Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tanpa Disadari, Terkadang Orangtua Menjadi Toxic Parents

19 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:20 5747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by PublicDomainPictures on Pixabay

"Keren! Anak Ayah juara!"
"Cuma juara 3!"
"Besok kita ke kolam renang, yuk? Belajar berenang!"
"Gak mau! Nanti tenggelam!"
"Wah, Indahnya rambut anak ayah!"
"Tapi gak hitam! Rambut teman sekelasku. Lebih panjang dan hitam!"

Ini hanya rekayasa percakapan antara ayah dan anak. Ada tiga pernyataan positif sang ayah, dijawab secara negatif.

Pertama, anak menolak pujian orangtua. Kedua, anak menghidari hal baru atau tantangan, Ketiga, bereaksi negatif terhadap kemampuan atau penampilan diri sendiri.

Dalam konsep parenting. Ketiga reaksi tersebut bisa jadi merupakan tanda-tanda. Bahwa orangtua terjebak dalam posisi sebagai orangtua beracun (toxic parents).

Jika menggunakan bahasa lugas, tanpa disadari, orangtua telah meracuni mental yang berpengaruh pada sikap perilaku anak. Kok bisa?

Awalnya, Semua Orangtua Pasti Ingin Anaknya Bahagia

Apa keinginan orangtua terhadap anak? Maka akan ditemui jawaban yang seragam dari orangtua. Bahwa keinginan setiap orangtua, adalah bagaimana anaknya meraih bahagia, tumbuh dengan raga yang kuat dan memiliki jiwa yang sehat.  

Terkadang, tujuan mulia orangtua untuk memberikan kebahagiaan kepada anak, malah berbading terbalik. Justru mengundang bahaya bagi anak di masa depan.

Tak sedikit orangtua yang merasa telah memenuhi kewajibannya, jika telah memenuhi kebutuhan materil selain kebutuhan pokok. Semisal uang jajan, mainan, kendaraan dan hal lain bersifat materil.

Dan banyak orangtua, dengan alasan sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau memiliki tanggungjawab sosial lainnya. Maka mengabaikan kebutuhan immateril dari anak. Semisal sapaan, pelukan hangat, kepedulian bahkan kasih sayang.

Namun seringkali ditemukan ragam kisah dan kegelisahan orangtua. Padahal sudah melakukan apapun untuk buah hatinya. Kenapa bisa begitu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun