Mohon tunggu...
Yusuf Setyaji
Yusuf Setyaji Mohon Tunggu... Guru Hebat

Saya adalah seorang guru Bahasa Arab dan Tafsir dengan pengalaman lebih dari 3 tahun mengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas Sragen. Dalam pembelajaran, saya terbiasa menggunakan kitab klasik, termasuk خذ عقيدتك من الكتاب والسنة الصحيحة, sebagai bahan ajar untuk memperdalam bahasa Arab sekaligus memperkuat akidah. Saya memiliki keterampilan dalam Microsoft Office, pemanfaatan komputer untuk proses pembelajaran, penulisan karya ilmiah, serta fasih berbahasa Arab dan Inggris. Gaya mengajar saya berfokus pada pemahaman mendalam, keterhubungan antara ilmu dan praktik, serta penanaman nilai spiritual (tarbiyah rūḥiyyah) di kelas. Ke depan, saya memiliki harapan untuk mengembangkan metode pembelajaran Tafsir dan Bahasa Arab yang asik, interaktif, dan menyenangkan, sehingga peserta didik dapat memahami ilmu dengan baik sekaligus merasakan kebermaknaan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Akal Miskawaih Bertemu Hati Al-Ghozali

9 Oktober 2025   05:23 Diperbarui: 9 Oktober 2025   05:23 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kurikulum Pendidikan: (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/333688653635547245/ ) 

Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih bukan dua hal yang bertentangan, tapi justru saling melengkapi. Miskawaih memberi kita kerangka rasional, metode sistematis, dan pendekatan yang terukur. Al-Ghazali memberi kita dimensi spiritual, tujuan transendental, dan pendekatan yang menyentuh hati. Pendidikan Islam yang ideal adalah yang menggabungkan keduanya.

Bayangkan sebuah sekolah atau madrasah yang menerapkan kurikulum terstruktur ala Miskawaih dengan pembiasaan akhlak yang sistematis, pembelajaran yang rasional, dan pengembangan seluruh potensi siswa secara seimbang. Tapi semua itu tidak berhenti pada level perilaku dan pemahaman saja. Ada juga pembinaan spiritual ala Al-Ghazali muhasabah, kultum inspiratif, keteladanan guru, dan kesadaran bahwa semua yang dipelajari adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Hasilnya? Siswa yang tidak hanya pintar dan berakhlak baik, tapi juga punya motivasi internal yang kuat karena kesadaran spiritualnya. Siswa yang jujur bukan karena takut ketahuan, tapi karena paham secara rasional bahwa jujur itu baik dan merasakan secara spiritual bahwa Allah melihatnya. Siswa yang rajin belajar bukan hanya untuk nilai, tapi karena memahami ilmu sebagai amanah dan sarana menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi.

Inilah visi pendidikan Islam yang seharusnya menggabungkan yang terbaik dari warisan intelektual klasik kita, menyesuaikannya dengan temuan sains modern, dan mengaplikasikannya secara konsisten. Bukan pekerjaan mudah, tapi sangat mungkin dilakukan kalau ada komitmen serius dari semua pihak.

penulis: Yusuf Setyaji

Mahasiswa UIN Siber Syeikh Nurjati Cirebon 

Fokus Kajian: Pemikiran Pendidikan Klasik dan Relevansinya dengan Pendidikan Kontemporer

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun