Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Euforia dan Histeria Media serta Manajemen Kecoa

16 Januari 2020   12:01 Diperbarui: 17 Januari 2020   01:34 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di penghujung tahun 2019, ada histeria media massa dan media sosial, terhadap demontrasi mahasiswa. Dipicu lahirnya beragam undang-undang yang dianggap terburu-buru, isu utama adalah UU KPK yang baru. Aksi ini, diikuti oleh para pelajar, yang menjadi trending adalah "Anak STM".

Begitu juga dengan banjir yang melanda Jakarta. Walau semua orang tahu, hal ini adalah siklus tahunan. Namun histeria di berbagai media luar biasa. Terjadi pertikaian kata-kata, perang opini, serta adu telunjuk untuk menuduh atau membela.

Minggu ini, kembali terjadi histeria media massa dan media sosial. Isu sentralnya adalah OTT KPK terhadap komisioner KPU. Disinyalir, juga melibatkan elit partai pemenang Pemilu 2019. Pada prosesnya, ternyata ada "kendala" prosedural lanjutan dari OTT KPK tersebut.

Jamaah netizen kemudian diajak lagi merajut benang kusut. Dari hilir ke hulu kasus. Tentang perizinan dari Dewan Pengawas KPK dan aksi penggeledahan, tentang prosedur yang salah, tentang Dewan Pengawas yang dianggap tidak atau belum berfungsi, tentang UU KPK yang dianggap memandulkan pemberantasan korupsi, hingga rasa curiga terhadap produk hukum dari anggota DPR periode sebelumnya itu.

Terlepas, apakah hal itu by design atau murni aksi dan reaksi setiap orang atau kelompok. Hujan euforia dan histeria yang tercipta di media massa dan media sosial, memengaruhi komunikasi massa juga psikologi massa anak negeri.

Dampak negatifnya, seperti pembagian tiga golongan di atas. Anak negeri di akar rumput, yang tak ikut terlibat langsung dalam pertikaian kusut sengkarut itu. Tanpa sadar, akhirnya mudah terjebak di ranah konflik, saling curiga, dan tak percaya.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Belajar Manajemen Kecoa
Pagi tadi, aku mendapatkan kiriman kisah inspiratif, tentang manajemen kecoa dari salah satu WAG. Kuanggap kisah ini memiliki korelasi dengan aksi dan reaksi pada perilaku seseorang terhadap satu kejadian. Aku bagikan saja ringkasannya, ya?

Diceritakan, dua orang wanita karier, anggaplah keduanya eksekutif muda, singgah di sebuah restoran yang lumayan ramai. Seperti biasa, keduanya memesan menu makanan dan minuman. Semua terlihat normal.

Namun ketenangan itu terusik, saat seekor kecoa hinggap di bahu salah seorangnya. Karena terkejut atau juga jijik dengan kecoa, maka wanita itu berdiri, berteriak tak jelas, bahkan melompat. Kedua tangannya sibuk berusaha menyingkirkan kecoa.

Reaksi wanita tersebut memancing dan menular pada orang-orang di sekitarnya. Akhirnya semakin banyak yang panik. Mungkin karena rasa ingin tahu atau latah berjemaah.

Kepanikan semakin meluas, ketika wanita itu berhasil mengusir kecoa dari tubuhnya. Namun hinggap pada pengunjung wanita yang lainnya. Drama baru kembali terjadi, semua pengunjung terlibat saling membantu juga saling mendorong. Seisi restoran sibuk dan suasana riuh. Tersangka utama adalah seekor kecoa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun