Mohon tunggu...
Politik

Dari Airlangga ke Airlangga Hartarto

5 April 2016   23:24 Diperbarui: 8 April 2016   17:22 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pelacakan sejarah leluhurnya, Didi Soekardi, yang sempat menjadi ketua Paguyuban Pasundan Sukabumi, menjelajah ke Yogyakarta. Di kota perjuangan ini, ia mengambil alih Koran Mustika yang kemudian menjadi Oetoesan Indonesia. M. Hatta dan Sukiman sempat menjadi editor di koran ini.

Menjebol Keusangan Golkar

Dari latarbelakang ini, kita bisa menemukan betapa pekatnya darah Airlangga atas tanah Jawa. Lahir di Surabaya, berpuak ke Sukabumi Jawa Barat dan menimba ilmu di Universitas Gajah Mada Yogyakarta membuatnya memahami kultur Jawa. Apalagi dari leluhurnya, ia memiliki darah ksatria Mataram Islam dan Kesultanan Banten.

Akibatnya ia menjadi pribadi yang kompleks, wahana berpadu beragam aroma tanah daerah. Barangkali hal ini pula yang mendorongnya, sadar atau tidak, untuk memberikan kewenangan yang lebih luas bagi para kader beringin yang mengurusi golkar di tingkat daerah – ambil contoh otonomi DPD Golkar untuk menentukan calon kepala daerahnya, dan kursi caleg DPR RI dari daerah. Kendatipun gagasan ini jelas bertentangan dengan semangat parpol-parpol di Indonesia yang cenderung Jakarta sentris, Airlangga sadar kalau hal ini memang harus dilakukan.

Gagasan Airlangga Hartarto ini tak ubahnya mengulang tindakan dari Airlangga. Dibesarkan di Bali dan memerintah di Pulau Jawa, tidak menjadi penghalang bagi Airlangga untuk memindahkan ibukota dari Kahuripan Sidoarjo ke Daha, Kediri sekarang. Padahal, kita tahu di masa itu memindah ibukota bukan hanya perkara sulit, tetapi juga hal yang tabu. Pertentangan-pertentangan tentu terjadi.

Sikap Airlangga Hartarto untuk langsung melepaskan kubu-kubuan, Bali dan Ancol, demi rekonsolidasi golkar progresif pun mirip dengan Airlangga. Kendati Airlangga seorang Hindu yang taat, ia tetap welas asih kepada rakyatnya yang memeluk Budha -ajaran yang dianut musuh-musuhnya dulu. Tidak ada balas dendam di sini. Mereka, Hindu dan Budha hidup rukun di bawah pemerintahan Airlangga.

 

   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun