Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Senyuman Seribu Makna, Bahasa Cinta Terakhir dari Ibu Tercinta

18 September 2025   17:40 Diperbarui: 22 September 2025   11:14 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penderita demensia, alzheimer, atau penyakit pikun. (Sumber: freepik.com via kompas.com)

Dalam heningnya sebuah kamar, di penghujung senja kehidupannya, ada seorang ibu yang mengajarkan kami arti cinta yang paling murni. Ia adalah sosok yang kami rawat, seorang lansia yang penyakitnya telah merenggut kemampuannya untuk berbicara. 

Kata-kata tak lagi bisa ia rangkai, keluh kesah tak pernah bisa ia sampaikan. Komunikasi kami menjadi perjalanan satu arah; kami berbicara, ia mendengar. Kami merawat, ia menerima.

Sebagai seorang caregiver demensia atau penyakit lainnya yang membungkam, hari-hari sering kali diisi dengan pertanyaan tanpa jawaban.

"Apakah ibu nyaman?"
"Apakah ada yang sakit?"
"Apakah ibu bahagia?"

Kami hanya bisa menebak lewat sorot matanya, lewat genggaman tangannya yang terkadang mengerat.

Namun, di tengah demensia itu, ada satu momen yang menjadi jawaban atas segala tanya. Momen itu adalah saat anak-anak dan cucu-cucunya datang berkumpul.

Ketika suara riang cucu-cucunya mengisi ruangan, ketika wajah anak-anak yang ia cintai mengelilinginya, sebuah keajaiban kecil terjadi. 

Wajahnya yang biasanya tenang dan datar, perlahan merekah. Sebuah senyuman tulus terbit di bibirnya. Senyuman itu bukanlah senyum biasa. Itu adalah senyuman dengan seribu makna.

Kebersamaan saat ditemani adinda tercinta/dokpri
Kebersamaan saat ditemani adinda tercinta/dokpri

Dalam senyuman itu, kami melihat segalanya. Ada binar kebahagiaan yang tak terucap, ada rasa syukur yang meluap-luap. Seolah ia ingin berkata, "Terima kasih sudah di sini. Melihat kalian semua adalah obat terbaikku. Aku bahagia." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun