Menggagas Ulang Pasal 7 UU Pertahanan: Saatnya Indonesia Punya Lex Generalis Pertahanan Modern
“Lebih dari dua dekade sejak UU Pertahanan disahkan, ancaman terhadap kedaulatan kita sudah berubah wajah. Namun, landasan hukumnya masih tertinggal jauh dari dinamika zaman.
Lebih dari dua dekade sejak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disahkan, wajah pertahanan kita sudah banyak berubah. Ancaman tidak lagi datang hanya dari darat, laut, dan udara, tetapi juga dari dunia maya, ruang angkasa, informasi, dan bahkan ekonomi. Namun sayangnya, landasan hukum yang menjadi payung besar sistem pertahanan nasional masih tertinggal jauh dari dinamika ancaman baru tersebut.
Pasal 7 UU Pertahanan saat ini membagi sistem pertahanan negara menjadi dua jenis ancaman militer dan nirmiliter. Terlihat sederhana, tapi di balik kesederhanaannya tersimpan persoalan serius, pasal ini belum mampu berfungsi sebagai lex generalis, atau norma payung bagi seluruh kebijakan pertahanan nasional.
Pasal yang “Diam di Tempat”
Sebagai payung hukum tertinggi di bidang pertahanan, Pasal 7 seharusnya menjadi kompas arah bagi undang-undang lain seperti UU Industri Pertahanan (UU No. 16/2012), UU PSDN (UU No. 23/2019), dan UU TNI. Namun dalam praktiknya, setiap regulasi berjalan sendiri-sendiri, tanpa acuan menyeluruh yang memastikan keselarasan antar sektor.
Akibatnya, muncul tumpang tindih kebijakan, mulai dari pembinaan sumber daya nasional, mekanisme pembiayaan, hingga tata kelola industri pertahanan. Bahkan, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam hasil evaluasinya tahun 2024 menyebutkan bahwa UU Pertahanan belum berfungsi sebagai norma dasar sistem pertahanan semesta (BPHN, 2024).
Kebutuhan Akan Lex Generalis Pertahanan
Dalam sistem hukum modern, lex generalis berfungsi sebagai “induk norma” yang memayungi seluruh kebijakan turunan di bidang tertentu. Sayangnya, Pasal 7 UU Pertahanan kita masih bersifat deklaratif, menyatakan bahwa pertahanan diselenggarakan oleh TNI dan komponen bangsa lainnya, tetapi tidak menjelaskan bagaimana mekanisme koordinasi, integrasi, dan peran kelembagaan sipil dijalankan.
Padahal, di negara lain seperti Jepang atau Australia, National Defense Act mereka telah dirancang sebagai umbrella act yang menata seluruh subsistem pertahanan secara detail, mulai dari kebijakan, industri, hingga kesiapsiagaan nasional. Indonesia seharusnya bergerak ke arah yang sama, memperkuat landasan hukum pertahanan agar tidak hanya responsif, tapi juga strategis.
Menjawab Tantangan Zaman
Revisi Pasal 7 UU Pertahanan tidak sekadar soal redaksi, melainkan tentang arah politik hukum pertahanan Indonesia ke depan.
Rumusan pasal yang baru perlu menegaskan bahwa sistem pertahanan nasional bersifat multi-domain, terpadu, dan berkelanjutan meliputi dimensi darat, laut, udara, siber, ruang angkasa, dan informasi.
Dengan demikian, pertahanan tidak hanya dipahami sebagai urusan militer semata, melainkan sebagai ekosistem nasional yang melibatkan seluruh komponen bangsa.
“Pertahanan modern tidak dibangun di atas senjata semata, tetapi di atas kepastian hukum yang menjaga arah kebijakan tetap berpijak pada kedaulatan bangsa.”
Langkah Konkret ke Depan
Kementerian Pertahanan perlu memprakarsai penyusunan Naskah Akademik Revisi UU Pertahanan, disertai dengan Rancangan Permenhan tentang Sistem Pertahanan Multi-Domain sebagai langkah transisi. Selain itu, penguatan norma hukum ini akan menjadi fondasi bagi penyusunan Buku Putih Pertahanan 2025–2030 yang lebih komprehensif, adaptif, dan terintegrasi lintas sektor.
Langkah ini penting agar kebijakan pertahanan Indonesia tidak lagi bersifat sektoral, melainkan benar-benar semesta, melibatkan semua kekuatan bangsa, baik militer maupun sipil, dalam satu sistem yang utuh.
Penutup
Sejarah menunjukkan bahwa negara kuat bukan hanya karena militernya tangguh, tetapi karena hukumnya kokoh. Revisi Pasal 7 UU Pertahanan adalah momentum untuk meneguhkan arah politik hukum pertahanan nasional, agar Indonesia memiliki lex generalis yang bukan hanya melindungi wilayah, tetapi juga menjaga kedaulatan dalam setiap dimensi kehidupan berbangsa.
“Kedaulatan tidak hanya dijaga di medan perang, tetapi juga di ruang kebijakan hukum.”
📚 Referensi Singkat:
- Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). (2024). Laporan Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan tentang Pertahanan Negara Tahun 2024. Jakarta: Kemenkumham RI.
- Kementerian Pertahanan RI. (2020). Buku Putih Pertahanan Negara 2020. Jakarta: Kemhan RI.
- Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
📝 Tulisan ini merupakan refleksi pribadi penulis sebagai bagian dari upaya memperkuat arah politik hukum pertahanan nasional di tengah dinamika ancaman multi-domain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI