Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih bukan dua hal yang bertentangan, tapi justru saling melengkapi. Miskawaih memberi kita kerangka rasional, metode sistematis, dan pendekatan yang terukur. Al-Ghazali memberi kita dimensi spiritual, tujuan transendental, dan pendekatan yang menyentuh hati. Pendidikan Islam yang ideal adalah yang menggabungkan keduanya.
Bayangkan sebuah sekolah atau madrasah yang menerapkan kurikulum terstruktur ala Miskawaih dengan pembiasaan akhlak yang sistematis, pembelajaran yang rasional, dan pengembangan seluruh potensi siswa secara seimbang. Tapi semua itu tidak berhenti pada level perilaku dan pemahaman saja. Ada juga pembinaan spiritual ala Al-Ghazali muhasabah, kultum inspiratif, keteladanan guru, dan kesadaran bahwa semua yang dipelajari adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Hasilnya? Siswa yang tidak hanya pintar dan berakhlak baik, tapi juga punya motivasi internal yang kuat karena kesadaran spiritualnya. Siswa yang jujur bukan karena takut ketahuan, tapi karena paham secara rasional bahwa jujur itu baik dan merasakan secara spiritual bahwa Allah melihatnya. Siswa yang rajin belajar bukan hanya untuk nilai, tapi karena memahami ilmu sebagai amanah dan sarana menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi.
Inilah visi pendidikan Islam yang seharusnya menggabungkan yang terbaik dari warisan intelektual klasik kita, menyesuaikannya dengan temuan sains modern, dan mengaplikasikannya secara konsisten. Bukan pekerjaan mudah, tapi sangat mungkin dilakukan kalau ada komitmen serius dari semua pihak.
penulis: Yusuf Setyaji
Mahasiswa UIN Siber Syeikh Nurjati CirebonÂ
Fokus Kajian: Pemikiran Pendidikan Klasik dan Relevansinya dengan Pendidikan Kontemporer
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI