Mohon tunggu...
Politik

Dari Airlangga ke Airlangga Hartarto

5 April 2016   23:24 Diperbarui: 8 April 2016   17:22 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber http://www.airlanggahartarto.com"][/caption]

 

Tuan dan Puan pengemar sejarah nusantara tentu tidak asing dengan Airlangga. Pendiri Kerajaan Kahuripan, penerus Mataran Kuno, ini lahir di Bali, putera dari Udayana Raja Kerajaan Bedahulu. Nama Airlangga berasal dari bahasa sansekerta artinya "air yang melompat". Takdir air adalah mengalir ke bawah, sehingga pemberian nama Airlangga tentu dimaksudkan bahwa dirinya akan melakukan hal-hal yang luar biasa. Dan memang demikian catatan sejarahnya.

Selepas wafatnya Dharmawangsa Teguh, paman sekaligus mertuanya dalam penyerangan musuh ke ibukota, Airlangga terpaksa mengungsi ke rimba belantara. Saat itu Ailangga berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Namun takdir ksatria tidak bisa ditolaknya. Setelah tiga tahun menjadi petapa, Airlangga dipinta rakyatnya untuk membangun kembali Kerajaan Medang, membangkitkan kembali kejayaan Wangsa Isyana atas Pulau Jawa.Ketika Airlangga naik takhta, wilayahnya hanya meliputi Sidoarjo dan Pasuruan, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh banyak daerah yang melepaskan diri.

Dengan dukungan rakyat, sahabat dan kerabatnya, Airlangga menyusun kekuatan. Daerah-daerah yang melepaskan diri, pelan-pelan kembali bernaung dalam panji-panji Wangsa Isyana. Kerajaan Kahuripan Sidorajo kian meluas, membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Kerajaan Kahuripan bahkan berkembang dari pendahulunya, hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali.

Airlangga kemudian melakukan  pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya.. Airlangga juga terkenal akan toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu dan Buddha – padahal Raja Wurawari yang dulu menghancurkan Wangsa Isyana merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya penganut Budha. Perhatian Airlangga terhadap seni budaya digambar dengan arahannya agar Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata.

Airlangga Hartarto

Sekarang di tubuh Gokar yang memiliki lambang beringin, simbol pohon suci dalam mitologi, kita bertemu dengan Airlangga Hartarto. Menariknya Airlangga ternyata dilahirkan di Surabaya, kawasan mula-mula Kerajaan Kahuripan Airlangga didirikan. Suatu alasan mengapa Universitas Airlangga berdiri megah di Kota Surabaya.

Ia putera dari Hartarto Sastrosoenarto, seorang Golkar tulen, kelahiran Klaten yang dulunya masuk ke dalam wilayah Kerajaan Surakarta – Mataram Islam. Hartarto bukan orang sembarang di Golkar, ia pernah tiga kali menjadi menteri, dan konon bersama BJ Habibie sempat hampir diusulkan menjadi wakil presiden Soeharto.

Dari sisi ibunya, Hartini Hartarto, darah ksatria Airlangga kian mengental. RH. Didi Soekardi, kakek dari pihak ibu, adalah seorang menak Sunda di Sukabumi, pejuang kemerdekaan – menteri negara dalam Negara Pasundan di era Republik Indonesia Serikat.

Gandi Sukardi, seorang wartawan senior, menyebut Raden Sastro Widjoyo, kakek buyut Airlangga adalah keturunan dari pendiri Mataram Islam, yaitu Kia Ageng Pemanahan dan Panembahan Senopati. Belakangan kita tahu bahwa Mataran Islam terpecah menjadi Keraton  Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Sedang nenek buyut Airlangga, Nyi raden Ratnaningsih, memiliki garis keturunan dari Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten.

Dalam pelacakan sejarah leluhurnya, Didi Soekardi, yang sempat menjadi ketua Paguyuban Pasundan Sukabumi, menjelajah ke Yogyakarta. Di kota perjuangan ini, ia mengambil alih Koran Mustika yang kemudian menjadi Oetoesan Indonesia. M. Hatta dan Sukiman sempat menjadi editor di koran ini.

Menjebol Keusangan Golkar

Dari latarbelakang ini, kita bisa menemukan betapa pekatnya darah Airlangga atas tanah Jawa. Lahir di Surabaya, berpuak ke Sukabumi Jawa Barat dan menimba ilmu di Universitas Gajah Mada Yogyakarta membuatnya memahami kultur Jawa. Apalagi dari leluhurnya, ia memiliki darah ksatria Mataram Islam dan Kesultanan Banten.

Akibatnya ia menjadi pribadi yang kompleks, wahana berpadu beragam aroma tanah daerah. Barangkali hal ini pula yang mendorongnya, sadar atau tidak, untuk memberikan kewenangan yang lebih luas bagi para kader beringin yang mengurusi golkar di tingkat daerah – ambil contoh otonomi DPD Golkar untuk menentukan calon kepala daerahnya, dan kursi caleg DPR RI dari daerah. Kendatipun gagasan ini jelas bertentangan dengan semangat parpol-parpol di Indonesia yang cenderung Jakarta sentris, Airlangga sadar kalau hal ini memang harus dilakukan.

Gagasan Airlangga Hartarto ini tak ubahnya mengulang tindakan dari Airlangga. Dibesarkan di Bali dan memerintah di Pulau Jawa, tidak menjadi penghalang bagi Airlangga untuk memindahkan ibukota dari Kahuripan Sidoarjo ke Daha, Kediri sekarang. Padahal, kita tahu di masa itu memindah ibukota bukan hanya perkara sulit, tetapi juga hal yang tabu. Pertentangan-pertentangan tentu terjadi.

Sikap Airlangga Hartarto untuk langsung melepaskan kubu-kubuan, Bali dan Ancol, demi rekonsolidasi golkar progresif pun mirip dengan Airlangga. Kendati Airlangga seorang Hindu yang taat, ia tetap welas asih kepada rakyatnya yang memeluk Budha -ajaran yang dianut musuh-musuhnya dulu. Tidak ada balas dendam di sini. Mereka, Hindu dan Budha hidup rukun di bawah pemerintahan Airlangga.

 

   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun