Mohon tunggu...
Zaki Ahmad Satriana
Zaki Ahmad Satriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030035 - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Hanya orang biasa yang baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Film

Sajian 'Horor' Tanpa Teror di Film "The Zone of Interest"

7 Maret 2024   22:41 Diperbarui: 8 Maret 2024   07:11 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu film yang telah menerima banyak sambutan positif berjudul The Zone of Interest  akhirnya tayang di Indonesia.

The Zone of Interest adalah film drama sejarah berbahasa Jerman yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Jonathan Glazer (Birth, Under the Skin). Filmnya sendiri diadaptasi dari buku dengan judul yang sama karya Martin Amis. Film ini dibintangi oleh Christian Friedel dan Sandra Huller.

Sinopsis

Seorang komandan Nazi di Auschwitz, Rudolf Hoss (Christian Friedel) beserta istrinya Hedwig Hoss (Sandra Huller) dan anak-anaknya berusaha membangun kehidupan yang mereka impikan dengan tinggal di sebuah rumah indah yang bersebelahan dengan kamp konsentrasi Auschwitz.

Review

Ketika membaca sinopsis filmnya saja, saya langsung teringat dengan film dengan tema serupa berjudul The Boy in the Striped Pyjamas (2008). Namun ketika saya menonton filmnya, ternyata film ini dikemas dengan cara yang berbeda.

Sejak awal kita diajak melihat kehidupan keluarga Hoss dalam menjalani hari-hari seperti keluarga pada umunya. Seperti bertamasya, bercanda tawa atau bermain-main disekitar rumah pada hari yang cerah. Meski menampilkan adegan-adegan ceria, entah mengapa kita sebagai penonton justru tidak ikut merasakan keceriaan mereka, karena memang filmnya dibuat dengan nuansa gelap.

Sangat sedikit sekali kita menemukan adegan yang diambil secara close up karena memang kebanyakan adegan-adegan dalam filmnya diambil dari jarak yang sedikit jauh. Adegan-adegannya juga diambil dengan background sebuah rumah yang bersebelahan langsung dengan kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz sekitar tahun 1940-an. Penggunaaan kamera night vision dalam beberapa adegan filmnya juga menjadi sebuah langkah untuk membuat film ini unik.

Berbeda dengan film-film holocaust yang lain seperti Schindler's List (1993) atau The Pianist (2002), yang dimana adegan pembantaian di tampilkan secara gamblang dan sadis. Dalam film ini adegan-adegan pembantaian sama sekali tidak ditampilkan namun hanya digambarkan oleh suara-suara korban dari dalam kamp konsentrasi yang terdengar hingga ke dalam rumah keluarga Hoss.

Dengan alur yang terkesan lambat, film berdurasi 105 menit ini akan terasa lama, apalagi dengan dialog yang minim dan banyak mengandung metafora, film ini membuat beberapa orang mungkin akan merasakan bosan dan mengantuk, apalagi bagi yang tidak mengerti sama sekali soal kamp Auschwitz.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun