Tahun 1982, Abah sudah kembali ke P3, tapi keluarga saya tidak beruntung sebab perceraiannya dengan ibu sudah dilakukan pada tahun 1975an. Salah satu alasanya karena Abah mengikuti Yai Musta'in Romli, Jombang, Abah mengikuti Golkar, tapi bukan partai saat itu... Hehehe.Â
Tahun 1982 menjadi titik arus balik orientasi politik, Abah kembali ke PPP, keluar dari Golkar. Menurut cerita, yang saya tahu beberapa tahun berikutnya, Abah sempat ditahan di bawah penjara tanah, bersama pamannya KH. Hasyim, di Penjara Bangkalan. Berbagai penyiksaan dan intimidasi dirasakan Abah dan Pamannya saat itu. Habib Agil dan Habib Ja'far, Lao' Songai, Blega, termasuk yang mendapatkan ancaman dan intimidasi politis saat itu.
Saya masih teringat kala itu suasana mencekam di wilayah Madura, tapi kondisi itu tampaknya tidak separah yang dirasakan di beberapa wilayah lain. Di Tanjung Periok konflik seperti itu bahkan berlanjut hingga tahun 1984.
Pada tahun 1984, saya masuk di Madrasah Aliyah Raudlatul Ulum, Ganjaran. Saat itu saya sudah mulai mengenal dunia luar desa Ganjaran. Pada saat itu saya mengetahui kondiai di ouar Ganjaran karena mendengar beberapa kali cerita dari Mas Malik. Mas Malik memang  sering pergi ke Jakarta untuk mengirim pepaya. Mas Malik lah yang bercerita saat itu bahwa di Jakarta banyak terjadi kasus konflik sosial.Â
Saya juga tidak terlalu paham maksud dari cerita Mas Malik saat itu, yang saya lihat ekspresi Mas Malik begitu tegang dan serius saat bicara, menggambarkan bagaimana beratnya kobdisi konflik di Jakarta saat itu.
Belakangan saya baru paham bahwa kasus yang diceritakan Mas Malik adalah Kasus Tanjung Periok, 1984. Kasus itu tentu sudah mencabak cabik merah putih sedemikan rupa, tetapi tak ada yang menyadari betapa sakitnya Sang Saka Dwi Warma dicobak cabik sampe compang camping.
Pada tahun 1997 kasus yang sama juga terjadi, yanh paling spektakuler kasus sosial terjadi di Banjarmasin. Sejak tahun 1996, saya ada di Makassar untuk melanjutkan studi di Pascasarjana IAIN Alauddin, sekarang UIN Alauddin.
Di Makassar sekalipun terjadi konflik pada tahun 1997 tidak terlalu heboh. Akan tetapi, pada tahun 1998 dimana kemudian ada gerakan ANTI CHINA dan mengakibatkan munculnya gerakan nasional, serta pada akhirnya mengakibatkan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Pada tahun 1997, Makassar kondisinya sangat mencekam.
Semua toko, rumah, dan terutama hotel tiba-tiba dituliskan "Milik Pribumi." Saya paham persis makna dari "Milik Pribumi" itu berarti janhan ganggu aku, jangan bakar aku, jangan hancurkan aku, aku ini milik saudara mu sendiri, aku juga pribumi.