Mohon tunggu...
Zaky Alhasbi
Zaky Alhasbi Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Andalas

Pelajar atau mahasiswa yang tertarik dengan fenomena Politik Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KKN UNAND Simpang Mengurai Makna Malapeh Kaua Padi di Simpang: Antara Adat dan Syukur

23 Agustus 2025   17:00 Diperbarui: 23 Agustus 2025   16:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Figura Malapeh Kauah Padi KKN UNAND Reguler II Nagari Simpang 2025

       

Oleh: KKN Reguler II Unand Padang 2025

      Pasaman (20/07/2025) --- Saat mentari pagi baru saja menyibak kabut tipis, Ketika panggilan dari surau tua memanggil untuk warga di Nagari Simpang, Pasaman. Bukan hanya panggilan biasa namun panggilan itu adalah untuk Malapeh Kaua Padi, Tradisi sakral yang diwarisi turun temurun oleh leluhur mereka. Suasana penuh kekhidmatan dan kebersamaan, memperkuat nilai gotong royong dan rasa syukur. Melalui artikel ini, kita akan menyelami makna, proses, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Malapeh Kawua Padi, sebagai upaya menjaga warisan budaya yang hidup di jantung Sumatera Barat. Pada pagi saat itu juga kami, mahasiswa KKN Unand memenuhi undangan untuk meramaikan acara tersebut.

      Berasal dari kata "kaua" yang berarti niat atau nazar. Sebelum menanam padi, para petani menyampaikan niat kepada Tuhan: jika panen berhasil, mereka akan mengadakan syukuran sebagai bentuk pemenuhan janji. Tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari siklus pertanian masyarakat Simpang, dan tradisi ini dilakukan dalam waktu sekali setahun. Malapeh kaua dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai silaturahmi atau kekeluargaan kepada masyarakatnya.  Acara dimulai dengan iringan zikir "Badikia" oleh alim ulama, dan datuak di surau tersebut dan Badikia berlangsung lama. Sementara laki laki atau biasanya sumando menyembelih kambing dan memotong untuk segera memasaknya. 

      Acara formal dibuka dengan kata sambutan dari Kecamatan, Wali Nagari, Datuak, dan Sumando. Makan bajamba dilakukan saat sesudah Sholat Zuhur, dihidangkan oleh ibu-ibu atau biasa disebut orang rumah kampuang tersebut, dan dihidangkan dengan berbagai macam lauk seperti ayam, ikan, gulai, dll, acara juga ikut dimeriahkan dengan kehadiran anak-anak. Acara formal dilakukan hingga waktu sore, barulah pada saat sebelum Ashar Sumando menghidangkan kambing yang sudah dimasak untuk dimakan bersama-sama dan melaksanakan Sholat Ashar setelahnya, dan hingga penghujung acara

      Tradisi Malapeh Kawua Padi bukan hanya warisan budaya, tetapi juga cerminan nilai-nilai luhur yang terus hidup di tengah masyarakat Nagari Simpang. Di balik setiap langkah ritual dan doa yang dipanjatkan, tersimpan harapan, rasa syukur, dan penghormatan terhadap alam serta Sang Pencipta. Bagi kami, mahasiswa KKN yang berkesempatan menyaksikan dan mendokumentasikan tradisi ini, pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga tentang makna kebersamaan, spiritualitas, dan identitas lokal. Semoga melalui tulisan ini, tradisi Malapeh Kawua Padi tak hanya dikenal lebih luas, tetapi juga terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun