Mohon tunggu...
Yumna Yudha Baskara
Yumna Yudha Baskara Mohon Tunggu... Pelajar

Saya suka berolahraga dan jika ada peristiwa yg menarik saya biasa tulis di buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lintasan Mimpi dan Rasa yang Tak Sampai

29 Juli 2025   07:00 Diperbarui: 28 Juli 2025   20:28 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Subuh masih gelap ketika aku sudah berdiri di depan gedung GOR tua di pinggir kota. Tangan masih dingin, jari-jari kaku, tetapi raket di genggamanku terasa seperti bagian dari tubuhku. Sejak SMP, lapangan ini menjadi rumah keduaku. Namaku Yuska, siswa kelas 10 SMA N 3 Temanggung, dan mimpiku sederhana: membawa nama kabupatenku dalam ajang Popda.

Namun, jalannya tidak pernah sederhana.

Setiap pagi aku berlatih, sebelum matahari menyapa. Sepulang sekolah, aku kembali berlatih hingga malam. Tubuh lelah, nilai akademik terkadang tidak stabil, dan komentar orang-orang yang mempertanyakan masa depan seorang atlet menjadi makanan seharihari. Tetapi aku tidak peduli. Aku yakin, tidak ada usaha yang sia-sia jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Di sekolah, aku bukan siapa-siapa. Jauh berbeda dengan Meila Shala Astari---siswi tercantik dan paling terkenal di angkatan kami. Rambut panjangnya selalu rapi, kulitnya cerah, dan senyumnya mampu membungkam riuh kelas dalam sekejap. Banyak laki-laki mencoba mendekatinya, dari ketua OSIS, anak basket, hingga mereka yang hanya berharap sekadar mendapat balasan senyum.

Aku tidak pernah berharap terlalu tinggi. Tapi sejak Meila menjadi MC dalam upacara penghargaan atlet semester lalu dan menyalamiku setelah aku menerima penghargaan, ada sesuatu yang berubah.

"Selamat ya, Yuska. Keren banget bisa bawa pulang piala tunggal putra," katanya saat itu.

Aku hanya menjawab, "Terima kasih," namun dalam hati, aku menyimpan kalimat itu sebagai penyemangat terbesar dalam hidupku.

Beberapa bulan kemudian, aku resmi menjadi bagian dari tim pelatihan kabupaten--- puslatkab---untuk menghadapi ajang Popda. Ini bukan sekadar latihan biasa; ini adalah dunia yang keras, penuh kedisiplinan dan pengorbanan.

Puslatkab berjalan intens. Latihan digelar setiap sore dan akhir pekan, bahkan kadang hingga malam. Para pelatih sangat tegas. Tidak ada toleransi untuk keterlambatan, sikap malas, atau bermain setengah hati. Sekali saja kami lengah, teguran keras menanti. Tapi aku menikmati semua itu. Aku merasa sedang bergerak menuju mimpi.

Namun, latihan keras bukan tanpa risiko. Pada suatu sore latihan intensif, aku mengalami cedera pergelangan kaki. Rasa nyeri menyergap tiba-tiba, membuatku terjatuh keras. Pelatih memintaku berhenti sementara. Aku hanya bisa menunduk diam, menahan rasa kecewa yang tak tertahan.

Masa-masa pemulihan terasa panjang. Sambil memulihkan diri, aku tetap hadir dalam sesi latihan sebagai pengamat dan kadang latihan ringan. Aku tidak ingin ketinggalan. Meski sekadar mengamati strategi atau memegang shuttlecock untuk teman-teman, rasanya aku masih punya peran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun