Mohon tunggu...
Yurisqi Mukdisari
Yurisqi Mukdisari Mohon Tunggu... Ilmuwan - ENFJ-T

Branding myself become what you think right now, but writting never lies.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kelana

3 Juni 2020   12:18 Diperbarui: 3 Juni 2020   12:13 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masikin.... Masikin ayo nak turun

sedari tadi ibu terus teriak 

Masikin masihlah asik membaca buku terjemahan 

bolehan ia pinjam dari temannya Anti

Hari semakin terik

panas mentari mulai mengganggu Masikin

turunlah Ia dari pohon mangga depan rumah

sesekali matanya silau mencari pijakan untuk turun

Rumahnya tampak gelap, tak ada kaca jendela

Bilik-bilik tikar yang dirakit menjadi gubuk sederhana

cukuplah melindungi dari panas dan hujan saja

tak ada lampu, gelapnya malam biasa menemani

Pelukan ibunyalah selimut satu-satunya yang Ia miliki

Masikin adalah anak satu-satunya

tak ada saudara

tak ada kerabat 

Ibunya buruh cuci di kampung, sesekali membantu panen di ladang

Pulangnya membawa sedikit jatah hasil panen, untuk Masikinlah semua kerja kerasnya

Si anak semata wayang

Makannya lahap, disisihkan jatah untuknya lebih banyak

Orang bilang Masikin sudah gila

padahal sejak pagi ini Ia masih asik membaca 

Majalah tua dengan banyak robekan

Sampulnya sudah jadi bungkus cabai dipasar

Tubuhnya kurus kering

Kulitnya legam kelimis

Sesekali lalat hinggap kesana kemari

Masikin ayo turun

Masikin hanya menyipitkan sudut matanya

Pak haji melambai-lambai 

Silaunya matahari membuat mata masikin semakin sipit

Masikin ayo turun

Pak haji terus memanggil sesekali diiringi Bu Am tetangganya

Masikin masih asik memandangi artikel tua ditangannya

Pak haji pun pergi meninggalkannya

Terlihat Bu Am menyusul dibelakangnya

Dikejauhan Masikin melihat keramaian

Pak haji dan bu Am bersama mereka

Menuju sudut desa

Matanya menerawang memandang kibasan angin pada kain hijau

Diatas tandu, tempat terbaring

Masikin melambai

Lambaikan terakhir pada yang paling dicintainya

Ibunya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun