Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah 74 tahun Merdeka, Masih Bertanya "Apakah Betul Kita Bersaudara?"

23 Agustus 2019   16:10 Diperbarui: 24 Agustus 2019   11:38 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa Papua dari sejumlah kampus di Bogor, Jawa Barat, melakukan aksi solidaritas di kawasan Tugu Kujang, Rabu (21/8/2019).(KOMPAS.com/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)

Kompasiana meluncurkan topik pilihan dengan tema "Kita Semua Bersaudara" beberapa hari setelah perayaan hari kemerdekaan RI ke -- 74 yaitu 21 Agutsus 2019. Topik pilihan ini bisa juga dirumuskan ulang "Apakah betul kita semua bersaudara?".

Topik "apakah betul kita masih bersaudara" dirumuskan dan dimaknai oleh tiga faktor yang menjadi triggers utamanya yang ketiganya muncul dalam waktu dan suasana yang bersamaan, yaitu

Kesatu, Viralnya video tausiah atau ceramah Ustadz Abdul Somad atau dikenal dengan UAS tentang jin kafir dan salib yang menuai ketegangan khususnya di kalangan umat kristiani yang merasa dihina, dilecehkan oleh UAS. 

Berujung pada pelaporan ke polisi oleh beberapa organisasi. Kemudian situasinya semakin menjadi serius, bahkan MUI turun tangan ikut memanggil UAS dan memberikan klarifikasi.

Tuntutan permohonan maaf dari UAS kepada publik yang merasa dinista, semakin mengarahkan dinamika perbedaan dan "pertentangan" ketika UAS bertahan untuk tidak perlu meminta maaf karena merasa tidak bersalah.

Kemana arah penyelesaian kasus UAS dengan jin kafir dan salib itu, menjadi dinamika yang membuat anak-anak bangsa ini 'saling berhadap-hadapan". Sungguh, masing-masing merasa bukan saudara lagi. Siapa yang harus meminta maaf, dan siapa harus memberi maaf, siapa yang menuntut dan siapa dituntut. Begitu banyak pertanyaan terus mengalir dan menggoda sekaligus menguji anak-anak bangsa ini apakah benar masih merasa bersaudara?

Kedua, Peristiwa demo yang dilakukan di beberapa tempat seperti Jayapura, Sorong dan sejumlah lokasi di luar Papua sebagai buntut dari peristiwa yang dialami oleh mahasiswa yang berasal dari Papua di kota Surabaya dan juga kota Malang di Jawa Timur.

Tindakan yang dikenal dengan persekusi dan sikap rasis yang diperlihatkan oleh sejumlah aparat dan pejabat terhadap mahasiswa asal Papua telah mencederai, melukai dan melecehkan keberadaan warga Papua di tengah-tengah negeri yang sedang merayakan hari kemerdekaan ke-74.

Dikata-katai secara rasis pasti sangat menyakitkan. Bukan saja orang Papua, bahkan siapapun yang diperlakukan secara rasisme pasti tidak akan menerima dan akan melakukan perlawanan. Perlakuan rasisme berkaitan dengan harga diri, harkat dan martabat diri sebagai manusia yang utuh sebagai cipataan Sang Tuhan Yang Maha Kuasa. Menghina sesama, berarti sama saja menghina sang pencipta hidup itu sendiri.

foto: bbc indonesia
foto: bbc indonesia
Persekusi dan perlakuan rasisme terhadap sesama anak bangsa menjadi pemicu untuk bertanya kembali apakah benar kita masih bersaudara?

Ketiga, Peringatan HUT RI ke-74 yang dipusatkan di Istana Merdeka dengan kemasan penuh warna dan sarat dengan kejutan dari Presiden Jokowi sendiri.  Sebab, dengan tema pakaian daerah seluruh Indonesia yang dipakai oleh semua orang yang hadir tanpa kecuali, menjelaskan bahwa sesungguhnya negeri ini direbut dan dibangun dengan pengakuan keberagaman yang sangat kuat.

Keragaman negeri ini merupakan anugerah Tuhan yang mungkin tidak dimiliki oleh negara lain. Lihat saja fakta yang ada, Indonesia terdiri dari sekitar 17.000 pulau, 516 kabupaten dan kota, 34 provinsi, 714 suku yang berbeda-beda, dan 1.100 lebih bahasa lokal, bahasa daerah.

Sebab, bicara Indonesia berarti bicara keragaman yang kaya itu. Dan bukan bicara hanya satu suku, juga tidak bicara hanya satu agama, satu keyakinan dan faktor-faktor lainnya.

Menjadi sangat kontroversial, ketika pengakuan keragaman itu dipertontonkan oleh seluruh pemimpin tertinggi di negeri ini, sementara itu muncul pelecehan terhadap kelompok lain, penghinaan, persekusi dan bahkan rasisme yang sangat bertentangan dengan kisah merdekanya bangsa ini.

Apakah betul kita masih bersaudara?

Pertanyaan ini menjadi sangat strategis, ketika pihak dan kelompok lain seakan tidak suka dan tidak menerima pihak lain. Yang diperlithatkan dengan ujaran yang rasis, menghina, dan melecehkan. Bukan saling mensupport dan memberdayakan, tetapi hendak menghancurkan.

Ketika satu orang tokoh atau satu kelompok yang merasa paling benar dan menganggap yang lain salah, tidak segan untuk menyakiti dan menghancurkan. Disana tidak ada lagi kata maaf memaafkan, karena itu hanya milik mereka yang satu kelompok. Lalu kita bertanya, apakah kita masih bersaudara?

Kalau masih bersaudara, seharusnya perilaku, tutur kata dan sikap dalam hidup bersama dalam komunitas kebangsaan, maka disana ada saling mendukung, saling memaafkan, saling mengoreksi, saling menuntun dan saling berkolaborasi bersama.

Kalau kita masih bersaudara, lalu mengapa kita saling mencurigai, mengapa kita saling kepo-in keyakinan dan kepercayaan masing-masing, mengapa harus menistakan keyakinan sesama anak bangsa, dan mengapa kita tidak sama-sama menghargai dan mendukung agar melakukan dan menjalankan keyakinan masing-masing dengan benar.

Setelah 74 Merdeka, masihkah kita bersaudara?

Memang menjadi perenungan yang sangat menyakitkan, ketika usia kemerdekaan republik ini sudah memasuki ke 74 tahun, masih kita masih bersaudara?
Menyakitkan, karena sejarah perjuangan bangsa ini telah mengajarkan kita bahwa kemerdekaan direbut dengan keragaman negeri ini. Semua terlibat menjadi sumberdaya bersatu membuat Indonesia 74 tahun silam menjadi bebas dari penjajahan bangsa lain.

Para pejuang kemerdekaan yang sebagian besar sudah meninggal dunia, pasti sangat kecewa melihat perilaku anak-anak jaman sekarang yang mengisi kemerdekaan negeri ini dengan kepentingan sendiri, kepentingan kelompok masing-masing. Dan cenderung untuk tidak segan-segan mengabaikan, bahkan menghancurkan orang lain  demi kepentingan sendiri.

Sangat memprihatinkan, ketika kuatnya kecenderungan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya, kepentingannya kepada orang lain. Lalu, apakah memang betul kita masih bersaudara di negeri yang kelola berdasarkan Pancasila, UUD45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI harga mati?

Jangan-jangan ini semua hanya slogan kosong saja ? Mari merenungkannya bersama sama!

Yupiter Gulo, 23 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun