Setelah sehari lelah berkutat dengan buku-buku dikampus, keringat bercucuran membasahi jilbab yang ia kenakan. Tubuhnya yang mungil sudah tidak tahan lagi untuk segera berbaring sejenak di sejuknya lantai kamar, sebelum dentuman bel nyaring menggetarkan seluruh jiwa santri. Disaat pintu kamar mulai terbuka, aroma tak sedap menyelisip kedalam hidung kecilnya. Aroma itu berasal dari sisa makanan yang bertumpuk di meja makan. Terlihat kasur-kasur yang masih bertengger didepan deretan lemari dan baju kotor yang membentuk gunungan tinggi membuat lelahnya bertambah rasa muak. Orang-orang sibuk menatap layar laptop dan handphone masing-masing, hingga mungkin hidung mereka tak lagi sadar telah bersahabat dengan aroma menyengatkan itu.
Titing, salah satu penghuni kamar pojok itu, menghela napas panjang. Ia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Rasa kesal, muak, dan ingin mengumpat selalu menyelimuti hati kecilnya sejak tinggal di kamar itu. Sedari kecil ia memang sudah dirantaukan oleh orang tuanya ke pesantren, karena bagi kedua orang tuanya pendidikan agama adalah pondasi utama dalam kehidupan. Memiliki orang tua yang religious membuatnya merasa dibenarkan untuk terus tinggal di lingkungan pesantren. Mulai dari pesantren kecil pada saat masih berada dibangku kelas 2 SD, hingga ia melanjutkan bertholabul 'ilmi di salah satu pondok pesantren besar di Banjarnegara lebih tepatnya Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin. Dari sanalah, Titing mulai memaknai akan pentingnya pendidikan agama yang membuatnya semakin kerasan untuk hidup menjadi seorang santri.Â
Berjalan hingga lebih dari 6 tahun, ia memutuskan untuk berpindah pesantren ke luar kota agar bisa melanjutkan pendidikan formal yang ia impikan. Dengan bayang-bayang pesantren yang akan ditempatinya itu sama seperti pesantrennya dulu. Dari segi pendidikan, lingkup pertemanan, peraturan, suasana dan sebagainya. Namun, nyatanya kini ia merutuki keputusannya sendiri. Menurut Titing, hanya pesantrennya dululah tempat terbaik dengan lingkungan ternyaman yang bisa mendukung perkembangan dirinya.
Hidup dengan selalu dikelilingi manusia dari berbagai latar belakang yang berbeda, membuatnya paham bahwa setiap orang memiliki kebiasaan dan cara hidup masing-masing. Titing yang memiliki teman dimana-mana, menjadikannya mampu berhadapan dengan berbagai karakter manusia. Ia juga sudah terbiasa untuk beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan baru yang ditempatinya. Namun kali ini, ia merasa tidak nyaman berada di kamar pojok itu. Ia merasa terganggu dengan kondisi kamar yang tak kunjung bersih. Teman sekamarnya seolah tak peduli akan kebersihan dan kerapian.Â
Titing berdecak pelan, melihat keadaan kamar yang berantakan, seolah menantangnya untuk segera merapikan. Dengan hati yang mulai mendidih, dan suasana pengap bercampur teriknya kilau matahari yang masuk melalui lubang-lubang ventilasi udara, membuatnya menggerutu, "Astaghfirulloh, ini kamar atau kandang ayam?" gumamnya pelan, tak ingin teman-temannya mendengar. Alih-alih ia khawatir mereka akan tersinggung dan menganggapnya sebagai orang yang sok suci atau terlalu cerewat, sehingga menimbulkan perselisihan yang merusak hubungan baiknya.Â
Manusia yang tengah diselimuti perasaan tidak enakan itu, memilih untuk menghela nafas panjang lalu mulai merapikan kamar. Berharap teman-temannya akan segera bangkit membantu. Meski berujung nihil, hal itu tidak memupuskan prinsip yang ia pegang untuk selalu mengambil hal baik dari apapun yang dikerjakan. Sia-sia, jika ia terus larut merutuki nasi yang telah menjadi bubur, hanya karena berada dilingkungan yang tak sesuai ekspetasinya.Â
Lengkung bulan sabit terukir indah pada wajahnya di kala kamar kembali tertata bak semestinya. Titing mungkin tidak bisa dengan mudah mengubah karakter teman-temannya, namun ia bisa untuk mengubah lingkungannya yang bisa menginspirasi sekitarnya. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Seseorang yang menjaga kebersihan lingkungannya sendiri, artinya itu merupakan bentuk kecil dari menjalankan keimanannya. Dan dari hal ini, ia belajar bahwa kebahagiaan tak selalu datang dari lingkungan sekitar, tetapi juga dari usaha untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi diri sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI