajak dan perusahaan berpenghasilan tinggi serta pencabutan elemen utama Obama Care. The Joint Committee on Taxation (Komite Bersama Perpajakan) (JCT) (2017) melaporkan bahwa Undang-Undang Pajak sedikit akan meningkatkan ukuran ekonomi dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Hal tersebut dikarenakan terutama Undang-Undang Pajak (Tax Law), Kantor Anggaran Kongres (The Congressional Budget Office) (CBO) mengevaluasi bahwa meningkatkan perkiraan penambahan utang nasional untuk periode 2018-2027 sebesar US$ 1,6 triliun, dari US$ 10,1 triliun menjadi US$ 11,7 triliun, dengan asumsi elemen pemotongan pajak individu kedaluwarsa sesuai jadwal setelah 2025. Ini merupakan tambahan dari US$ 20 yang ada triliun hutang nasional pada saat itu. Hutang yang dipegang oleh publik sebagai persentase dari PDB akan naik dari sekitar 77% PDB pada tahun 2017 menjadi sebanyak 105% PDB (Produk Domestik Bruto) pada tahun 2028 (The Congressional Budget Office (CBO), 2018).

Donald Trump Membawa Pencerahan Ekonomi Domestik Amerika Serikat dalam Menghadapi Penetrasi Cina

Di masa Trump, menurut ekonom College of Business University of Central Florida Sean Snaith (2020) mengatakan kebijakan ekonomi Presiden Trump terus meletakkan dasar untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, peningkatan kepercayaan konsumen dan tingkat pengangguran yang sangat rendah. Meskipun dia menyuarakan kebijakan nasionalisme populis, tetapi Trump berhasil memulihkan kepercayaan rakyat AS kepada pemimpinnya untuk menata perekonomian domestik yang selama era Obama tidak tersentuh dengan baik. Trump mengambil ketidaksepakatan perdagangan luar negeri dan reformasi pajak yang mendorong ketidakpastian kebijakan ekonomi domestik karena kombinasi tarif tinggi dan worldwide tax system pada pengurangan pajak telah mendorong praktek perubahan status residen dan restrukturisasi usaha dengan melepaskan fungsi-fungsi penting ke negara lain. 

Meskipun demikian, menurut Snaith (2020) mengatakan Trump mengantisipasi pemulihan ekonomi yang stabil setelah Resesi Hebat (Great Recession) di akhir tahun 2000-an. Kebijakan yang diambilnya yaitu tingkat investasi, lapangan kerja dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB (Gross Domestic Product)) yang lebih tinggi. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil mencapai 2,3% pada 2017 (lihat gambar 2) (US Bureau of Economic Analysis, 2020), tetapi Snaith memperkirakan pertumbuhannya akan mencapai 3% pada 2018 dan kemudian naik menjadi 3,6% pada 2019 sebelum turun kembali menjadi 2,8% pada 2020 dan 2,5% pada 2021.

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat sejak 2009-2020.
Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat sejak 2009-2020.

Grafik pada gambar 1 memperlihatkan Donald Trump mampu menaikkan output ekonomi yang melonjak 33% secara tahunan pada kuartal ketiga tahun 2020, menyusul rekor penurunan sebagai konsekuensi dari pandemi virus corona. Selama 2016-2019, Trump menciptakan lingkungan ekonomi domestik yang hampir sempurna untuk pertumbuhan ekonomi, dalam membentuk kebiasaan belanja konsumen sebagai akibat dari gaji yang lebih tinggi untuk dibawa pulang oleh pekerja AS. Hal itu tentu dari aspek ekonomi mikro Amerika Serikat membawa dampak pada gairah daya beli masyarakat terhadap produk karena adanya pengurangan pajak dan jaminan sosial bagi pekerja untuk membeli produk yang mudah dijangkau. 

Faktor tambahan yang mempercepat belanja konsumen adalah meningkatnya lapangan kerja, pertumbuhan yang kuat dalam ekuitas rumah, peningkatan pendapatan yang dapat diputar, dan peningkatan kepercayaan konsumen. Oleh karena itu, di bawah Trump, dalam tiga tahun sebelum pandemi COVID-19, ada 6,4 juta pekerjaan tambahan dan unemployment rate dari tahun 2017-2019 sebesar 3-4%. Namun, di masa Trump di tahun 2020 terjadi pelonjakan unemployment rate sebesar 7,9% (lihat gambar 3) akibat 18 negara bagian AS melakukan lockdown sebagai pencegahan penyebaran COVID-19. 18 negara bagian AS yang melakukan lockdown salah satunya adalah Florida, Arizona, Alabama, Arkansas, California, Georgia, North Carolina, Oklahoma, dan Texas (Pramadiba, 2020).

Gambar 3. Grafik Unemployment Rate Amerika Serikat tahun 2010-2020.
Gambar 3. Grafik Unemployment Rate Amerika Serikat tahun 2010-2020.

Pertumbuhan pekerjaan penggajian bulanan rata-rata melambat menjadi 1,6% pada 2017 dan diperkirakan akan tetap pada level itu pada 2018 dan 2019 sebelum turun menjadi 1,1% pada 2021. Karena fase pemulihan ekonomi saat ini telah berlangsung lebih dari sembilan (9) tahun, percepatan yang cepat secara keseluruhan pertumbuhan pekerjaan tidak mungkin terjadi, tetapi kenaikan pertumbuhan baru-baru ini dapat disebabkan oleh reformasi pajak dari Trump. Tujuannya adalah mengoptimalkan mengalirnya dollar di dalam negeri dan penguatan konsumsi produk-produk buatan Amerika Serikat dari gempuran produk Made in China.

Upah riil (disesuaikan dengan inflasi) tumbuh selama tiga tahun pertama masa jabatan Trump melanjutkan tren kenaikan yang stabil yang dimulai selama periode pertama dari dua masa jabatan Presiden Obama. Pertumbuhan ini mencapai 2,1% per tahun pada Februari 2019, sebelum pandemi COVID-19 dengan mendapat gaji/upah rata-rata sebesar 30 dollar per jam (lihat gambar 4) (US Bureau of Labor Statistics, 2020). Ini lebih rendah dari kenaikan upah riil hingga 2,4% yang diawasi oleh Presiden Obama pada tahun 2015. Peningkatan pesat dalam pendapatan rata-rata yang kemudian terlihat pada awal penguncian virus korona sebagian besar sebagai konsekuensi dari orang Amerika yang berpenghasilan terendah kehilangan pekerjaan mereka pada tingkat yang tidak proporsional, menyusul penurunan ekonomi. Pada 2019, sekitar 4,2 juta lebih sedikit orang yang hidup dalam kemiskinan di AS dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut data resmi US Bureau of Economic Analysis (US BEA) tahun 2020. Ini adalah penurunan yang signifikan, tetapi bukan penurunan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat menurut US Bureau of Economic Analysis (2020).

Gambar 4. Grafik Wage wobble Amerika Serikat selama tahun 2008-2020.
Gambar 4. Grafik Wage wobble Amerika Serikat selama tahun 2008-2020.

Pada gambar 4, di era Donald Trump para penerima upah yang lebih rendah dari pekerjaan, data upah rata-rata per jam meningkat tajam. Upah rata-rata sejak itu mulai turun, karena pembatasan ekonomi (lockdown) telah berkurang dan pelonggaran aktivitas dari work and learn from home dengan menerapkan protokol kesehatan (protkes) WHO yang ketat selama pandemi COVID-19. Inilah narasi Trump yang berhasil menggaet pemilih untuk memilihnya, namun di pemilu tahun 2020, Trump salah langkah dalam mengatasi demonstrasi dan isu-isu mutakhir yang berkembang di dalam negeri Amerika Serikat terutama masalah LGBTI, imigran, kepemilikan senjata, COVID-19, kemiskinan dan pengangguran, dan peredaran narkoba. 

Investor Daily Indonesia (2020) memberikan rekomendasi bahwa isu yang penting bagi Trump jika dia bakal terpilih kembali di Pemilu 2020 yaitu mengakhiri pemulihan ekonomi dengan cara penangguhan pajak pendapatan dan menaikan upah sebagian besar pekerja AS untuk sementara waktu hingga tahun 2021. Presiden Trump sering menyoroti kenaikan nilai pasar keuangan AS sebagai ukuran keberhasilan khususnya Dow Jones Industrial Average. Dow Jones adalah ukuran kinerja 30 perusahaan besar yang terdaftar di bursa AS, dan mencapai rekor tertinggi pada awal tahun 2020, menurut BBC News.com (2020). Rekor itu kemudian jatuh ketika pasar bereaksi terhadap pandemi COVID-19 yang menerpa AS, menghapus semua keuntungan dan langkah politik yang dibuat sejak Presiden Trump menjabat. Tetapi pasar keuangan Amerika Serikat telah sangat tangguh dan sebagian besar telah pulih kembali ke tingkat yang mendekati pra-pandemi oleh the Fed (Federal Reserve System) menerapkan penstabilan suku bunga dan nilai dollar AS, meskipun ada goyangan baru-baru ini terutama isu-isu rasisme, kelompok kiri, dan kematian George Flyod. Namun, Financial Times (2020) menyebut kegemilangan Trump membawa pencerahan pada ekonomi domestik AS dikarenakan faktor the blue-collar boom sputtered!.

Mengukur Keefektifan dan Keefisienan dari Kebijakan Nasional Populisme Ekonomi Donald Trump sebagai Strategi Politik Ekonomi Domestik "American First"

Kebijakan nasional populisme ekonomi Trump pada pembahasan sebelumnya seperti rencana reformasi pajak telah dikenal di tahun 1986. Program itu terkenal berasal dari Ronald Reagan memberi orang kaya pengurangan pajak yang sangat besar, mengurangi tarif pajak dari 70% menjadi 28% untuk orang yang berpenghasilan tertinggi. Dia juga mendorong kebijakan perdagangan bebas, termasuk Perjanjian Perdagangan Bebas AS-Kanada (Canada-US Free Trade Agreement), pendahulu NAFTA, yang sekarang ditentang Trump karena imigran dari Meksiko masuk ke California, New Mexico, dan Texas secara ilegal. Ekonomi akhirnya meledak di bawah Ronald Reagan, tetapi sebagian besar keuntungan jatuh ke tangan orang kaya. Krisis simpan pinjam dan jatuhnya pasar saham menjelang akhir masa jabatan keduanya mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi yang mendasarinya tidak sekuat yang ditunjukkan oleh tingkat pengangguran rendah di era itu.

Namun, Charles Murray, sorang ilmuwan sosial yang bukunya pada tahun 2012 berjudul "Coming Apart: The State of White America, 1960-2010" mencatat semakin banyaknya pencabutan hak orang kulit putih kelas pekerja bahwa sejak gerakan hak-hak sipil, orang kulit putih di tahun 1970-an hingga memasuki tahun 2000 telah mulai menjadi tidak hanya pemilih yang terlupakan tetapi juga segmen populasi yang terlupakan akibat terpusatnya kekayaan ke segelintir US crazy rich. Hal itu turut memengaruhi merosotnya gairah perekonomian domestik Amerika Serikat. 

Bendera merah ekonomi tidak segera terlihat selama tahun-tahun Reagan ketika menghadapi politik internasional pada perang Irak-Iran tahun 1988 dan perang Uni Soviet dan Amerika Serikat di Afghanistan 1979-1989, dan popularitasnya membantu mendorong wakil presidennya, George Herbert Walker Bush, ke kursi kepresidenan pada tahun 1988. Kampanye George H.W. Bush yang paling populer adalah ketika ia mengatakan "Read My Lips, No New Taxes" (Baca bibir saya, tidak ada pajak baru!) membuat Bush senior akhirnya terpilih mengalahkan Michael Stanley Dukakis (Gubernur Massachusetts), kandidat dari Partai Demokrat.

Pada awal masa jabatannya, Bush menghadapi persoalan ekonomi di mana negara itu sedang mengalami defisit hingga mencapai US$ 220 miliar di awal 1990an, lebih besar dari tahun 1980 meningkat tiga kali lebih besar. Hal ini disebabkan karena pemupukan militer yang dilakukan oleh pemerintahan Reagan. Bush senior percaya bahwa satu-satunya cara untuk menurunkan defisit adalah dengan memotong pengeluaran pemerintah sedangkan oposisi Demokrat di Kongres yakin bahwa cara lain adalah dengan menaikan pajak. Hal ini membawa kekecewaan bagi anggota Partai Republik dan masyarakat AS yang merasa dikhianati oleh George H.W. Bush selama janji kampanyenya yang menyebabkan penurunan popularitas. Mencari dukungan pemilih pada pemilihan kemudian (1992), Bush disalahkan atas ekonomi yang tersendat-sendat, yang jatuh ke dalam resesi pada tahun 1991, ketika Uni Soviet bubar di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev. Pada tahun 1992, tingkat bunga dan inflasi berada di tingkat terendah selama beberapa tahun namun penangguran meningkat menjadi 7,8%, tertinggi sejak tahun 1984. US Cencus Bureau melaporkan bahwa pada bulan September 1992, 14% orang Amerika hidup dalam kemiskinan. Pengangguran mencapai 7,5% pada tahun 1992, level tertinggi dalam 10 tahun Partai Republik berkuasa.

Berkaca dari sejarah ekonomi Amerika Serikat di era Ronald Wilson Reagan dan George Herbert Walker Bush, Donald John Trump melakukan gebrakan dengan pengurangan dan penurunan pajak yang berbeda dari masa kepemimpinan Barack Obama. Sementara kondisi ekonomi telah menurun selama hampir tiga dekade bagi para pemilih AS, Resesi Hebat (Great Recession) menghantam mereka dengan sangat keras. Laki-laki AS kehilangan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi daripada perempuan selama periode Obama, dengan pengangguran laki-laki meningkat 120% dibandingkan dengan 84% untuk perempuan, menurut Urban Institute.  Mereka yang berpendidikan paling rendah paling menderita, meskipun tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi selama masa resesi hanya 5%, 11% untuk lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan 15,6% untuk orang-orang yang tidak memiliki ijazah sekolah menengah. Partai Republik tahu kebijakan ekonomi politik Obama telah menimbulkan masalah, tetapi mereka salah mendiagnosisnya bahwa anyak pemilih yang condong ke Republikan adalah bagian dari 47%, menerima dan mengandalkan pengeluaran pemerintah seperti tunjangan pengangguran dan Medicare. Ternyata masalah-masalah tersebut terakumulasi di Pemilu 2016. 

Trump kemudian merestrukturisasi kebijakan nasional terutama ekonomi politik domestik Amerika Serikat melalui pencabutan Obama Care dan perpajakan. Terjadi ketidaksetaraan meningkat dari 2016 hingga 2021, sebagian karena pemotongan pajak Trump, dengan bagian pendapatan yang diterima oleh 1% teratas naik dan kelompok lain turun, dan pemotongan pajak yang lebih besar dalam persentase untuk kelompok berpenghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih rendah. Aimee Picchi menulis laman di CBS News.com. dengan judul "Hundreds of companies saw tax rate plunge to 11.3% under Trump tax reform" tanggal 17 Desember 2019 melaporkan sebuah studi yang menunjukkan tarif pajak perusahaan Fortune 500 yang efektif pada tahun 2018 adalah tarif terendah dalam 40 tahun, sebesar 11,3%, dibandingkan rata-rata 21,2% untuk periode 2008-2020. 

Strategi Trump itu untuk "America First" mencakup proteksionisme, yang dia terapkan melalui tarif impor pada 2018-2019. Studi oleh CBO dan The Federal Reserve (dalam Politifact.com, 2019 "Who pays for US tariffs on Chinese goods? You do". May 14, 2019) memperkirakan bahwa tarif yang diterapkan dan terancam Trump akan dibayar oleh orang Amerika (bukan Cina, Uni Eropa, Korea Selatan, Jepang atau negara lain), seperti yang sering ditegaskan oleh Trump saat menjabat. Trump memang berkampanye sebagai populis, namun banyak dari agenda ekonomi pasca-pemilihannya konsisten dengan kebijakan ekonomi sayap kanan yang didukung The Fed/The Federal Reserve.

The Fed mendukung Presiden Trump bahwa stimulus kebijakan fiskal dalam perekonomian yang sudah mendekati lapangan kerja penuh dan tumbuh mendekati kecepatan maksimum berkelanjutan sekitar 2%, dapat diatasi dengan pengetatan kebijakan moneter (misalnya menaikkan suku bunga) untuk mengimbangi resiko inflasi. Namun, setelah menaikkan suku bunga hingga 2018, pada tahun 2019 The Fed menurunkan suku bunga beberapa kali sesuai masalah terkait perlambatan ekonomi global dan kebijakan perdagangan antimultilateral dan proteksionisme Trump. Presiden Trump sering mengkritik The Fed karena menaikkan suku bunga selama masa jabatannya, meskipun ia juga mengkritik The Fed karena mempertahankan suku bunga rendah selama pemerintahan Presiden Obama. Ada paradoksal pada kebijakan nasional populisme ekonomi domestik Trump tersebut.

Steven Rattner menulis "Opinion-Trump's Economic Claims Are Overblown" di New York Times.com tanggal 3 Agustus 2018 menjelaskan bahwa penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan upah riil telah melambat membandingkan akhir pemerintahan Obama dengan periode yang sama yang telah berlalu selama pemerintahan Trump; bahwa pertumbuhan PDB riil 4,1% pada quartal 2 (Q2) 2018 meningkat oleh kontribusi perdagangan yang tidak berulang dan terlampaui selama empat kuartal Pemerintahan Obama bahwa 84% dari keuntungan pemotongan pajak Trump akan diberikan kepada bisnis dan individu dengan pendapatan lebih dari US$ 75.000 (sehingga meningkatkan ketidaksetaraan). Pemotongan pajak dan peningkatan pengeluaran diperkirakan akan meningkatkan defisit anggaran pada tahun 2019 menjadi hampir US$ 1 triliun, dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya; dan bahwa separuh manfaat pemotongan pajak untuk pekerja kelas menengah pada tahun 2018 akan diimbangi dengan harga gas yang lebih tinggi. Rattner memperluas analisisnya pada Desember 2018 melalui New York Times.com dengan judul artikel "Opinion-The Year in Charts", menjelaskan lebih lanjut bahwa rasio utang terhadap PDB berada pada lintasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan ketika Trump menjabat, dengan tambahan utang federal sebesar US$ 16 triliun selama satu dekade.

Menulis di Washington Post, Philip Bump menjelaskan bahwa untuk masa jabatan pertama Trump per September 2019, kinerja pada beberapa variabel kunci sebanding atau di bawah masa jabatan kedua Obama (Januari 2013-September 2016), sebagai berikut: 1). PDB riil naik 7,5% secara kumulatif di bawah Obama, versus 7,2% di bawah Trump; 2). Jumlah pekerjaan naik 5,3% untuk Obama, dibandingkan 4,3% di bawah Trump; 3). S&P 500 naik lebih di bawah Obama di +39.9% versus Trump di +34.2%; 4). Tingkat pengangguran turun 2,9 poin persentase di bawah Obama versus 1,2 poin di bawah Trump; dan 5). utang nasional naik 10,5% di bawah Obama, dibandingkan 15,1% di bawah Trump.

Presiden Trump mengumumkan pada Oktober 2017 bahwa dia akan mengakhiri yang lebih kecil dari dua jenis subsidi di bawah ACA (Affordable Care Act), subsidi pengurangan bagi-biaya (cost-sharing reduction) (CSR). Keputusan kontroversial ini secara signifikan menaikkan premi di bursa ACA (sebanyak 20 poin persentase) bersama dengan subsidi kredit pajak premium yang meningkat bersama mereka, dengan memperkirakan peningkatan defisit anggaran sebesar US$ 200 miliar selama satu dekade. Argumen Presiden Trump dilandasi pada masalah sosial dan ekonomi bahwa pembayaran CSR adalah "bailout" bagi perusahaan asuransi dan oleh karena itu harus dihentikan. Sebenarnya, pengurangan CSR ini pun mengakibatkan pemerintah membayar lebih banyak kepada perusahaan asuransi (US$ 200 miliar selama satu dekade) karena kenaikan subsidi kredit pajak premium.

Jadi, tidak semua kebijakan nasional populisme ekonomi Donald Trump membawa keefektifan dan keefisiensian bagi perekonomian dalam negeri Amerika Serikat mengenai masalah pengangguran, lapangan pekerjaan, kebijakan moneter dan fiskal, dan perdagangan, yang semestinya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan pejabat pusat dan daerah Republik Indonesia bagaimana mengemas narasi patriotik pembangunan sosial yang sejalan dengan UUD (Undang-Undang Dasar) 1945 dan Pancasila di dalam peran negara menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai upaya melawan radikalisme dan intoleransi di tengah globalisasi dan Revolusi Industri 4.0.

Penulis: Faruq Setya Wargi, Budi Akbar, Stevanus Vebe Teo Pradewata, Dean Andi Alfianto, dan Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

DAFTAR PUSTAKA

BBC News.com. (March 20, 2020). Coronavirus: Dow erases Trump presidency gains., https://www.bbc.com/news/business-51980671.

Board of Governors of The Federal Reserve System (February 16, 2020). Distribution of Household Wealth in the U.S. since 1989. Washington, D.C.: Board of Governors of The Federal Reserve System., https://www.federalreserve.gov/releases/z1/dataviz/dfa/distribute/table/.

Cassidy, J. (January 31, 2020). New reports show that Trump's economic promises were empty. The New Yorker.com., https://www.newyorker.com/news/our-columnists/new-reports-show-that-trumps-economic-promises-were-empty?.

Financial Times. (November 4, 2020). The rise and fall of the Trump economy in charts., https://www.ft.com/content/8126446c-4959-4e87-8c78-3546bbf2ebc2.

Fred Economic Data Research Federal Reserve Bank of St. Louis. (November 29, 2020). All Employees: Total Nonfarm Payrolls. St. Louis, Montana: Federal Reserve Bank of St. Louis., https://fred.stlouisfed.org/series/PAYEMS.

Fred Federal Reserve Bank of St. Louis. (November 30, 2020). Real and Nominal Household Net Worth. St. Louis, Montana: Federal Reserve Bank of St. Louis., 

Investor Daily Indonesia. (2020). Mengukur Dampak Pemilu AS terhadap Ekonomi Indonesia., https://investor.id/opinion/mengukur-dampak-pemilu-as-terhadap-ekonomi-indonesia.

Isidhore, C. (February 6, 2020). How Trump's three years of job gains compares to Obama's., CNN.com., https://edition.cnn.com/2020/02/06/economy/trump-obama-jobs-comparison/index.html.

Jackson, B. (January 20, 2020). Trump's Numbers January 2020 Update. FactCheck.org.: A Project of The Annenberg Public Policy Center of the University of Pennsylvania., https://www.factcheck.org/2020/01/trumps-numbers-january-2020-update/.

Jacobson, L. (May 14, 2019). Who pays for US tariffs on Chinese goods? You do.,  Washington, D.C. & Florida: Politifact, The Poynter Institute., https://www.politifact.com/factchecks/2019/may/14/donald-trump/does-china-mostly-pay-us-tariffs-rather-us-consume/.

Krugman, P. (February 11, 2020). How Trump Got Trickled Down 2020. New York Times.com., https://www.nytimes.com/2020/02/10/opinion/trump-budget-2020.html?.

Lipton, E. & Ivory, D. (December 10, 2017). Under Trump, E.P.A. Has Slowed Actions Against Polluters, and Put Limits on Enforcement Officers. New York Times.com., https://www.nytimes.com/2017/12/10/us/politics/pollution-epa-regulations.html.

Long, H. (August 29, 2019). The Trump vs Obama economy in 15 charts. The Washington Post.com., https://www.washingtonpost.com/business/2019/08/20/trump-v-obama-economy-charts/.

Long, H. (December 28, 2019). Trump's stock market rally is very good, but still lags Obama and Clinton. The Washington Post.com., https://www.washingtonpost.com/business/2019/12/28/trumps-stock-market-rally-is-very-good-still-lags-obama-clinton/.

Murray, C. (2012). Coming Apart: The State of White America, 1960-2010. New York: The Crown Publishing Group.

Picchi, A. (December 17, 2019). Hundreds of companies saw tax rate plunge to 11.3% under Trump tax reform. CBS News.com., https://www.cbsnews.com/news/corporate-tax-rate-companies-slashed-their-tax-rate-to-11-3-under-trumps-tax-reform/.

Pramadiba, I.M. (18 Juli 2020). 18 Negara Bagian AS Diminta Batalkan Pelonggaran Lockdown Corona. Tempo.co., https://dunia.tempo.co/read/1366495/18-negara-bagian-as-diminta-batalkan-pelonggaran-lockdown-corona.

Rattner, S. (August 3, 2018). Opinion-Trump's Economic Claims Are Overblown. New York Times.com., https://www.nytimes.com/2018/08/03/opinion/trump-jobs-economy.html.

Rattner, S. (December 31, 2019). Opinion-The Year in Charts. New York Times.com., https://www.nytimes.com/2019/12/31/opinion/year-in-charts.html.

Semega, J., Kollar, M., Shrider, E.A., & Creamer, J. (2019). Income and Poverty in the United States: 2019. Report Number P60-270. Washington, D.C.: United States Cencus Bureau (USCB)., https://www.census.gov/library/publications/2020/demo/p60-270.html.

Snaith, S. (2020). US Forecast Trump Era Policy Continues Fuel Economic Growth. Florida: College of Business University of Central Florida., https://business.ucf.edu/u-s-forecast-trump-era-policy-continues-fuel-economic-growth/.

Tankersley, J. (January 13, 2020). Budget Deficit Topped $1 Trillion in 2019. New York Times.com., https://www.nytimes.com/2020/01/13/business/budget-deficit-1-trillion-trump.html.

The Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB) (2020). President Trump has Signed $4.7 Trillion of Debt into Law. Washington, D.C.: The Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB)., https://www.crfb.org/blogs/president-trump-has-signed-4-7-trillion-debt-law.

The Congressional Budget Office (CBO). (2017). The Budget and Economic Outlook: 2017 to 2027. Washington, D.C.: The Congressional Budget Office (CBO)., https://www.cbo.gov/publication/52370.

The Congressional Budget Office (CBO). (2018). The Budget and Economic Outlook: 2018 to 2028. Washington, D.C.: The Congressional Budget Office (CBO).,  https://www.cbo.gov/publication/53651.

The Joint Committee on Taxation (JCT) (2017). Macroeconomic Analysis of The Conference Agreement for H.R. 1, The Tax Cuts and Jobs Act. Report JCX-69-17 December 22, 2017. Washington, D.C.: The Joint Committee on Taxation (JCT).

US Bureau of Economic Analysis (US BEA). (2020).

US Bureau of Labor Statistics (2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun