Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Celoteh Matahari Kecil Ku

21 Juli 2021   03:06 Diperbarui: 21 Juli 2021   05:30 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENIKAH lagi, jelas bukan menjadi impian semua orang. Apalagi diriku yang hanya seorang lelaki petualang. Nyatanya hal itu tetap terjadi. Meski dengan taruhan lahir dan batin, Aku harus jalani kehidupan ini. Semua Aku anggap sebagai jalan kehidupan dari takdir Tuhan. Pastinya Aku harus jalani dengan segenap tanggung jawab sebagai seorang lelaki sejati. Lagi pula, hanya lelaki yang bernyali yang bisa melakukannya.

Tak terasa, kehidupan itu sudah kujalani enam tahun lebih. Semua beban lahir bati Aku tanggung tanpa harus mengeluh. Aku harus tunjukkan pada semua orang, bahwa tanggung jawab itu berat. Tapi sebagai lelaki sejati, semua harus dilakukan demi amanah Tuhan dan menafkahi dua keluarga sekaligus. Itu tanggung jawab lelaki sebagai sosok ayah.

Jujur, Aku tak pernah peduli dengan ocehan orang. Mereka menghasut, mengumpat, bahkan memfitnah. Biarlah! Mereka punya jalan pikiran sendiri. Bagi Ku, satu hal terpenting adalah mampu laksanakan tanggung jawab sebagai seorang suami dan sebagai ayah dari ketiga anak-anak Ku.

Putri pertama ku, kini akan meraih gelar sarjana. Sedangkan putri kedua Ku, baru saja memasuki bangku SMA. Keduanya terlahir dari istri pertama Ku. Sementara putri ketiga ku, kini masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Sosok putri kecil yang periang, cerdas, dan banyak akal. Dirinya terlahir dari istri kedua Ku. Ketiga putriku ibarat matahari bagi kehidupan pribadiku.

Sebagai lelaki, suami, dan seorang ayah, tak ada kata malas dalam hidup Ku. Semua pekerjaan halal harus Aku lakukan demi tercukupinya kebutuhan hidup kedua keluarga Ku. Bahkan Aku sudah tak mempedulikan lagi waktu siang atau malam. Aku berdaya upaya memeras otak dan pikiran Ku agar mampu mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Semua Aku jalani ikhlas demi masa depan ketiga matahari Ku.

Bagi Ku, Tuhan Maha Adil lagi Bijaksana. Tuhan tak kan membiarkan hamba-NYA yang berusaha melakukan tanggung jawab. Rejeki masing-masing orang, Aku yakini sudah diberikan. Tinggal bagaimana seseorang itu mau bekerja keras agar mampu meraih rejeki yang sudah disediakan Tuhan. Motivasi itulah yang selalu menancap dalam hati dan benak Ku. Hingga Aku tak kan pernah berputus asa untuk menggali rejeki itu. Meski pun, terkadang Aku benar-benar lupa waktu.

Berhutang sana-sini acap kali terpaksa Aku lakukan. Setidaknya untuk menunggu rejeki yang bakal Aku terima. Hanya saja waktunya sedikit telat. Aku memaklumi hidup Ku yang seperti itu. Sebab Aku juga meyakini bila Tuhan menguji setiap hamba-NYA, pasti diukur dengan kekuatan dan kemampuan dari hamba-NYA itu sendiri.

Hari-hari Aku jalani tanpa keluhan apalagi putus asa. Pikiran Ku terus terpacu agar selalu terinspirasi sekaligus berkreatifitas. Semua harus Aku paksa lakukan. Semua harus mampu Aku lakukan. Semua harus dapat Aku perbuat. Semua tak lain demi ketercukupannya hidup dan kehidupan istri dan anak=anak Ku.

Hidup bagai tanpa beban. Pikiran Ku tetap liar dan tak terbatas. Mencoba menembus batas-batas kewajaran. Bagi orang lain yang mengatakan tidak mungkin, bagi Ku hal itu menjadi mungkin. Prinsipnya, selagi niat kita baik, maka semua akan berjalan baik pula. Selagi kita mampu bekerja, tentu saja haram hukumnya untuk mengemis.

Satu hal lagi yang membuatku kuat hingga hari ini. Aku selalu belajar dan berusaha untuk bersyukur dengan kondisi kehidupan Ku. Awalnya memang berat, tapi setelah Aku belajar sedikit demi sedikit, nyatanya lahir batin lebih nyaman dan tenteram dalam menghadapi segala cobaan. Bersyukur atas semua nikmat dan berkah Tuhan yang masih sangat menyayangi Ku.

Beban berat dipundak Ku, nyatanya mampu Aku jalani dengan penuh kegigihan. Rasa bersyukur selalu Aku jadikan pemompa semangat Ku dalam menjalani kehidupan ini. Apalagi sorot mata dan raut wajah ketiga matahari Ku selalu menjadi pencerah dan penunjuk jalan bagi Ku dalam mengais rejeki halal. Hidup terasa santai, nyaman, dan benar-benar berguna bagi keluarga maupun orang-orang di sekitar kehidupan Ku.

Kehidupan yang Aku jalani sehari-hari, kini rasanya kian menantang. Sejak matahari kecil Ku kian pandai berceloteh. Apalagi ketika dirinya berkomunikasi, bahasa yang digunakan terasa lugas, komunikatif, sekaligus lucu lagi menjengkelkan. Ya, itulah peringai putri Ku yang ketiga. Kecerdasan yang dimilikinya secara genetika, mampu menjadikannya anak kecil yang berwawasan dan penuh kata-kata saat mendeskripsikan keadaan disekitarnya.

Salah satu celotehnya, terasa langsung menancap dalam pikiran dan hatiku. Aura wajahnya begitu serius tetapi memelas. Kata-katanya sederhana tapi penuh makna. Bahkan tak kan terpikirkan siapa pun, bila anak belum genap usia enam tahun itu, nyatanya mampu mengatakan sesuatu yang teramat sangat bermakna.

screenshot-2021-03-23-21-40-48-06-60f72b9e1525105d8108e232.jpg
screenshot-2021-03-23-21-40-48-06-60f72b9e1525105d8108e232.jpg
Seperti biasanya, sepulang kerja Aku langsung menuju rumah istri kedua Ku. Sesampainya di halaman rumah, yang terdengar pasti teriakan si kecil sambil menari-nari kegirangan. Apalagi Aku pulang dengan membelikan oleh-oleh sesuai pesanannya saat video call. Tentu dia akan membukakan pintu pagar teras rumah sembari menyapa dan memeluk Ku.

"Ayah, kok pulang terlambat?" tanya si matahari kecil Ku.

"Iya, sayang. Ayah lagi banyak kerjaan di sekolah," jawab Ku ringan seraya melepas helm Ku.

"Lho, Ayah tidak mandi ya?" tanyanya lagi.

"Mandi, lha! Memang, kenapa Adik tanya gitu?" jawabku serius.

"Nah, itu. Baju Ayah masih tetap baju kemarin. Berarti Ayah tidak mandi, dong!" kilahnya memojokkan Ku.

"Oh, Ayah memang lupa tidak ganti baju. Tadi pagi buru-buru nyelesaikan pekerjaan bos Ayah," jawab Ku mencoba menghindar sambil tersenyum.

Matahari kecil Ku tak berkata lagi. Buru-buru dia mengambil bungkusan plastik yang berisi kue pesanannya. Aku pun sontak menggendongnya dan mengajak masuk rumah. Sementara istri Ku hanya memandangi sambil tersenyum. Sebab, sedari tadi dirinya menyaksikan perbincangan Ku dengan si kecil.

Baru saja Aku meletakkan tas rangsel Ku di lantai, si kecil kembali lagi berkata-kata.

"Ayah, harusnya Ayah ganti baju tiap hari. Biar bajunya tidak bau dan menjijikkan. Sekarang Ayah mandi dan biar diambilkan Bunda baju ganti. Ayo, Yah, mandi dulu!" ucapnya memerintah Ku.

Belum sempat Aku menjawab petuahnya, si kecil langsung memerintah Bundanya.

"Bunda, masakin air hangat dong, buat Ayah. Habis itu ambilkan handuk dan baju untuk Ayah. Ntar Ayah biar tak kasih parfum Ku!" celotehnya pada istri Ku yang sedari tadi cuman tertegun melihat dan menyaksikan tingkah pola si kecil.

Kenapa si kecil sangat terampil berbahasa Indonesia? Karena dirinya sudah dibiasakan berbahasa ibu dengan bahasa Indonesia sejak masih bayi. Setiap ucapan dan setiap timang-timang, Bunda nya selalu mengajaknya berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Sementara bahasa Jawa hanya menjadi bagian selingan dalam berucap saat berbicara dengan teman sepermainan maupun teman di sekolahnya.

Tak terasa, jam dinding menujukkan pukul 10 malam. Si kecil pun belum terusik untuk berangkat tidur. Sedari sore tadi, usai beli makanan dan minuman di mini market, dirinya langsung diajak belajar berhitung dan membaca sama Bundanya. Setelah itu, barulah dia Aku ajak ngobrol bersama Bunda nya di ruang keluarga.

img20210513191340-copy-60f72c5715251077761bba22.jpg
img20210513191340-copy-60f72c5715251077761bba22.jpg
"Ayah, ini kan sudah malam. Ayah tidur sini saja, ya!" pinta si kecil.

"Maaf, sayang. Habis ini, Ayah harus berangkat kerja lagi. Besuk saja Ayah temani Adik tidur, ya," jawab Ku memohon.

"Gimana sih, Ayah ini. Sofi saja yang ayahnya juga kerja, kalau malam pasti tidur rumah," celetuk si kecil mengejar.

"Sayang, kalau Ayah tidak balik kerja lagi, terus untuk beli mainan dan alat-alat belajar kamu, dapat uang dari mana, hayo?" timpal Ku sembari mengajaknya duduk di pangkuan Ku.

"Tapi, ayahnya Sofi itu tiap malam tidur di rumahnya. Jadi Sofi ada yang ngatar ke sekolah," kilahnya membandingkan Aku dengan ayah dari teman sekolahnya yang juga tetangga rumah.

"Iya, Ayah tahu kok, sayang. Kalau tidur, Adik kan sudah sama Bunda dan Uti. Jadi Ayah tak tidur di tempat kerja saja. Nah, kalau dapat uang banyak, ntar Adik bisa beli mainan atau ke taman kelinci. Mau ndhak?" jawab ku beralibi seraya merayunya.

'Oke. Tapi Ayah janji ya, besuk tidur rumah. Paginya ngantar aku ke sekolah," jawabnya sambil mengarahkan jari kelingkingnya untuk ditautkan ke jari kelingking Ku sebagai simbol Aku janji kepada si kecil.

Akhirnya Aku hanya bisa memeluknya erat-erat. Hati Ku terasa tersayat pasrah. Aku peluk dan ciumi kedua pipi dan keningnya. Setelah itu Matahar Kecil Ku minta digendong untuk tidur bersama Utinya. Sementara Aku hanya bisa menahan nafas. Si kecil sudah sangat tahu apa yang harus dilakukan seorang Ayah pada putrinya.

Aku benar-benar tak berdaya. Meski si kecil selalu Aku temui tiap hari, nyatanya masih banyak kekurangan yang Aku lakukan. Begitu berat rasanya ucapan si kecil mulai siang hingga malam. Dalam hati Ku hanya mampu berkata  seraya memohon :

"Tuhan, panjangkan umur Ku. Agar kelak Aku mampu membimbing anak-anak Ku menjadi manusia berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Meskipun mereka adalah kaum perempuan, tetapi kecerdasan dan ketangguhannya melebihi para lelaki. Semoga kelak, ketiga matahari Ku mampu memberikan sinarnya untuk kemaslahatan umat manusia dan masyarakat yang butuh segenap pemikiran dan karyanya!" pinta Ku dalam angan yang menginginkan keabadaian hidup dan kehidupan.***YR.21.07.21***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun