Di kelompok ngaji saya, sempat dibahas tentang dakwah yang terlalu menghakimi gaya hidup anak muda, seperti gaya berpakaian atau gaya bicara. Salah satu teman menyampaikan bahwa kita perlu lebih bijak: mengajak, bukan mengecam. Ini membuka kesadaran saya bahwa strategi empatik lebih berdampak daripada strategi otoritatif.
4. Berbagi Lewat Status dan Caption
Saya mencoba menulis status harian di WhatsApp yang menyisipkan kutipan hadis atau refleksi singkat dari kegiatan sehari-hari. Teman-teman saya beberapa kali membalas, "Relate banget," atau "Terima kasih, aku butuh ini hari ini." Saya sadar bahwa dakwah bisa datang dari caption sederhana yang menyentuh ke waktu dan perasaan yang tepat.
Kesimpulan Reflektif
Strategi dakwah kontemporer tidak hanya soal canggihnya teknologi, tetapi tentang bagaimana pendakwah memahami psikologi dan realitas umat hari ini. Keberhasilan dakwah tidak lagi hanya dinilai dari banyaknya jamaah, tapi dari seberapa dalam pesan itu mampu mengubah sikap, membuka hati, dan memperkuat iman.
Saya belajar bahwa saya pun bisa menyusun strategi dakwah kecil-kecilan dalam kehidupan saya sendiri. Entah melalui unggahan media sosial, obrolan santai dengan teman, atau tindakan kecil yang mencerminkan nilai Islam. Dakwah adalah tentang mengajak, bukan menghakimi membimbing, bukan menekan dan menemani, bukan menakut-nakuti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI