Metafora "usia medium well" yang kini viral di media sosial hadir sebagai cermin fase hidup, bukan terlalu muda, namun juga belum sepenuhnya matang.
Pada fase usia ini, kita memasuki usia di mana ketika berkumpul dengan kaum muda kita "ketuaan", sedangkan ketika berkumpul dengan usia lanjut kita "kemudaan".
Dalam dunia kuliner, medium well adalah steak yang sudah matang hampir sepenuhnya dengan sedikit rona merah muda di tengahnya; begitu pula dalam kehidupan, istilah ini menggambarkan fase pertengahan 30-an hingga awal 40-an, saat seseorang telah matang secara emosional, finansial, dan sosial, namun tetap menyimpan sentuhan kehangatan muda.
Bahkan panggilan seperti Mbak, Tante, atau Ibu tak lagi terasa membingungkan, melainkan bagai pelukan hangat yang menandakan bahwa identitas kita tersambung lewat berbagai lapisan relasi.
Penggunaan platform seperti TikTok, Instagram, atau Facebook menjadi medium untuk membentuk identitas. Di usia medium well, kita tak hanya eksis di media sosial, tetapi membangun narasi diri yang mencerminkan kombinasi antara bijak dan energik.
Identitas bukanlah topeng yang harus dipertahankan, melainkan kisah fluktuatif yang terbentuk dari panggilan dan ekspektasi sosial di mana “matang hampir sepenuhnya” menjadi sebuah kemewahan: matang, tapi tidak kering.
Tahap Generativitas dan Stagnasi
Dalam konteks psikologi, fase ini sejalan dengan tahap generativity vs stagnation menurut Erik Erikson, fase dewasa tengah (sekitar 40–65 tahun) di mana individu diberi tantangan untuk berkontribusi secara bermakna kepada generasi berikut dan masyarakat.
Generativitas menyentuh melalui peran sebagai mentor, pembangun komunitas, atau penggerak perubahan, menghadirkan rasa produktivitas dan relevansi, sedangkan stagnasi bisa menjebak dalam kebosanan dan ketidakpuasan.