Mohon tunggu...
Yayuk CJ
Yayuk CJ Mohon Tunggu... Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Peran Guru dalam Memotivasi Siswa yang Kurang Tersorot dalam Lomba dan Aktivitas Akademik

14 Oktober 2025   17:00 Diperbarui: 15 Oktober 2025   08:23 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by AI - Dokumen pribadi

Setiap siswa memiliki kapasitas berbeda. Guru harus memberikan tantangan yang tidak terlalu sulit, tetapi cukup menantang, agar siswa merasa bisa berhasil. Target lomba atau kompetisi bisa disesuaikan sesuai kemampuan masing-masing.

9. Mentoring Kecil dan Pembinaan Kompetensi

Siswa yang terpilih dan yang belum terpilih bisa dikelompokkan untuk bimbingan: kelompok persiapan lomba, kelompok pengembangan minat, lokakarya keterampilan ekstra. Ini memberi ruang belajar bagi semua siswa.

10. Evaluasi dan Refleksi Terbuka

Setelah lomba, guru bersama siswa bisa melakukan refleksi: apa yang sudah baik, apa yang bisa diperbaiki, bagaimana perasaan siswa tentang proses seleksi, dan bagaimana agar di lomba mendatang lebih inklusif.

Implementasi dalam Bentuk Praktis

Berikut contoh alur implementasi agar seleksi lomba lebih adil:

  1. Pengumuman terbuka bahwa akan ada lomba, dan semua siswa boleh mendaftar atau menunjukkan ketertarikan.
  2. Guru menyusun kriteria seleksi terbuka (bukan hanya nilai tinggi) seperti minat, usaha, kemauan, kehadiran.
  3. Adakan seleksi internal (kuis mini, presentasi singkat) untuk memilih wakil.
  4. Rotasi wakil tiap tahun, yang pernah menjadi wakil bisa digantikan oleh siswa lain tahun berikutnya.
  5. Siswa yang tidak terpilih tetap mendapatkan tugas atau proyek alternatif agar mereka tetap aktif.
  6. Setelah lomba, lakukan evaluasi dan apresiasi umum kepada semua peserta, bukan hanya pemenang.

Tantangan yang Dihadapi Guru & Solusi Praktis

Tantangan

  • Waktu terbatas, di mana banyak guru merasa tidak punya cukup waktu untuk bimbingan individu atau seleksi tambahan.
  • Beban administratif yakni pelaporan, tugas tambahan membuat guru kewalahan.
  • Tekanan prestasi sekolah, bahwa sekolah kadang mengutamakan kemenangan lomba sebagai citra, sehingga memilih siswa yang “aman”.
  • Sumber daya terbatas dengan ralitas bahwa dana, fasilitas, bahan pembelajaran dan pelatihan mungkin kurang memadai.
  • Skeptisisme sebagian siswa yang terjadi karena siswa sudah terbiasa bahwa mereka tidak pernah dipilih, sehingga tidak mau mencoba.
  • Resistensi budaya sekolah akan terus terjadi bila tradisi memilih siswa unggulan sudah mengakar, perubahan butuh waktu dan konsistensi.

Solusi

  • Jadwal bimbingan terstruktur dengan menyisipkan waktu khusus setiap minggu untuk mentoring siswa “non-wakil”.
  • Menyederhanakan administrasi  di mana sekolah membantu guru dalam tugas administratif agar guru punya ruang pengabdian pedagogis.
  • Kampanye budaya inklusif yang dilakunan kepala sekolah dan guru bersama membangun budaya bahwa semua siswa punya potensi.
  • Kolaborasi dengan orang tua dan komunitas dengan harapan dukungan luar bisa membantu pembinaan siswa.
  • Pelatihan guru sebagai langkah strategi motivasi, pengelolaan kelas, dan metode pembelajaran inovatif.
  • Monitoring dan evaluasi dengan terus memantau dampak seleksi inklusif terhadap motivasi dan prestasi siswa.

Fenomena di mana sekolah atau guru hanya memilih “siswa unggulan” untuk lomba berisiko melemahkan motivasi siswa yang kurang terlihat. Padahal, banyak siswa berpotensi besar yang tak tersentuh hanya karena belum diberi kesempatan.

Guru memiliki peran sentral untuk menjembatani ketidaksetaraan ini  dengan memetakan potensi tersembunyi, memberi kesempatan rotasi, mendesain kompetisi kelas, dan membangun hubungan emosional yang mendukung.

Melalui strategi praktis, seleksi terbuka, mentoring, evaluasi bersama, dan inovasi metode, guru bisa menyuburkan motivasi pada seluruh siswa, tidak hanya pada “bintang”. Tantangan pasti ada, mulai dari waktu, beban administratif, hingga budaya prestasi sekolah, tetapi dengan komitmen dan kolaborasi antara guru, sekolah, orang tua, dan siswa, perubahan bisa diwujudkan.

Semoga sharing tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi dan pemicu aksi: agar setiap siswa merasa dihargai, memiliki kesempatan, dan termotivasi untuk mengekspresikan potensi terbaiknya. Salam semangat! (Yy).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun