Dan, Puisi adalah salah satu karya sastra yang menempuh "Jalan Sunyi". Berkali efektif dihadapkan dengan komunikasi bisu. Menjadi olahrasa dan olahcipta berbentuk "perlawanan, juga gugatan" terhadap kekerasan. Peredam makian kasar yang menodai psikis, memendam kekerasan yang melukai fisik. Orasi saat demontrasi pun, acapkali diwarnai dengan pembacaan puisi.
Subcomandante Marcos di Mexico dengan jargon "kata adalah senjata", atau karya-karya dari sastrawan angkatan '45. Kukira cukup menggambarkan, bahwa jalan sunyi sastra merupakan alat penumpasan kondisi yang banal dan majal, agar tak lagi mampat dan jalan di tempat.
biarkan kata-kata menempuh cara, di antara semesta makna
mengeja riuh paduan bunyi, di antara pertengkaran rasa, asa dan cinta.
Puisi, Jalan Sunyi Berbentuk Bunyi
Ketika Seno Gumira Ajidarma menyatakan "Jika Jurnalisme dibungkam, maka sastra harus bicara", pada saat itu, kukira, Seno membahasakan karya sastra termasuk puisi adalah "media" sebagai wujud perlawanan terhadap kontrol pers penguasa.
Dalam tubuh sastra sendiri, perlawanan itu juga terjadi. Semisal "pemberontakan" Chairil Anwar terhadap keteraturan puisi 4 baris. Atau Sutardji Calzoum Bachri yang "membebaskan" kata dari makna. Jika menyimak pembacaan puisi Sutardji,akan terbuai alunan puisi bak mantra.
Joko Pinurbo pun menyatakan puisi itu adalah "bunyi". Bisa dimaknai bunyi apa saja yang dialami, dijumpai, dirasakan atau yang dipikirkan bisa juga hasil perenungan oleh peciptanya.
Bunyi itu kemudian dihadirkan dalam bentuk tulisan. Tak sembarang tulisan! Seumpama yang berseliweran di media social. Lagi, Seno Gumira Ajidarma mengatakan, tulisan di media social hanyalah bentuk lain dari tradisi lisan. Hanya bentuk "cetak" dari mulut saja. Jadi, tak ada hubungan dengan sastra, sebagai bagian dari budaya menulis dan membaca. Nah!
Kompasiana, salah satu yang menyediakan jalan sunyi itu. Aneka genre tulisan dengan pilihan kanal, disajikan ratusan Kompasianer setiap hari. Berbagai corak pemikiran, ide dan gagasan, juga kritik atau fenomena social, dengan berbagai motivasi menulis, bahkan dalam hitungan menit! Dihadirkan silih berganti, tak berhenti.
Kenapa jalan sunyi? Jika terjadi perbedaan, "keriuhan" hanya terjadi pada "perang" opini, argumentasi dan narasi. Jika pun ada, itu tersaji di kolom komentar. Komentar pedas bisa saja tak dibalas! Jalan sunyi yang melahirkan komunikasi sunyi. Bukan komunikasi bisu seperti tulisan di atas yang tak layak digugu dan ditiru.