KETIKA MANIS BERUJUNG PAHIT:        MENINGKATNYA KASUS DIABETES                  PADA ANAK MUDA
   ZALWA RISKA MELODIA/191251205
  FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
       UNIVERSITAS AIRLANGGA
  Di era modern saat ini, konsumsi makanan dan minuman manis menjadi bagian dari gaya hidup banyak anak muda. Tren minuman kekinian, camilan manis, hingga kebiasaan ngemil di tengah aktivitas padat telah menjadikan gula sebagai sahabat sehari-hari. Sayangnya, hal ini tanpa disadari membawa konsekuensi serius berupa meningkatnya risiko penyakit diabetes tipe 2. Diabetes yang dahulu identik dengan penyakit orang tua, kini semakin banyak menyerang kalangan usia produktif, termasuk remaja dan mahasiswa. Fenomena ini menandakan adanya masalah besar yang perlu segera disikapi, baik dari aspek kesehatan masyarakat maupun perilaku individu.
  Konsumsi gula berlebih pada anak muda tidak terlepas dari pengaruh gaya hidup praktis dan budaya populer. Kafe dengan menu minuman tinggi gula menjadi tempat nongkrong favorit, sementara media sosial gencar mempromosikan berbagai produk manis dengan kemasan menarik. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik akibat gaya hidup sedentari, seperti duduk terlalu lama di depan layar gadget, turut memperparah risiko terjadinya obesitas yang menjadi pintu masuk penyakit diabetes. Pola ini menjadi cerminan bagaimana faktor lingkungan dan kebiasaan sehari-hari saling terkait dalam meningkatkan risiko kesehatan.
  Secara medis, kelebihan gula dapat menyebabkan kadar glukosa darah meningkat secara signifikan. Jika kondisi ini berlangsung lama, pankreas akan bekerja ekstra keras untuk memproduksi insulin. Pada akhirnya, sel-sel tubuh menjadi resisten terhadap insulin sehingga gula darah tetap tinggi. Inilah yang dikenal dengan diabetes tipe 2. Kondisi ini bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup anak muda. Komplikasi diabetes, seperti gangguan ginjal, kerusakan saraf, hingga risiko penyakit jantung, dapat muncul pada usia yang relatif muda, sehingga menghambat produktivitas dan cita-cita.
  Pemerintah dan tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah generasi muda terjebak dalam "budaya manis". Edukasi mengenai bahaya konsumsi gula berlebih perlu digencarkan, baik melalui sekolah, kampus, maupun media sosial yang dekat dengan kehidupan anak muda. Selain itu, regulasi seperti pembatasan kadar gula pada produk minuman kemasan, pelabelan kandungan gizi yang jelas, hingga pajak gula dapat menjadi langkah strategis dalam menekan angka konsumsi. Hal ini sudah mulai diterapkan di beberapa negara, dan Indonesia juga bisa belajar dari praktik baik tersebut.
  Namun, tanggung jawab terbesar tetap berada pada individu. Anak muda perlu membangun kesadaran diri bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang. Mengurangi kebiasaan membeli minuman manis, memperbanyak konsumsi buah segar, rutin berolahraga, serta menjaga pola tidur merupakan langkah sederhana namun berdampak besar. Jika kebiasaan sehat ini ditanamkan sejak dini, maka risiko diabetes dapat diminimalisir.
  Kesimpulannya, generasi muda saat ini berada pada titik krusial dalam memilih gaya hidupnya. Kebiasaan manis yang dianggap sepele ternyata membawa ancaman serius berupa diabetes yang bisa merenggut masa depan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara individu, masyarakat, dan pemerintah dalam menekan risiko ini. Dengan langkah nyata, generasi muda Indonesia tidak hanya manis karena gula, tetapi juga sehat, produktif, dan mampu menjadi penopang bangsa di masa depan.
KATA KUNCI: Diabetes, Gaya Hidup, Gula, Kesehatan, Remaja.