Mohon tunggu...
Zahra Mutiara Sulaiman
Zahra Mutiara Sulaiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Nasional - International Relations

Halo! Nama Saya Zahra Mutiara Sulaiman, seorang Mahasiswi aktif Hubungan Internasional di Universitas Nasional. Saya sangat memiliki banyak minat dalam hidup saya, tak terkecuali Program Studi yang saya tekuni saat ini. Belakangan ini saya sedang amat sangat tertarik mengenai Hak Asasi Manusia di seluruh penjuru dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Bagaimana Human Rights Watch Mempromosikan HAM, dalam Pelanggaran HAM di Sudan Selatan

31 Juli 2023   09:41 Diperbarui: 3 Agustus 2023   13:57 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara geografis Sudan Selatan terletak pada bagian Timur di benua Afrika, dan menyandang status sebagai "negara terbaru" di kawasan tersebut. Sudan Selatan telah merdeka setelah melepaskan diri dari Republik Sudan pada Juli 2011. Namun, kemerdekaan belum dirasakan oleh masyarakat Sudan Selatan, mengapa demikian?

Sudan Selatan mengalami konflik antarsuku yang berkepanjangan, yang telah menyebabkan kekerasan dan ketidakstabilan di negara tersebut. Sudan Selatan dilanda oleh krisis kelaparan yang serius, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti konflik, perubahan iklim, dan gangguan akses terhadap bantuan kemanusiaan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang meluas, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan perbudakan seksual, telah terjadi di Sudan Selatan. Kekerasan ini telah memperburuk situasi kemanusiaan di negara tersebut. Tantangan akses dan gangguan operasional, termasuk gangguan dalam memberikan bantuan kemanusiaan, telah menyulitkan upaya untuk membantu populasi yang terkena dampak. Meskipun Sudan Selatan telah merdeka, namun masyarakatnya masih menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang memperburuk situasi kemanusiaan di negara tersebut.

Konflik di Sudan Selatan selalu melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan di bawah hukum internasional, yang merupakan penyebab utama dari krisis kemanusiaan di negara tersebut. Kekerasan tidak hanya terjadi antar komunitas, tetapi juga antara kelompok bersenjata dan aparat pemerintah. Kurangnya perjanjian pembagian kekuasaan antara banyak faksi saingan Sudan Selatan dalam perang saudara yang berakhir pada 2018 telah meragukan perdamaian yang rapuh.

Pada tahun 2020 tercatat Pelanggaran hak asasi manusia yang signifikan di Sudan Selatan meliputi: laporan pembunuhan, penculikan, penyiksaan dan penggunaan tentara anak-anak oleh kelompok pemberontak; kurangnya investigasi dan akuntabilitas atas kekerasan terhadap perempuan; perdagangan manusia; kriminalisasi perilaku sesama jenis konsensual; dan pekerja anak.

Human Rights Watch merupakan sebuah organisasi non-profit, non-pemerintah yang berbasis di New York. Tujuannya adalah untuk mempromosikan hak asasi manusia dan keadilan di seluruh dunia. Saat ini, Human Rights Watch mulai menggunakan penelitian statistik, fotografi satelit, dan analisis data bom, di antara metodologi baru lainnya. Menggabungkan pencarian fakta di lapangan dengan teknologi baru dan advokasi inovatif menjadikan Human Rights Watch menjadi semakin terdepan dalam mempromosikan hak asasi manusia di seluruh dunia.

Dalam Krisis Kemanusiaan di Sudan Selatan, Human Rights Watch telah menyatakan keprihatinan tentang permasalahan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Sudan Selatan. Dalam sebuah laporan, Human Rights Watch meminta pemerintah Sudan Selatan untuk segera menyelidiki kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, memberikan perlindungan dan layanan kepada para penyintas, serta meminta pertanggungjawaban.


Sejauh ini, Human Rights Watch juga telah memantau situasi hak asasi manusia di Sudan Selatan dan telah mengusulkan sepuluh prioritas yang harus menjadi dasar agenda hak asasi manusia yang komprehensif berdasarkan kewajiban Sudan Selatan yang ada dalam Bill of Rights, perjanjian hukum internasional dan regional, hukum adat, dan reformasi hak asasi manusia yang terdapat di the Revitalised Agreement on the Resolution of the Conflict in the Republic of South Sudan (R-ARCSS). Human Rights Watch sendiri memiliki tiga prioritas utama yang saling terkait: perlindungan sipil, bantuan dan tanggapan kemanusiaan, dan akuntabilitas.

Human Rights Watch telah menyelidiki kekerasan di Darfur Barat, dan jelas bahwa serangan-serangan ini sejak 2019 bukanlah "antar-komunal" melainkan pertempuran antar komunitas lokal, Human Rights Watch menunjukkan bahwa anggota Rapid Support Forces, bersama dengan milisi Arab, menjadi pusat serangan. Human Right Watch juga mengadvokasi perluasan embargo senjata internasional di Sudan Selatan, serta melaporkan tentang respons medis yang tidak memadai bagi para penyintas kekerasan seksual dan berbasis gender di Sudan Selatan.

Sampai saat ini, belum terlihat serta belum ada informasi mengenai Pemerintah Sudan Selatan yang telah mengambil tindakan yang memadai untuk menangani masalah hak asasi manusia yang diangkat oleh Human Rights Watch. Dari apa yang sudah di suarakan oleh Human Rights Watch, terdapat beberapa langkah umum yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh pemerintah Sudan Selatan untuk mengatasi perasalahan ini, antara lain:

1. Meningkatkan fungsi sistem peradilan untuk memastikan bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia memiliki akses ke proses hukum yang adil dan tidak memihak;

2. Mengambil langkah-langkah untuk melindungi warga sipil dari kekerasan dan memastikan keselamatan mereka, termasuk meminta pertanggungjawaban kepadan mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun