Sepanjang jalan di depan Sanggar dan Galeri Batik Anjani dipenuhi 78 kelompok bantengan bocil yang datang dari berbagai wilayah di seluruh kota Batu. Mereka datang dengan topeng, gamelan, dan semangat yang membara.
Bantengan anak-anak ini adalah bentuk nyata regenerasi budaya mereka; tampil tanpa beling, tanpa kalap, tanpa kerasukan membabi buta. Namun tetap menampilkan gerakan gagah, suara semangat, dan ekspresi budaya yang kuat.
"Sebenarnya yang kerasukan itu bukan hal negatif, kalau ada pawang dan diarahkan. Tapi kita ajarkan juga sisi spiritual dan disiplinnya," kata salah satu pelatih bocil bantengan.
Yang lebih menggembirakan, puncak perayaannya belum selesai. Pada 4 Agustus 2025 nanti, akan digelar "Festival 1000 Banteng se-Malang Raya ke-17"Â yang dipusatkan di Alun-Alun kota Batu. Sebagai event tahunan, ini bukan hanya pertunjukan akbar, tapi juga simbol bahwa budaya lokal bisa jadi magnet wisata sekaligus ruang ekspresi generasi muda.
Bazar UMKM: Menampilkan yang Tersembunyi
Di sela festival, digelar pula bazar kuliner UMKM. Stand-stand kecil dengan banner unik khas Jawa yang kental menjual berbagai produk: jeruk peras, jenang apel, jajan pasar dan tradisional, ketan hitam, jamu tradisional, hingga olahan kekinian. Ada pula camilan sehat, seperti ubi, ketela, dan pisang rebus hasil kebun mereka sendiri.
Yang membuat bazar ini unik bukan sekadar produknya, tapi semangat di baliknya. Banyak dari pelaku UMKM ini adalah ibu-ibu rumah tangga, lansia, atau anak muda yang dulunya tak percaya diri memasarkan produknya. Sekarang, mereka saling menyemangati, saling belajar, dan berani menawarkan hasil karya mereka dengan bangga.
Bazar UMKM yang unik, menarik, dan indah oleh Ibu-Ibu PKK - Dok. Pribadi

Bumiaji Mengajarkan Cara Berseri
Setelah satu hari penuh menjelajah Desa Sejahtera Astra Bumiaji, saya tak hanya membawa pulang pia apel dan keripik jambu kristal. Saya membawa pulang harapan.
Harapan bahwa desa bisa menjadi pusat perubahan, bahwa budaya bisa mendidik sejak dini, bahwa perempuan bisa memimpin ekonomi keluarga, dan bahwa anak-anak bisa mencintai tanahnya sendiri lewat seni, bukan sekadar lewat pelajaran.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!