Sendangsono juga menjadi contoh tempat ziarah yang peduli pada lingkungan. Dalam peringatan 118 tahun baptisan pertama, dilakukan penebaran benih ikan dan pembagian bibit Indigofera untuk mencegah tanah longsor. Ada pula gerakan menghidupkan keanekaragaman hayati, mengurangi pupuk kimia, dan membina kelompok tani yang ramah alam.
Lingkungan di sekitar Sendangsono memang rawan longsor. Namun justru dari tantangan itu lahir semangat kolektif untuk merawat bumi—sebuah ajaran iman yang diterjemahkan dalam tindakan nyata.
Menjaga Warisan, Menumbuhkan Harapan
Ziarah bukan hanya perjalanan menuju tempat suci. Ia adalah perjalanan ke dalam hati. Sendangsono menghadirkan ruang untuk itu: keheningan yang memberi jawaban, keteduhan yang menenangkan, dan kisah sejarah yang menginspirasi.
Sebagai ruang spiritual, Sendangsono terus hidup dari waktu ke waktu. Di tengah dunia yang cepat dan bising, tempat ini menjadi titik hening yang meneduhkan. Di bawah pohon sono, di antara aliran air jernih, umat masih datang. Mereka menyalakan lilin, berlutut, berdoa.
Dan dalam hening itulah, suara Tuhan pelan-pelan terdengar: melalui doa Maria, melalui alam, melalui iman yang diwariskan para leluhur, melalui cinta yang tak pernah lekang oleh waktu.
Salam Lestari! (Yy)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI