Mohon tunggu...
Yayuk CJ
Yayuk CJ Mohon Tunggu... Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pasar Comboran dan Kenangan yang Tak Pernah Usang

5 Agustus 2025   19:30 Diperbarui: 6 Agustus 2025   14:15 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang barang antik di Pasar Comboran - Dok. Pribadi 

Benda itu dilas, dicat, dilukis, hingga menjelma menjadi lampu hias yang bernyawa. Seolah Bapak sedang berdialog dengan benda mati dan menghidupkannya kembali, laksana Paman Gepetto yang menghidupkan sosok Pinokio.

Namun Comboran bukan hanya tentang kenangan pribadi, ia adalah bagian dari sejarah panjang Kota Malang.

Tempat ngetem dokar atau delman dan juga cikar untuk nyombor 1930 - Dok. FB @Ian Sanu Shetty
Tempat ngetem dokar atau delman dan juga cikar untuk nyombor 1930 - Dok. FB @Ian Sanu Shetty

Jejak Trem, Delman, Loak, dan "Nyombor"

Comboran bermula sejak sekitar tahun 1900, masa pemerintahan Hindia Belanda. Kawasan ini adalah jalur trem kota Malang hingga tahun 1950-an. 

Kawasan Comboran ini juga berfungsi sebagai pasar transit hasil pertanian, tempat di mana para petani menjual hasil panenannya sembari menunggu jalur trem ke tujuan berikutnya.

Tampak rel kereta api di depan penjual aneka baut dan parfum murah - Dok. Pribadi 
Tampak rel kereta api di depan penjual aneka baut dan parfum murah - Dok. Pribadi 

Area penjualan atau pasar ini berada di seputar Jalan Prof. Moh. Yamin, Jalan Sartono, S.H., Jalan Irian Jaya, Jalan Halmahera (sepanjang rel kereta api Pertamina) hingga Jalan Besi. Masa Kolonial Belanda, kawasan Jalan Prof. Moh. Yamin dan Jalan Sartono, S.H. menjadi satu dengan nama Van Oorschot Weg.

Van Oorschot Weg (sekarang Jalan Prof. Moh. Yamin dan Sartono, S.H.) - Dok. FB @Ahmad Fahmi Shahab
Van Oorschot Weg (sekarang Jalan Prof. Moh. Yamin dan Sartono, S.H.) - Dok. FB @Ahmad Fahmi Shahab

Lokasinya strategis, dekat jalur trem dan kereta jarak pendek yang menghubungkan wilayah-wilayah seperti Pakis, Tumpang, Singosari, hingga Alun-Alun dan Kayutangan.

Di kawasan ini pula, puluhan dokar biasa "ngetem" sambil memberi minum kuda mereka. Dari aktivitas inilah muncul istilah "nyombor", bahasa Jawa untuk memberi minum atau "bedhol pathok" kuda-kuda delman, yang kemudian melahirkan nama Comboran.

Jalur trem kawasan Kotalama dekat Comboran tahun 1930 - Dok. KITLV
Jalur trem kawasan Kotalama dekat Comboran tahun 1930 - Dok. KITLV

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun