Masikin.... Masikin ayo nak turun
sedari tadi ibu terus teriakÂ
Masikin masihlah asik membaca buku terjemahanÂ
bolehan ia pinjam dari temannya Anti
Hari semakin terik
panas mentari mulai mengganggu Masikin
turunlah Ia dari pohon mangga depan rumah
sesekali matanya silau mencari pijakan untuk turun
Rumahnya tampak gelap, tak ada kaca jendela
Bilik-bilik tikar yang dirakit menjadi gubuk sederhana
cukuplah melindungi dari panas dan hujan saja
tak ada lampu, gelapnya malam biasa menemani
Pelukan ibunyalah selimut satu-satunya yang Ia miliki
Masikin adalah anak satu-satunya
tak ada saudara
tak ada kerabatÂ
Ibunya buruh cuci di kampung, sesekali membantu panen di ladang
Pulangnya membawa sedikit jatah hasil panen, untuk Masikinlah semua kerja kerasnya
Si anak semata wayang
Makannya lahap, disisihkan jatah untuknya lebih banyak
Orang bilang Masikin sudah gila
padahal sejak pagi ini Ia masih asik membacaÂ
Majalah tua dengan banyak robekan
Sampulnya sudah jadi bungkus cabai dipasar
Tubuhnya kurus kering
Kulitnya legam kelimis
Sesekali lalat hinggap kesana kemari
Masikin ayo turun
Masikin hanya menyipitkan sudut matanya
Pak haji melambai-lambaiÂ
Silaunya matahari membuat mata masikin semakin sipit
Masikin ayo turun
Pak haji terus memanggil sesekali diiringi Bu Am tetangganya
Masikin masih asik memandangi artikel tua ditangannya
Pak haji pun pergi meninggalkannya
Terlihat Bu Am menyusul dibelakangnya
Dikejauhan Masikin melihat keramaian
Pak haji dan bu Am bersama mereka
Menuju sudut desa
Matanya menerawang memandang kibasan angin pada kain hijau
Diatas tandu, tempat terbaring
Masikin melambai
Lambaikan terakhir pada yang paling dicintainya
Ibunya