Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menjaga Silaturahmi di Masa Pandemi? Ruang Belajar Menikmati Kebahagiaan dalam Keterbatasan

14 Mei 2021   21:17 Diperbarui: 14 Mei 2021   21:39 1726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi genggaman tangan orang tua (sumber gambar: pixabay.com)

Dalam kenikmatan secangkir kopi, ia merupakan terminal dari rasa manis dan rasa pahit.

Begitupun senja. Ia dianggap sebagai momen istimewa, sebagai muara pisah sambut antara siang dan malam.

Peristiwa kimia dalam secangkir kopi, dan prosesi alam yang tersaji pada senja, begitu mudah didapati dan dinikmati. Padahal merupakan penyatuan dua unsur yang berbeda.

Dimensi itu, tak bisa dengan gamblang diraih. Saat menyatukan kata silaturahmi dan pandemi.

Ilustrasi di Bandara. Mudik, salah satu pilihan sulit untuk silaturahmi di masa pandemi (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi di Bandara. Mudik, salah satu pilihan sulit untuk silaturahmi di masa pandemi (sumber gambar: pixabay.com)

Dilema antara Silaturahmi Vs Pandemi

Dua hal ini menurutku, berbeda dan saling bertentangan pada tujuan. Apalagi dalam nuansa idul fitri, khususnya dua tahun terakhir.

Silaturahmi menagih sikap dan perilaku untuk merekatkan kasih sayang. Kalau bisa memperpendek jarak. Yang jauh mendekat, yang dekat merapat. Bahkan tak bersekat.

Tradisi di kampungku, jika tak saling bertatap muka, tak bertukar salam atau tak saling berkunjung. Dianggap tidak sah dan tidak lebaran jika belum melakukan itu. Tapi, dulu.

Sebaliknya, di masa Pandemi malah menuntut bahkan memaksa setiap individu untuk menjaga jarak serta meminimalkan kontak fisik. Jika pun berinteraksi masih terbatas, menggunakan masker dan tak bisa bebas.

Ancaman covid19 yang nyata di depan mata, membuat kita mesti beradaptasi dalam perilaku juga gaya hidup. Terkadang, ragu bertukar sapa, gegara masker menutupi wajah nyaris di semua area.

Momentum khusus pada Idul Fitri, membuat orang-orang melakukan pilihan keputusan-keputusan yang sulit. Terkadang, menghadirkan risiko-risiko yang pahit hingga rasa sakit.

Silakan baca di media massa atau saksikan di televisi. Sekuat apapun ajakan untuk tidak mudik, arus mudik tetap tak tertahan, tah?

Apapun usaha dan upaya yang dilakukan, selalu ada ide baru serta jalan tikus untuk "mengakali" itu, kan?

Apalagi kurangnya ancaman dari korona? Namun, seperti alasan temanku. Seekor harimau, hewan buas dan raja hutan, bisa leluasa dilihat di kebun binatang sambil foto-foto? Hiks..

Begitulah! Terlepas dari pertimbangan bijaksana dan bijaksini, pada momentum idul fitri, orang-orang harus memutuskan. Memilih silaturahmi atau pandemi?

Ilustrasi perempuan menelpon. Teknnologi menjadi salah satu pilihan paling logis menjaga silturahmi di masa pandemi (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi perempuan menelpon. Teknnologi menjadi salah satu pilihan paling logis menjaga silturahmi di masa pandemi (sumber gambar: pixabay.com)

Memanfaatkan Teknologi, Jalan Tikus agar Silaturahmi Tak Terputus

Sejujurnya, adalah bohong jika aku tak mengeluh dengan situasi pandemi saat ini.

Sudah dua tahun, adikku dan keluarganya yang tinggal di Kota Padang tak bisa mudik ke Curup.

Jika tahun kemarin, Padang masuk zona merah. Maka tahun ini, alasan bertambah. Berkenaan dengan pendidikan anak-anaknya yang akan mengikuti ujian sekolah sesudah idul fitri.

Begitu juga kakak perempuanku yang tinggal di Bekasi. Tahun ini, adalah tahun kelima, harus menahan hati dan menahan diri untuk tidak pulang kampung.

Bukan hanya alasan rindu kampung halaman dan mengulang kenangan di masa kecil. Tapi juga untuk bertemu Amak (ibuku) yang saat ini sudah menginjak usia 79 tahun.

Namun, situasi saat ini, memaksa kedua saudaraku untuk "mengalah". Namun, bukan berarti menyerah dalam upaya menjalin silaturahmi, tah?

Teknologi komunikasi saat ini menyediakan beragam pilihan, agar jalinan komunikasi bisa terus terikat erat. Walau tak bisa bersentuhan, namun hanya sejarak dalam genggaman.

Aplikasi Zoom Meeting atau video call dari aplikasi Whatspps juga bisa menawarkan keceriaan yang nyaris sama. Bahkan menjadi "mainan dan hiburan baru"!

Aku mengalami hal itu, usai salat Ied kemarin. Setelah semua anggota keluarga saling terhubung. Setelah prosesi saling berucap maaf dilakukan. Dramaturgi silaturahmi era pandemi dimulai!

Semua saling rebutan bicara dan sibuk bertukar cerita. bahkan ikutan tertawa, walau tak jelas apa yang ditertawakan. Wajah-wajah riang memenuhi layar ponsel yang tak sampai seukuran satu jengkal. Pokoke hepi!

Ilustrasi Nenek dan Cucu. Pandemi menjadi ruang belajar meniikmati kebahagiaan dalam keterbatasan (sumber gambar pixabay.com)
Ilustrasi Nenek dan Cucu. Pandemi menjadi ruang belajar meniikmati kebahagiaan dalam keterbatasan (sumber gambar pixabay.com)

Pandemi, Ruang Belajar Menikmati Kebahagiaan dalam Keterbatasan

Kukira, memanfaatkan perkembangan teknologi, menjadi salah satu pilihan paling logis menjalin dan menjaga silaturahmi di masa pandemi.

Apalagi jika memiliki keluarga, kerabat atau sahabat yang tinggal saling berjauhan. Pandemi menjadi ruang belajar menikmati kebahagiaan dalam keterbatasan.

Bagaimana silaturahmi dengan keluarga, kerabat atau sahabat yang tinggal berdekatan?

Mengikuti protokol kesehatan, serta membiasakan anjuran 3M sebagai gaya hidup baru di masa pandemi. Memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak atau menghindari kerumunan.

Suka atau tidak suka. Hal ini mesti dilakukan, tah? Tak hanya terlibat sebagai pemutus rantai penyebaran korona, tapi juga untuk kesehatan dan keselamatan bersama.

Terutama untuk keluarga tercinta. Gimana, sepakat, kan?

Curup, 14.05.2021
Zaldy Chan
[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun