Mohon tunggu...
Akhmad Faishal
Akhmad Faishal Mohon Tunggu... Administrasi - Suka nonton Film (Streaming)

Seorang pembaca buku sastra (dan suasana sekitar) yang masih amatiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Yuk, Semua Korupsi

3 Oktober 2017   17:28 Diperbarui: 3 Oktober 2017   17:48 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini merupakan awal pertemuan kita, kau sebagai pembaca akan cukup sering bertemu denganku. Mungkin, tidak di tempat ini, bisa saja aku muncul di tempat yang lain. Ah, sebelum itu perkenalkan dulu namaku Parno, aslinya Pariwara Notosuseno. Tak perlu kau tahu bagaimana kehidupanku, cukup mengenaskan dan tak layak mendapatkan perhatian dari kalian semua, apalagi inspirasi. Hahaha, ya, apa yang bisa kau dapatkan dari cerita tentang kehidupanku yang dulu? Aku rasa tak ada. Ya, kurang lebih kehidupanku seperti pejabat masa kini. Lho? Heran ya?

Memang, tak lengkap rasanya tidak menceritakan tentang bagaimana dulu aku menjadi seorang preman. Aku bersama teman-temanku se-kampung sering kali bermain bola, tak jarang kami totoan (judi) dengan anak-anak kampung sebelah.

"Par, ntar main bola. Lawannya dari kampungnya si Panca," kata krimbul

"Oh, oke. Pasang berapa lu?" tanyaku

"Biasa, 10 ribu,"

"Oh, oke. Samain aja deh, gua.

"Oke, oh ya, jangan lupa ajak si nyambik dan si taufik. Ntar yang lain gua yang beritahu,"

"Sepp... btw, si Juan diajak ga?"

"Oh, si kacamata itu? Ajak aja, biar ga melulu pacara sama buku,"

"Mantab...!! kan, dia anak orang kaya tu. Dia temen kita juga, pasti akan masang banyak, kan?" dan si krimbul pun tertawa "Wakwakwkak, bisa aja lu,"

Begitulah, kami mengajak teman-teman kampung yang sederajat. Seumuran. Walau memang ada teman yang umurnya sedikit dibawah setahun, dua tahun dari kami, tapi permainan atau skill bolanya sangat mumpuni. Tentu, kami ajak.

*****

Hari itu, kami bermain baik dan sempurna. Hasil dari latihan kami mulai terlihat. Memang, lawan kami juga cukup kuat, kelompok si Panca tak bisa dipandang remeh. Gocekan, tendangan, dan umpan-umpannya sungguh luar biasa, tapi kami tak begitu saja dapat ditaklukan, pertahanan, strategi kami juga dapat menandingi skill-skill mereka. Waktu permainannya dua jam, oh ya, patut diingat oleh kalian para pembaca, kami tidak bermain futsal tapi lapangan besar, 11 vs 11. Pada waktu itu tanah lapang masih sangat banyak, tidak seperti sekarang, sulit bahkan untuk bermain bola dengan gawang kecil, kami pun harus rela berbagi dan mengalah dengan kendaraan lalu lalang di kampung kami. Kalau tidak, kami bermain di daerah perumahan yang ada tempat volinya, kalau sore biasanya kosong dan itu menjadi oase bagi pemain ahli seperti kami. Hahahagz...

Yak, pada akhirnya, permainan pun dimenangkan oleh kami setelah sempat bersitegang, adu pendapat sah dan tidaknya gol dari tendangan si thomas, kelompok kami. Memang tipis saat terjadinya gol penentu itu, bola melesat di sebelah kiri kiper berdekatan dengan tiang. Lagipula gawang itu pun tak ada jaringnya, jadi kami harus benar-benar hati-hati dan tegas untuk meyakinkan lawan tentang masuknya bola ke gawang mereka.

"Itu, gol...!!!" teriak Krimbul

"Enggak, itu ga gol, woi..!!!" teriak Panca

"Gol, anjir.. lu ga liat, apa?" teriak Ganang, kelompok kami juga

Untungnya, saat itu ada kakak Taufik yang melihat permainan kami dan juga proses gol penentuan. Aku capek, oleh sebab itu aku tidak ikut bertanya saat teman-teman kami menuju kakak Taufik. Aku melihat dari jauh. Dan saat melihat senyum mereka, sudah dapat dipastikan duit kami akan berlipat ganda, dua kali lipat. Alhamdulillah.

*****

Malam harinya, duit itu pun dibagi-bagi sesuai dengan jumlah yang dipasang. Kalau tidak salah terkumpul sejumlah duratus ribu-an, uang yang cukup besar saat itu. Ini karena masing-masing kelompok totoan seratus ribuan. Apalagi, uang tersebut terdiri dari mayoritas ribuan, tentu, menggenggamnya juga harus kuat.

"Wah, ini kalau dibelikan arak, pesta kita,"

"Wkawkawk, betul. Ayok, dah," ujar krimbul

"Berangkat," kata Ganang

"Jos.. pesta, jangan lupa ambil merpati.. tambulnya. Biar disembelih sama taufik,"

"Okee!!!" kata taufik sambil memberikan jempolnya

Tiba-tiba ada yang berkata,

"Gimana kalau kita korupsi kan uang kita ke bendahara koperasi?"

"Lho, siapa yang bilang tadi?"

"Aku," kata Juan sambil mengangkat tangannya.

Wah, ini gila, aku lupa persisnya dia mengatakan apa, tapi pada intinya dia ingin kita.. mengorupsi uang kita sendiri. Kami tersentak, kaget, kami tentu ingin marah, memukul dan menghajarnya, tapi kami urungkan. Masa' dengan teman sendiri kami berperilaku beringas seperti hewan. Samar-samar aku sedikit mengingat perkataannya, karena itu aku akan mencoba jelaskan saja. Uang yang kami miliki pada waktu itu sangat banyak, apalagi didapat dalam kurun waktu dua jam saja. Singkat, kan? Menurut pendapatnya, kalau kita mengambil uang kita, sedikit saja, lalu menyimpannya ke koperasi, lalu koperasi itu memutar dan mengembangkan uang kita. Kita akan untung besar. Praktik kami waktu itu ternyata istilahnya, investasi. Kami mengorupsi uang kami, menanamkan uangnya pada koperasi atau... mendepositokan ke Bank.

Wah, ada yang setuju dan ada yang tidak. Ganang contohnya yang setuju, karena dia termasuk anak yang rajin sekolah, walau selenge'an dan kurang ajar serta menyebalkan. Sebagai anak sekolahan yang diajari menabung, tentu sangat menggiurkan ide dari Juan. Tapi bagi kami, ngapain ngorupsi uang kami, kalau besok bisa dapat lagi.

"Bagaimana kalau tidak?" tanya Juan

"Anjir, kau pesimis sekali, kawan? Kau tahu, jangan sedikit-sedikit ngomong duit kalau besok bisa dapat lagi,"

"Bukan begitu, bro.. saat ini kita memang tidak butuh duit karena kita masih diberi duit oleh ortu. Tapi, kita harus belajar mengelola duit sendiri, kita sudah bekerja keras untuk dapat duit. Ayolah, kita kembangkan lagi,"

"Bangsat...! Banyak bacot lu, ya" tak sadar kepalan tanganku masuk ke pipinya

Kejadian ini terekam dalam otakku dengan jelas sekali. Aku dilerai oleh Ganang dan Krimbul. Saat itu juga aku minta maaf kepadanya tapi dia menampik tanganku. Aku paham dan maklum. Dia pulang dengan air mata membasahi pipi, menangis karena pukulanku atau mungkin menangis karena pendapatnya tak diterima olehku. Entahlah.

Malam hari itu, rasa bir hitam agak sedikit berbeda, biasanya dilidahku terasa seperti teh tanpa gula tapi sekarang, pahit sekali. Seperti jamu yang membuat perutku merasa enek. Tapi aku adalah Parno yang sekali minum tak akan berhenti sebelum tepar. Bangkee...!!!

*****

Nah, sekarang kau tahu kan, bagaimana aku dulu. Kau mungkin, akan menangkap inti cerita bahwa aku adalah orang yang santai tapi tidak sabaran dalam adu bacot. Tapi sekarang berbeda, ide kawanku, si Juan, tentang mengkorupsi itu benar sekali. Jitu. Saat ini, aku selalu mengkorupsi uang-uang yang kudapatkan, kuambil sedikit dan kutanamkan (investasi) ke tempat-tempat yang 'basah' serta kudepositokan ke Bank.

Nah, disini, aku mengajak kalian untuk ayo korupsi uang-uang yang kita dapatkan. Jangan ragu. Kau, kalau punya menerima sesuatu yang berlebihan, sudah korupsi aja. Punya duit lebih, korupsikan. Punya waktu lebih korupsikan. Punya istri lebih, hhmmm, tergantung kau ingin korupsikan atau ga, yang pasti jika kelebihan jangan diambil sendiri dan dikembalikan tapi investasikan. Hahahahgz..

Para pejabat masa kini itu, memang bodoh-bodoh. Kalau sudah dapat terus disimpan, mengapa tak langsung di investasikan saja? Masalah administrasi atau laporan pertanggungjawaban, kan bisa diatur. Ssst... aku punya informasi yang entah benar atau tidak, apa memang para anggota legislatif saat menerima pertanggung jawaban dari perusahaan negara, didalam dokumen yang disertakan ada kunci rumah? Mobil atau yang lain? Apa ini bentuk suap? Jika iya, aku tentu tak mendukungnya, lho.. yang aku dukung itu korupsi saja. Toh, itu cuma omong kosong belaka.

Tapi ya memang ada-ada saja, perilaku pejabat saat ini. Apa begitu pengen hidup sejahtera secara terus-menerus? Ya tentu donk, tapi kalau mati kan dikubur pakai tanah. Ya, itu poinnya sebelum makan dan terbiasa dengan tanah, nikmati dulu hidup ini, wanita-wanitanya, fasilitas-fasilitasnya, mobil-mobilnya, air dan lainnya. Nikmat, lho, aku yang dulu berangan-angan seperti ini, sampai sekarang pun masih berangan-angan. Iya, berangan-angan untuk jadi seperti raja yang dilayani selir dan pembantu-pembantunya.

Kalau aku bertemu Juan, aku ingin mencium kakinya. Hidup dia sekarang seperti apa, ya? Aku cuma pengusaha warung kopi yang memberi kenikmatan hidup bagi mereka yang suka membaca buku. Ah, seruput kopi ini memang mmembuatku mengingat kembali kenangan masa lalu yang suram, kenangan masa lalu yang menjadi cikal bakal kita sekarang. 

Sekarang, aku tidak ragu lagi untuk tidak korupsi, aku korupsikan apa yang kudapat dan ku bagi-bagikan ke masyarakat yang membutuhkan. Aku, sekarang tak butuh Bank dan tak butuh apapun, aku Cuma butuh doa dan tempat yang lapang. Karena, ngeri siksaan neraka, aku tahu itu karena aku saat ini sedang baca buku "Siksaan Neraka" sambil menyeruput kopi susu dan merenung.

Sidoarjo, 3-10-2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun