Mohon tunggu...
Zahra. Lia
Zahra. Lia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi melukis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mesin Waktuku

29 September 2022   20:05 Diperbarui: 30 September 2022   19:57 2296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  "Nggak, gak ada apa apa", ucapku.

  "Iya nanti saya selesaiin masalahnya, saya cuman mau minta maaf sama ibu apalagi sampai ada masalah kaya gini, soalnya saya merasa anak anak di jemputan itu tanggung jawab saya", jawab om.

  "Iya gapapa om, dan makasih banyak juga mau meluruskan masalah ini, soalnya saya benar benar gatau tentang masalah ini", jawab ibuku.

  "Iya Bu, sama sama, saya pamit dulu ya Bu, ibu tenang aja", ucap om sambil bangkit dari duduknya.

  "Iya om makasih, maaf ngerepotin", jawab ibu sambil mengantar om keluar rumah.

  "Iya Bu sama sama, assalamualaikum",  ucap om.


  "Waalaikumsalam",  jawab ibu.

  Hari hari berikutnya, sering kulihat om keluar masuk ruang guru, namun aku tidak mau ambil pusing karena pikirku aku tidak berhak ikut campur, bagaimana pun juga aku hanya jadi saksi. Dan ternyata kasus ini sudah menyebar ke seluruh siswa di sekolah. Waktu itu saat kami bertiga ekskul marching band setelah ashar, kami bertemu dengan bu Endah, saat itu yang baru datang hanya kami bertiga dan tentu ana

  "Itu tuh ajak ana nya", suruh Bu Endah dengan nada memaksa.

  Kami hanya mengangguk, karena memang setelah kejadian itu, kami memutuskan lebih baik menjaga jarak dengan ana, kami tidak mau berurusan dengannya lagi takut terjadi kesalah pahaman. Saat semua anggota ekskul berkumpul, mereka membicarakan kasus yang sedang hangat dan menanyakan kebenarannya pada kami, ntah apa yang ada dipikiran kami dan sekuat apa mental kami, kami hanya menanggapinya dengan cuek dan biasa saja dan mereka akhirnya diam ketika mendengar jawaban kami.

  Waktu terus berjalan dan kami menyikapi hal ini dengan biasa saja, kami main, belajar dan tertawa seperti biasa seperti tidak terjadi apapun, namun tetap masih ada rasa trauma untuk berdekatan dengannya. Dan pihak sekolah pun tidak menindak lanjuti masalah ini, entah kita yang tidak tau apa apa atau mungkin saja sudah selesai masalahnya, hanya om, guru dan Allah yang tahu. Kami dan ana memutuskan untuk menjalani kehidupannya ke jalannya masing masing, karena walaupun dalam hati sudah saling memaafkan, tetap ada rasa tak nyaman bila harus berdekatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun