Seiring dengan datangnya bulan ramadhan, biasanya akan disertai dengan naiknya berbagai macam harga kebutuhan pokok masyarakat, terlebih lagi ketika menjelang akhir bulan, harga-harga akan dengan cepat melonjak naik sampai seratus persen diatas harga normal. Dan menurut rumus yang sudah baku di pasar Indonesia, ketika sebuah harga dari suatu barang sudah naik, maka akan sangat sulit bahkan bisa dibilang sedikit mustahil untuk bisa turun lagi.
Bulan Konsumerisme
Bagi orang yang berduit, bulan ramadhan sering dijadikan sebagai ajang untuk memamerkan harta kekayaannya yang diperoleh dari hasil jerih payah selama bekerja. Seolah tidak peduli dengan kesulitan yang dihadapi orang lain, yang penting bagi dia adalah sebuah ”prestise”.
Dengan mobil diganti, rumah direnovasi, perabotan rumah tangga dibeli dan hal-hal lain yang juga serba baru, HP baru, baju baru, sepatu baru, celana baru, sarung baru, kopiah baru (mungkin juga nambah istri baru), kesemuanya itu bisa melahirkan sebuah sensasi luar biasa bagi dia, rasa terpuaskan. Parade gaya konsumerisme justru menemukan puncaknya pada minggu-minggu terakhir bulan Ramadhan. Mulai dari pasar-pasar tradisional sampai ke mall-mall yang super elit pasti akan dipenuhi oleh kerumunan orang yang dengan semangatnya membelanjakan uang mereka.
Bagi si miskin Ramadhan tidak lagi menjadi bulan yang penuh berkah. Keindahan ramadhan hanya bisa dimiliki oleh sikaya. Simiskin hanya bisa berharap, kelak ketika dia dibangunkan pada hari penghisaban bisa dimasukan kedalam surganya Allah SWT dan bisa bebas menikmati segala kenikmatan yang tidak pernah dia dapatkan selama di dunia.