Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inilah Pesan Jokowi Kepada Staf Khusus Milenial

25 April 2020   18:57 Diperbarui: 25 April 2020   20:59 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://setkab.go.id/presiden-setuju-pengunduran-diri-belva-dan-andi-dari-stafsus/

Menjadi staf khusus seorang Presiden tidak lah cukup hanya dengan keberhasilan dalam usaha, background pendidikan yang hebat, profesional dalam mengelola bisnis tetapi harus memiliki pengetahuan yang hebat juga di bidang pengelolaan pemerintahan dan kebijakan publik.

Nampaknya itulah yang bisa di cermati dari mundurnya dua orang stafsus Presiden Jokowi, yaitu Belva Devara dan Andi Taufan, yang dalam hitungan hari minta berhenti dari jabatan yang sangat popular, "menjadi teman ngobrol sang Presiden".

Terlepas dari alasan kedua orang muda nan milenial ini dari jabatan Staf Khusus Presiden, dan seperti biasa Jokowi memberikan penjelasan yang sangat singkat dan sederhana, yang di publikasikan pada laman setkab.go.id pada hari Jamuat 24 April 2020.

"Saya memahami kenapa mereka mundur, Saudara Belva Devara dan Saudara Andi Taufan. Mereka anak-anak muda yang brilian, yang cerdas, dan memiliki reputasi dan prestasi yang sangat baik," tutur Presiden menanggapi mundurnya dua Stafsus.

Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan bahwa ingin agar keduanya mengetahui tentang pemerintahan dan mengenai kebijakan publik. "Tapi ya kita tahu, dan mereka telah banyak membantu saya bersama-sama dengan staf khusus lainnya dalam membuat inovasi di berbagai sistem pelayanan publik sehingga lebih cepat dan lebih efektif," ungkap Presiden.

Pesan Presiden teakait mundurnya dua orang stafsus nya sangat jelas dan penting sekali bagi kaum milenial yang berkeingan menjadi bagian dari pemerintahan secara langsung.

Pertama, pengetahuan tentang organisasi pemerintahan menjadi dasar untuk bisa mengelola tanggungjawab yang di ambil atau di mandatkan. Ini tidaklah mudah bagi generasi muda milenial, karena sesungguhnya pengetahuan organisasi pemerintahan tidak pernah diajarkan di bangku sekolah.

Stafsus Presiden diambil secara intan saja tanpa mengecek kemampuan mereka di bidang organisasi pemerintahan yang kesemuanya di atur dengan berbagai aturan perundang-undangan.

Kedua, pengetahuan tentang kebijakan publik menjadi syarat kunci untuk mampu menjalan perannya dengan petugas publik. Nampaknya, bagian inilah dua stafsus Presiden ini tersandung.

Kendati mereka tidak memiliki "niat jahat" untuk itu, tetapi ada koridor yang tidak boleh di lakukan karena bersentuhan dengan semua kepentingan publik. Kasus Andi Taufan dengan mengirimkan surat ke seluruh camat se Indonesia menjadi contoh yang sangat bagus tentang pengetahian kebijakan publik dan organisasi pemerintahan.

Ketiga, masa depan dua anak muda ini jauh lebih penting dari pada tetap berada di posisi stafsus. Jokowi tidak ingin masa depan mereka terganggu dan harus di dukung untuk memberikan peran dari sisi bisnis yang mereka kelola saat ini.

Ruangguru dan Fintech Amartha menjadi ikon bisnis rintisan yang membawa dinamika dan perubahan di kalangan generasi muda milenial ke depan. Ini sejalan dengan mimpi Jokowi hingga 2024 agar lahir dan bertumbuh start up business penopang industri unggulan di masa depan.

Keempat, kendati masih belum ada informasi apakah dua orang stafsus yang mengundurkan diri itu akan di ganti, Jokowi tentu masih berharap banyak bagi 5 orang stafsus yang masih ada. Paling tidak, mereka harus segera memperlengkapi diri dengan pengetahuan tentang pemerintahan dan kebijakan publik.

Ini pesan penting bagi generasi milenial lainnya. Artinya, tidak mudah mengelola pemerintahan sebesar bangsa ini. Tidak saja pengetahuan bidang kepakaran, tetapi bagaimana memimpim dalam keberagaman yang luar biasa tinggi. Dengan berbagai kepentingan politik, kelompok yang terus menerus berada situasi sensitif.

Kalau mau menjadi calon-calon pemimpin masa depan negeri Indonesia ini, maka para milenial harus memperlengkapi diri terus menerus agar ketika saatnya tiba, akan bisa memberikan perubahan bagi perubahan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Sayang sekali memang, ketika Belva dan Andi Taufan sudah berada dalam sistem pemerintahan, tetapi akhirnya terdepak juga karena kurangnya pengetahuan tentang pemerintahan dan kebijakan publik.

Terminologi konflik kepentingan menjadi simpul pengikat untuk mengevaluasi kiprah para pejabat publik dalam pemerintahan. Jokowi sebagai orang nomor satu di bangsa ini, boleh lah berbangga karena selama dua periode, bahkan sejak menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, mampu mengelola conflicts of interest yang dimaksud.

Dan hasilnya sungguh indah dan powerful karena hampir semua keluarganya nyaris tidak tersentuh dengan kepentingan pribadi dalam mengelola bangsa ini.

Sayang seribu sayang, harusnya stafsus beliau bisa menimba pengalaman yang sangat berharga saat berada di samping RI-1 ini. Langsung berdiskusi, ngobrol, tukar pikiran, segala akses tersedia, semua fasilitas tinggal gunakan untuk membangun kredibilitas dan portofolio yang sangat dibutuhkan di masa depan bagi kiprah di bangsa ini.

Semoga kasus Belva dan Andi menjadi pelajaran bagi para milenial lainnya.

Yupiter Gulo, 25 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun