Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menghargai Teman yang Luar Biasa

21 Juni 2021   19:41 Diperbarui: 21 Juni 2021   19:57 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku lihat dan ku baca papan nama di gerbang sekolah ini. Sebuah nama yang sama sekali tak terlintas di pikiranku. Bahkan lebih bisa disebut meremehkan sekolah macam ini. Sekolah Luar Biasa. Sekolah untuk anak-anak idiot menurutku. 

Tak mungkin aku menginjakkan kaki di sekolah seperti ini. Bayanganku tentu saja hal yang menjijikkan sekaligus melihat kebodohan anak-anak seusiaku.

Namaku Cenna. Avicenna. Aku salah satu anak yang cerdas dibanding teman-teman sekelasku. Dan aku satu-satunya yang bisa badung di kelas, bahkan di sekolahku. Hanya aku yang boleh sombong.

Pernah aku menghajar teman sekelasku gara-gara nilainya lebih bagus daripada nilaiku. Aku dan orangtuaku dipanggil ke sekolah. Apakah aku dihukum? Tentu saja tidak! 

***

"Cenna, besok acara ulangtahun Hanum, adikmu. Besok kita pergi ke sebuah Sekolah Luar Biasa ya.. Kita berbagi di sana..", kata ibu membuyarkan keasyikanku main game.

Hanum, adik perempuanku satu-satunya. Dia sangat berbeda denganku. Dia lebih kalem. Lebih santun. Tidak pernah cari gara-gara di sekolah. Dia kelas tiga. Sementara aku kelas lima. Dia juga satu sekolah denganku.

"Iya, mas. Besok kita ke sana ya..", kata Hanum.

"Kenapa tidak ke restoran atau cafe, bu?", tanyaku tak mengerti jalan pemikiran ibu. Dan juga ayah.

Ibu mengernyitkan dahi. 

"Ya, karena kamu dan Hanum akan belajar banyak di sana..", jawab ibu.

"Belajar apa, bu? Tempat untuk orang-orang bodoh kok.. Apa tidak salah aku dan Hanum yang belajar kepada mereka?", tanyaku.

Ibu agak terkejut mendengar pertanyaanku. Tapi ibu kemudian tersenyum.

"Kamu belum mengerti, Cenn.. Nanti kamu akan mengerti..", kata ibu.

***

Aku masih berdiri terpaku di depan gerbang Sekolah Luar Biasa swasta ini.

"Ayo mas.. kita masuk ke dalam..", ajak Hanum.

Mau tak mau aku mengikuti langkah Hanjm. Ayah dan ibu sudah masuk ke dalam. Sementara kur-kue, makanan kemasan dan paket sembako dibawakan ke dalam oleh pegawai ayahku.

Ku lihat anak-anak seusiaku yang agak aneh itu. Mereka bersenda gurau. Bahkan bersama seorang guru. 

Ketika mereka melihatku dan adikku, mereka menyapa dan berebut bersalaman. Ku lihat raut wajah lugu yang bahagia dengan tawanya.

Hatiku diam-diam merasa nyaman dengan sambutan mereka. Rasa jijik dan meremehkan tiba-tiba hilang. Mereka sungguh menghargai orang atau teman, meski belum mengenal.

Adikku tertawa melihat tingkah teman-teman di sekolah ini. Aku juga akhirnya ikut bercanda bersama mereka.

Mereka sangat tulus. Bertengkar, tapi mudah akur kembali. Mudah minta maaf dan memaafkan temannya. Dan mudah mengucapkan terimakasih kepada orang lain. 

Mungkin mereka tak seberuntung aku yang sekolah di sekolah terbaik. Tapi mereka memiliki empati, dan simpati lebih daripada aku.

Betul kata ibu, meski mereka jauh di bawah kemampuanku, tetapi ternyata aku bisa belajar dari mereka. Terimakasih ibu dan ayah, telah memberikan pelajaran berharga untukku dan dik Hanum.

"Aku juga ingin baik kepada teman-temanku, seperti teman-teman di Sekolah Luar Biasa ini.. Terimakasih ibu, ayah..", ucapku kepada ibu dan ayah ketika pulang dari Sekolah Luar Biasa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun