Dalam sebuah penelitian peserta dibagi menjadi 2 kelompok, mereka yang menerima mug dan mereka yang tidak. Kelompok yang mendpatkan mug diminta menentukan harga jualanya, sementara kelompok yang tidak mendapatkan mug diminta menentukan harga yang bersedia mereka bayarkan untuk membelinya.
Hasilnya menunjukan perbedaan besar :
kelompok penjual menetapkan harga rata-rata Rp.70.000
kelompok pembeli hanya bersedia membayar rata-rata Rp. 30.000
fenomena ini menunjukan bahwa seseorang cenderung memberi nilai lebih tinggi pada barang yang mereka miliki hal ini terjadi karena adanya "loss Aversion" yaitu kecendrungan manusia lebih takut kehilangan sesuatu daripada mendapatkan keuntungan. Contoh sederhanya adalah strategi "diskon hanya hari ini"sehingga membuat orang tergesa-gesa membeli produk karena takut kehilangan kesempatan, notifikasi promo E-commerse "pesan tinggal 2 barang lagi"membuat orang buru-buru membeli meskipun tidak terlalu membutuhkan. Selain itu kartu loyalitas pelanggan, biasanya supermarket menawarkan kartu dengan poin yang harus dikumpulkan sehinga orang lebih "memanfaatkan"poin agar tidak terbuang percuma atau orang tetap menyimpan koleksi hobi seperti mainan atau barang-barang tertentu meskipun tidak lagi dibutuhkan dan diminati karena merasa rugi jika menjualnya di bawah harga beli.
Loss aversion seringkali membuat Keputusan kita lebih emosional daripada rasional.
Ada 2 jenis mindset promotion mindset dan prevention mindset adalah 2 pendekatan dalam mengambil Keputusan. Promotion mindset seseorang berfokus pada potensi keuntungan dan pertumbuhan sebaliknya prevention mindset lebih menghindari kerugian dan menjaga stabilitas. Dalam konteks Pendidikan promotion dan prevention mindset mempengaruhi cara siswa belajar dan termotivasi. Siswa dengan promotion mindset berfokus pada pencapaian tujuan seperti mendapatkan nilai terbaik atau memenangkan lomba akademik sebaliknya siswa denga prevention mindset lebih focus menghindari kegagalan misalnya belajar keras untuk memastikan tidak mendapatkan nilai buruk. Contoh lain seperti seorang pelari dengan promotion mindset berlari untuk mendapatkan dan memenangkan medali dan pelari prevention mindset berlari hanya bertujuan agar tidak kalah dan tetap berada dalam perlombaan dan keduanya bisa mencapai garis finish tetapi dengan motivasi yang berbeda.
Danil Kahneman dalam bukunya thinking fast and slow membahas konsep yang relevan dengan promotion dan prevention mindset melalui prospect theory. Kahneman menjelaskan bahwa manusia cenderung lebih kuat motivasinya oleh rasa takut kehilangan (loss aversion) ketimbang potensi keuntungan. Ini selaras dengan prevention mindset Dimana seseorang lebih berfokus menghindari resiko atau kerugian. Kahneman menunjukan bagaiaman konteks dan framing mempengaruhi pilihan seseorang misalnya dua dokter memberi tahu pasien tentang operasi, dokter pertama mengatakan bahwa Tingkat keberhasilan operasi ini 90% sementara dokter kedua berkata operasi ini memiliki resiko kegagalan 10%, meski informasinya sama, pasien cenderung merasa lebih nyaman dengan peryataan dokter pertama karena fokusnya keberhasilan, bukan kegagalan atau dalam proses belajar guru yang berkata "jika belajarmu baik peluang suksesmu lebih tinggi" dan itu lebih memotivasi disbanding mengatakan "ika tidak belajar kamu mungkin akan gagal" ini menunjukan bahwa penyajian informasi mempegaruhi Keputusan seseorang meskipun informasinya secara logis sama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI