Mohon tunggu...
Zayn Al Muttaqien
Zayn Al Muttaqien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang umat biasa yang ingin menjadi MUTTAQIEN sesuai namanya, dan menjadi MUSLIM sesuai agamanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jilbab di Atas Pusara (6)

15 Maret 2021   21:22 Diperbarui: 15 Maret 2021   21:29 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu setelah itu, setelah janji itu ... suatu malam Gara mengajak Ruhi keponakan Risma yang baru es-em-pe untuk bermain ke rumah Risma. Sambil sesekali bercanda, keduanya nampak riang.

"Yi, menurut Uyi, Teh Risma itu cocok nggak menikah dengan akang?"

"Cocok, lah, Kang. Akang satu-satunya laki-laki yang cocok untuk Teh Risma!"

"Uyi lagi nyo'o gado, ya?" Gara tersenyum. Diusapnya kepala Ruhi penuh sayang. Gara sudah menganggap Ruhi sebagai adik sendiri. Dan memang, Gara adalah anak tunggal. Dia belum pernah merasakan punya adik.

"Nyo'o gado? Apa itu, Kang?"

"Memuji tapi menjilat!"

"Waduuh. Nggak, lah, Kang. Uyi nggak nyo'o gado!"

"Ha ... ha ... ha. Akang Cuma bercanda, Yi!"

Tak terasa, keduanya telah sampai di halaman rumah Risma. Tapi Gara terlihat kaget. Niatnya berkunjung mendadak diurungkan, karena di depan rumah Risma terparkir sebuah mobil mewah.

"Mobil siapa itu, Yi?" tanya Gara heran.

"Wah, Uyi tidak tahu, Kang!"

Keduanya mengendap-endap melalui samping rumah. Ternyata, di ruang tamu, Risma tengah bercanda riang bersama seorang pemuda pemilik mobil, mungkin.

"Jadi Bang Roy sekarang sudah jadi pengusaha?" tanya Risma. Laki-laki yang dipanggil Roy itu kemudian mendekati Risma. Keduanya duduk berdekatan tanpa sungkan.

"Iya. Setelah ke luar dari pesantren dulu, abang langsung melamar kerja. Alhamdulillah diterima. Dengan mengumpulkan modal dari hasil kerja, sekarang abang jadi pengusaha. O, ya, Risma sudah punya pacar belum?"

"Hmmmh ..."

"Apa artinya itu?"

"Gak ada artinya. Abang sendiri sudah punya pacar atau belum?" Risma balik bertanya.

"Belum, lah. Bagaimana abang bisa melupakan Risma, santri tercantik di kobong dulu!" sanjung Roy. Dipuji seperti itu, wajah Risma memerah.

"Bang Roy bisa saja," Risma tersipu.

Roy ternyata pacar Risma sewaktu masih ngobong bersama dahulu. Dari cara keduanya berbincang, Roy dan Risma sepertinya masih memiliki ikatan cinta yang kuat.

"Mengapa dulu Risma ingin putus dari abang?" tanya Roy.

"Abang, sih. Playboy. Semua santri dipacari. Sampe Abah Yayi marah!"

"Ah. Itu dulu. Terus terang, dari semua perempuan yang telah abang kenal, Rismalah perempuan yang tidak bisa abang lupakan!"

"Halaaahh ... gombal!" Risma mendelik.

"Jadi, Risma belum punya pacar?"

"Belum. Emang kenapa?" pancing Risma.

"Itu artinya, abang masih punya kesempatan ..." Roy menggenggam tangan Risma yang diam tanpa reaksi apa pun, "Eh. Ada salam dari Lela!" kata Roy.

"Oh. Lela yang pendiam itu? Bagaimana kabarnya?"

"Baik. Dia sekarang jadi PSG. Promotion Sales Girl!"

"PSG Muslimah?" Risma penasaran.

"Nggak, lah. Buat apa pake jilbab!"

Risma terperanjat dengan penuturan Roy, "Buat apa? Kita, kan, alumni pesantren," Risma kemudian melepaskan genggaman tangan Roy.

"Apa hubungannya? Jilbab budaya Arab. Lagi pula Allah hanya menyuruh berjilbab kepada Wanita Mu'min, bukan Wanita Muslimah! Iman dan Islam, kan, beda!" Papar Roy. Mendengar itu, Risma termenung. Sejenak ia membenarkan pernyataan Roy. "Saya pikir, Risma pun akan terlihat lebih cantik kalau tidak mengenakan jilbab!"

"Masa?" Roy telah berhasil mengeksploitasi kepolosan Risma.

"Coba, geh!"

Mendengar rayuan Roy, Risma nampak ragu. Namun, perlahan ia mulai membuka jilbabnya. Rambut panjangnya yang tergerai nampak berkilau kehitaman ditimpa cahaya lampu. Roy membelalakkan mata. Ia kemudian mengelus kening Risma yang entah kenapa, Risma hanya diam saja.

"Risma ..." panggil Roy.

"Ya," jawab Risma berdesah.

Astaghfirullah'aladhim. Gara istighfar melihat kejadian itu. Gara tidak menyangka, Risma akan bersikap seperti itu di depan Roy. Bagaimana bisa Risma mengaku belum punya pacar? Bukankah Gara dan Risma baru saja berjanji? Apakah Gara di mata Risma memang hanya sasaran antara sebagai pelampiasan saja? Segala pertanyaan itu berkecamuk tak menentu.

"Assalamu'alaikum!" Tiba-tiba terdengar suara salam bernada tinggi dari depan rumah. Keduanya terlihat kaget. Sebelum Risma sempat menjawab salam, seorang perempuan muda seusia Risma sudah mendahului masuk, "Hmmmh, ternyata begini prilaku kalian yang sesungguhnya, ya?" ujar perempuan muda itu bertolak pinggang di depan Roy dan Risma.

"Kamu ... kamu siapa?" tanya Risma.

"Kamu Risma. Ngaku-ngaku aja alumni pesantren, tapi malah mau ngerebut suami orang!"

Dug! Ada pukulan godam yang sangat keras menerpa jantung Risma. Sebelum sempat menyadari apa yang terjadi, perempuan muda itu berteriak. Tangan kanannya menarik tangan kiri Roy yang tengah terpaku, "Pak ... ayo pulang!"

Dengan perasaan penuh malu, Roy mengikuti perempuan muda itu yang tak lain adalah istrinya. Jadi, selama ini ternyata Roy sudah menikah. Risma memandangi kepergian keduanya dengan tatapan tak percaya. Bagaimana dirinya bisa terjebak kembali oleh rayuan gombal Roy? Risma menangis sesenggukan dan tidak berapa lama berlari menuju kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun