Bismillahirrahmanirrahim
Nabi Muhammad Saw adalah teladan hidup kita sepanjang zaman. Nabi adalah rahmat bagi sekalian alam atau rahmatan lil alamin. Bahkan Allah dalam Alquran Surat Ali 'Imran Ayat 31 berfirman yang Artinya: "Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Maka kita harus mengikuti
Nabi Muhammad Saw sebagai wujud rasa cinta kita kepada Allah.Â
Kisah hidup Nabi Muhammad Saw juga perlu diketahui oleh setiap muslim. Bahwa Nabi Muhammad adalah sosok Nabi yang memiliki profesi sebagai pedagang sukses karena kejujuran dan kegigihannya. Nabi adalah pedagang yang kaya raya, namun harta Nabi Muhamad digunakan untuk keperluan umat . Nabi Muhammad adalah figur yang dermawan dan menjadikan seluruh hartanya untuk perjuangan agama Islam
Meskipun Nabi juga pernah mengalami masa masa sulit terutama saat Perang Khandaq. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah miskin sampai tidak memiliki makanan sehingga mengganjal perutnya dengan batu. Namun Sebenarnya itu hanya terjadi pada satu kejadian saja dan tidak berlangsung setiap hari.Â
KH. Ahmad Bahauddin Nursalim Al Hafiz Hafizahullah atau yang dikenal dengan nama Gus Baha mengatakan, "Saya bacakan syarahnya dan simak baik baik agar kamu tahu bahwa fatwa saya ini tidak main main. Ukuran hidup yang benar di dunia itu pokoknya kamu punya penghidupan yang baik, hidup nyaman dan hati gembira. Dan bisa menjaga diri dari meminta minta kepada teman atau saudara ketika butuh."Ujar Gus Baha yang juga Rois Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini
Gus Baha mencontohkan bahwa, misalkan ada guru Madrasah yang bisa membaca kitab Taqrib. Dia tidak usah membayangkan punya uang sebesar 1 miliar. Tetapi bisa memiliki uang sebesar 2 juta saja, sehingga bisa memiliki kemampuan membawa anak ke puskesmas ketika sakit. Serta ketika tetangganya ada yang khitan atau menikah juga masih memiliki uang. Sehingga tidak mengeluhkan bahwa ada tetangganya yang menikah atau khitan. Lalu tidak menjadi orang yang karena kemiskinanya menyalahkan orang banyak.
Gus Baha bertutur, "Maka janganlah sampai terjadi jika hanya punya uang 5 ribu rupiah lalu ada tetangga yang menikah malah mencela dan berkata mengapa ada saja yang menikah di saat susah. Ketika ada Haul Kyainya lalu berkata waduh kok haul lagi saja. Jadi semuanya dianggap problem. Untuk menghindari keluhan seperti itu maka penting untuk memiliki uang yang bisa mengatasi itu semua. Gus Baha masih mengingat ketika masih merantau dahulu masih memiliki uang minimal 300 ribu. Uang itu beliau sisihkan untuk keperluan mendadak tetangga atau untuk urusan perjuangan. Karena uang sejumlah itu beliau anggap sebagai uang milik Allah. Jadi jika berkisar keperluan itu semua beliau anggap  sebagai uang milik Allah."
"Sementara sekarang ini kecukupan itu kita anggap ketika masih memiliki uang minimal 2 juta rupiah. Sebab jika nanti apabila ada tetangga yang menikah tidak kemudian menjadi takut. Ada keponakan yang khitan tidak menjadi takut, ada haul guru juga tidak menjadi takut. Namun yang terjadi pada anak zaman sekarang ini, alumni pondok hanya memiliki uang sebesar 10 ribu rupiah. Miris sekali, ketika uangnya hanya cukup untuk berbelanja makanan. Sehingga takut jika ada haul guru atau jika ada tetangga yang menikah atau jika ada keponakan yang dikhitan. Gus Baha menegaskan bahwa keadaan seperti itu berbahaya. Sebab saat seseorang miskin dia akan takut dengan sistem sosial. Kemudian takut jika sudah sampai pada bulan zulhijah karena banyak menikah," Imbuh Gus Baha
Fatwa Gus Baha ini berasal dari Kitab Hikam yang ditulis oleh Ibnu Athaillah Assakandari, agar orang orang yang zuhud itu tidak berlebihan ketika berfatwa untuk menjadi seperti mereka. Jadi kita sebaiknya harus memiliki uang yang kira kira bisa menjaga agar hidup merasa nyaman dan hati serta tubuh merasa tenteram. Serta bisa menjaga diri dari meminta minta ketika sedang ada kebutuhan. Istilahnya memiliki uang untuk kebutuhan mendadak.Â
Namun diharapkan bagi yang belum mampu atau miskin sebaiknya tidak perlu tersinggung dengan fatwa semacam ini. Sebab bisa saja itu adalah cobaan dan takdir. Jika sudah begitu yang penting sekarang dimulai dengan merubah pola pikir. Meski miskin kita juga tetap mempunyai keinginan (meskipun belum tercapai) memiliki uang sebesar biaya wajib haji.Â