Mohon tunggu...
Yusuf Arifin
Yusuf Arifin Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

SMP Negeri 4 Gombong

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penanaman Karakter melalui Mulok

22 September 2020   12:33 Diperbarui: 22 September 2020   12:43 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Prestasi merupakan hasil proses belajar, sehingga belajar dan prestasi mempunyai hubungan yang erat. Hasil belajar merupakan hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan proses belajar. Prestasi merupakan kecakapan atau hasil nyata yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran. 

Belajar sendiri sebuah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap. Belajar berjalan sesuai dengan pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dapat dilihat dari cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar membutuhkan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya dan ini harus terjadi sepanjang hayat. 

Hasil belajar merupakan prestasi belajar yang membutuhkan kegiatan belajar, dimana kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar dapat juga dikatakan sebuah hasil yang diperoleh seseorang dalam usaha belajarnya dan dapat berupa catatan dalam raport atau laporan lain yang serupa dengan itu. Seseorang yang berprestasi merupakan sebuah bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang tersebut dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat dikatakan baik apabila memenuhi tiga aspek yakni; kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. 

Tingkat kemahiran yang dimiliki peserta didik dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar sesuai dengan tingkat keberhasilan mempelajari materi pelajaran dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport. Prestasi belajar peserta didik dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan rentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar peserta didik. Hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar tersebut dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf maupun kalimat yang menggambarkan hasil yang capaian pada periode tertentu. 

Berbicara mengenai pembelajaran bahasa Jawa pada hakikatnya merupakan belajar berkomunikasi karena obyek yang dipelajari adalah bahasa, bahasa merupakan media komunikasi. Hal ini sebagai salah satu karakteristik pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa bertujuan meningkatkan ketrampilan berbahasa sebagai sarana komunikasi. Pembelajaran bahasa juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta memperluas wawasan. Selain belajar berkomunikasi juga belajar bersastra yang ditujukan untuk mempertajam kepekaan perasaan peserta didik sehingga tidak hanya mampu memahami informasi yang disajikan secara langsung tetapi juga yang disajikan secara tidak langsung. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Jawa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi, sehingga peserta didik siap mengakses situasi perkembangan global dan lokal yang berorientasi pada keterbukaan tanpa meninggalkan kearifan lokal. 

Komunikasi seseorang dianggap lancar, bila mempunyai ketrampilan berbahasa; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut harus dilatihkan secara terpadu. Semakin banyak dan sering berlatih, maka semakin lancar dan baik komunikasinya. 

Pembelajaran bahasa terpadu didesain tidak hanya berfokus pada salah satu aspek ketrampilan berbahasa, kebahasaan, ataupun sastra, namun di dalamnya akan terdapat kegiatan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca yang dilaksanakan secara terpadu. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa dilaksanakan terpadu sehingga tujuan, bahan, kegiatan belajar mengajar, dan wadah pembelajaran saling mendukung. Terpadu dengan tujuan dimaksudkan bahwa pengajaran bahasa Jawa secara umum diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Kemampuan berkomunikasi didukung dengan kemampuan peserta didik dalam menyimak, berbicara, menulis, dan membaca menggunakan bahasa Jawa. Materi pembelajaran diberikan dengan dipadukan bahan-bahan ajar yang lain dan saling mendukung. Kegiatan belajar mengajar memadukan berbagai metode pembelajaran yang sesuai sehingga menarik dan tidak membosankan. Sedangkan terpadu dalam wadah pembelajaran bahasa Jawa mengandung maksud bahwa peembelajaran bahasa Jawa harus dapat memberikan wadah dari berbagai latar belakang peserta didik yang sedang belajar, baik peserta didik yang merupakan suku bangsa Jawa maupun peserta didik dari suku bangsa lain yang sedang belajar bahasa Jawa, mereka diberi ruang dan kemudahan untuk belajar bahasa Jawa. 

Secara subtansi pembelajaran bahasa Jawa harus mengandung nilai-nilai lokal, budaya etnik lokal mengandung tata nilai, norma, keyakinan, kebiasaan, konsepsi, dan simbol-simbol yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Melalui sejumlah pelajaran, peserta didik secara bertahap memasuki proses penyiapan diri untuk hidup, termasuk di dalamnya adalah bagaimana pencerahan nilai-nilai dalam diri berlangsung dan proses beradaptasi dengan lingkungan. Implikasinya tentu saja mendekatkan peserta didik dengan lingkungan dan jangan mengasingkannya karena suatu ketika nanti mereka akan terjun dalam sosial kemasyarakatan. Hal ini menjadi penting karena pemilihan serta penentuan porsi bahan pelajaran yang bersifat lokal menjadi perhatian yang sudah selayaknya diupayakan untuk ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya. Materi pembelajaran bahasa Jawa membahas keseluruhan kebudayaan etnik lokal, tidak hanya eksklusif berupa seni dan bahasa lokal. Mata pelajaran bahasa Jawa lebih luas dari bahasa, yaitu kebudayaan Jawa. Bahasa dan sastra Jawa dalam konteks ini dimaknai sebagai bagian dari keseluruhan kebudayaan Jawa dan sebagai bahasa kebudayaan Jawa sehingga bahasa Jawa tidak dapat terpisahkan dari kebudayaan Jawa itu sendiri. 

Selain potensi nilai-nilai lokal, bahasa dan sastra Jawa termasuk bahasa yang telah mapan dan baku. Bahasa baku memiliki aspek kebakuan, otonomi, kesejarahan dan ketahanan hidup, bahasa Jawa telah memenuhi kriteria ini. Kebakuan, bahasa Jawa telah memiliki kaidah yang mantap, bahasa Jawa telah memiliki tata bahasa baku, dan kamus bahasa Jawa. Otonomi, bahasa Jawa merupakan bahasa mandiri, bukan dialek atau bukan menjadi bagian dari bahasa lain. Kesejarahan, terlihat bahwa bahasa Jawa terbukti perkembangannya, dimulai dari bahasa Jawa Kuna, bahasa Jawa Tengahan, sampai dengan bahasa Jawa Modern seperti sekarang ini. Hasil-hasil karya sastra terlihat dalam sejarah perkembangan bahasa Jawa dan adat-istiadat maupun budayanya yang tidak terhitung jumlahnya. Ketahanan hidup terlihat dari jumlah penutur bahasa Jawa merupakan bagian terbesar dari bangsa ini, sehingga kemungkinan ketahanan bahasa Jawa besar. 

Kedudukan bahasa Jawa merupakan bahasa daerah dalam hubungannya dengan kedudukan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa seperti bahasa-bahasa daerah lainnya semisal bahasa Bali, Batak, Bugis, Madura, Makasar, dan Sunda, yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, berkedudukan sebagai bahasa daerah. Kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah dan alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah khususnya suku bangsa Jawa. 

Bahasa daerah termasuk bahasa Jawa memiliki fungsi kebudayaan, kemasyarakatan, perorangan, dan pendidikan. Bahasa Jawa sebagai alat pelestarian kebudayaan dan pengembangan kebudayaan suku bangsa Jawa. Bahasa Jawa masih digunakan oleh masyarakat suku Jawa dalam berkomunikasi. Secara individu bahasa Jawa merupakan kepribadian, pemecahan masalah, khayalan, dan informatif dalam hubungannya dengan masyarakat sosial Jawa. Bahasa Jawa dalam dunia pendidikan memiliki fungsi sebagai  integratif, instrumental, kultural, dan penalaran. 

Sebagai alat komunikasi diarahkan agar peserta didik dapat menggunakan bahasa Jawa secara baik dan benar untuk keperluan alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat. Fungsi edukatif diarahkan agar peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai budaya Jawa untuk keperluan pembentukan kepribadian dan identitas bangsa. Fungsi kultural agar dapat digali dan ditanamkan kembali nilai-nilai budaya Jawa sebagai upaya untuk membangun identitas dan menanamkan filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar. 

Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi yang diarahkan agar peserta didik dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar, mengandung nilai kearifan lokal hormat atau sopan santun. Seperti diketahui bahwa dalam bahasa Jawa berlaku penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh, dan dalam unggah-ungguh itu terkandung nilai-nilai hormat di antara para pembicara, yaitu orang yang berbicara, orang yang diajak berbicara, dan orang yang dibicarakan. Sebagai contoh, untuk menyatakan keadaan sedang membaca, jika yang berbicara adalah anak dan yang dibicarakan merupakan bapak, menggunakan kalimat Bapak, nembe maos koran (Bapak sedang membaca koran), jika yang sedang membaca atau orang yang berbicara adalah anak, maka menggunakan kalimat Kula saweg maca koran (Saya sedang membaca koran). Penggunaan kata maos (membaca) merupakan realisasi dari rasa hormat kepada orang tua. Keadaan ini tidak perlu ditakutkan bahwa bahasa Jawa bertingkat-tingkat. Bahasa Jawa sudah dibakukan, yaitu dibedakan atas dipakai atau tidaknya kosakata yang berkadar halus. Kosakata berkadar halus adalah kata yang secara tradisional diidentifikasi sebagai krama inggil. Atas dasar itu maka dibedakan atas; ngoko, ngoko alus, krama, dan krama alus atau krama inggil. 

Fungsi edukatif diarahkan agar peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai budaya Jawa untuk keperluan pembentukan kepribadian dan identitas bangsa. Pengajaran  seperti diuraikan di depan, selain untuk keperluan alat komunikasi juga dapat mengembangkan fungsi edukatif. Melalui unggah-ungguh basa, peserta didik dapat ditanamkan nilai-nilai sopan santun. Upaya yang lain adalah melalui berbagai karya sastra Jawa. Sastra wayang misalnya, selain berfungsi sebagai tontonan (pertunjukan) juga berfungsi sebagai tuntunan (pendidikan). Melalui sastra wayang, para peserta didik dapat ditanamkan nilai-nilai etika, estetika, sekaligus logika. Ungkapan tradisonal Jawa juga banyak mengandung nilai-nilai lokal Jawa untuk kepentingan pendidikan. Semboyan pendidikan nasional kita Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri Handayani juga berasal dari ungkapan bahasa Jawa. Pendek kata, dalam khasanah bahasa dan sastra Jawa banyak mengandung nilai-nilai lokal Jawa yang dapat berfungsi untuk mengembangkan fungsi edukatif, yaitu fungsi untuk pembentukan karakter. 

Fungsi kultural diarahkan untuk menggali dan menanamkan kembali nilai-nilai budaya Jawa sebagai upaya untuk membangun identitas dan menanamkan filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar. Jika fungsi sebagai alat komunikasi dan edukatif telah terlaksana dengan baik, sebenarnya fungsi kultural akan tercapai, karena fungsi kultural sesungguhnya terkait langsung dengan kedua fungsi itu. Melalui fungsi alat komunikasi dan edukatif, diharapkan telah ditanamkan nilai-nilai budaya Jawa. Jika penanaman nilai-nilai budaya Jawa telah berhasil, maka akan terbangun identitas budaya yang kuat, dan pada akhirnya akan dapat membendung dan memfilter pengaruh budaya luar. 

Salah satu budaya Jawa yaitu wayang merupakan salah satu media yang dapat membangun karakter atau kepribadian seseorang. Wayang sebagai cerita sangat cocok digunakan untuk melakukan transfer nilai karena di dalam cerita wayang terdapat tuntunan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh dalam wayang mencerminkan berbagai karakter manusia, dengan demikian secara tidak langsung menyimak cerita wayang dapat mengambil pelajaran tentang budi pekerti atau karakter yang pantas untuk ditiru dan sifat yang harus dijauhi sehingga dapat menanamkan karakter yang baik pada peserta didik. Perilaku yang tergambarkan dalam karya sastra berupa cerita wayang diharapkan mampu memberikan wawasan kepada peserta didik terhadap perilaku yang pantas untuk dicontoh atau ditinggalkan karena ketidakpatutannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun