Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seperti Makna Mudik dan Pulang Kampung, Emosi Juga Berubah dan Berpindah

25 April 2020   21:17 Diperbarui: 26 April 2020   14:10 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi ragam ekspresi yang bisa menggambarkan emosi manusia (sumber gambar : pixabay.com)

Hingga tiba masanya, sang anak lahir ke dunia. Sang anak mulai merasakan dia akan "dipaksa" keluar dari alamnya. Sehingga pilihannya adalah melakukan perlawanan, karena "enggan" keluar dari kandungan.

Perlawanan itu mengakibatkan rasa sakit bagi sang ibu saat melahirkan. Karena anak merasa "digusur" dari rumahnya. dan prosesi itu pun diwarnai tangisan sang anak!

Bagi ibunya, tak mungkin menahan dalam waktu lebih lama sang anak di tubuhnya. Tak hanya atas nama keselamatan dan kesehatan, namun juga beban atau penderitaan yang ditahankan juga musti dilalui selama mengandung sang anak.

Sesaat setelah lahir, maka orang dewasa mulai "memisahkan" anak dari alamnya. Walaupun melalui proses yang lambat, kita memberi mereka nama sebagai identitas. Menitipkan sifat-sifat dan beragam ambisi.

Semakin bertambah usia, kita menciptakan alam baru bagi anak. Melalui pola asuh semasa kanak-kanak, menunjukkan jenjang pendidikan juga pengajaran agama. Mengenalkan resiko yang harus dihadapi dalam kehidupan.

Perlahan, anak melupakan alam rahimnya. Berusaha menghadapi perubahan-perubahan itu. Yang kemudian menciptakan berbagai macam warna emosi di dalam kehidupannya.

Pada titik ini, anak mengenal amarah, kesedihan juga ketakutan-ketakutan yang berujung depresi. Lingkaran ini, acapkali disebut sebagian orang dengan akar emosi manusia.

lustrasi ekspresi anak, dipaksa terpisah dari alamnya. dengan berbagai identitas dan harapan. (sumber gambar : pixabay.com)
lustrasi ekspresi anak, dipaksa terpisah dari alamnya. dengan berbagai identitas dan harapan. (sumber gambar : pixabay.com)
Bagaimana jka orangtua keliru menata emosi anak?

Kahlil Gibran memberikan tamsilan, dengan cerita sosok orang-orangan sawah (bebegik). Sosok yang terbuat dari dua potong kayu yang diikat berbentuk palang. Diberi pakaian lengkap mulai dari baju, celana hingga topi menyerupai manusia.

Fungsi orang-orangan yang dipasang di tengah sawah itu adalah untuk mengusir dan menciptakan rasa takut pada sekawanan burung yang akan memakan bulir-bulir padi.

Gibran berkata, "berhentilah menjadi orang-orangan. Kau tak akan mungkin menjadi manusia. Tak peduli dengan terik matahari yang menyakitkan, atau deras hujan. Kau hanya menciptakan rasa takut pada sekawanan burung!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun