Mohon tunggu...
Yumna AdzraHaidir
Yumna AdzraHaidir Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Islam Negeri Jakarta

Olahraga dan Memasak

Selanjutnya

Tutup

Financial

Analisis Ancaman Manipulasi Siber Terhadap Laporan Laba Rugi Komperhensif di Era Digital

13 Juli 2025   14:37 Diperbarui: 17 Juli 2025   16:00 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transformasi digital yang masif telah merevolusi berbagai aspek dalam sistem pelaporan keuangan perusahaan. Transformasi digital tidak hanya membawa efisiensi, tetapi juga kerentanan. Dalam praktik akuntansi modern, perusahaan semakin banyak mengandalkan sistem berbasis cloud dan ERP (Enterprise Resource Planning) seperti SAP atau Oracle. Ketergantungan ini menyebabkan data keuangan menjadi sangat terpusat dan berpotensi menjadi target empuk bagi kejahatan siber. Perubahan ini juga meningkatkan ketergantungan perusahaan terhadap sistem informasi berbasis teknologi.

Di balik efisiensi yang ditawarkan, digitalisasi juga membawa ancaman baru, khususnya dalam bentuk celah keamanan siber yang berpotensi dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan atau manipulasi data dalam laporan laba rugi komprehensif. Selain itu, kecepatan pelaporan sering kali mengalahkan aspek keamanan sistem. Maka, tanpa pengendalian yang kuat, sistem digital bisa menjadi celah terbuka bagi pelaku manipulasi. Di sinilah pentingnya pembahasan mengenai pelaporan laba rugi komprehensif dalam lanskap digital—yang tidak lagi hanya soal angka, melainkan juga soal integritas data dan sistem. Keadaan ini memunculkan kekhawatiran terkait transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis keterkaitan antara kemajuan teknologi dengan potensi fraud, serta mencari solusi pengendalian yang tepat guna menjamin integritas laporan keuangan perusahaan.

Sejumlah kasus di Indonesia mencerminkan nyata bagaimana sistem pelaporan keuangan bisa disalahgunakan melalui manipulasi data. Kasus PT Asabri menjadi contoh bagaimana pelaporan keuangan bisa dijadikan alat kecurangan yang berujung pada kerugian besar negara. Selain itu, kasus PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY) juga menyoroti betapa lemahnya pengawasan internal terhadap laporan keuangan, hingga memunculkan dugaan manipulasi laporan kinerja tahunan (LKT) pada tahun 2019. Sementara itu, kasus PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada tahun 2006 menunjukkan adanya rekayasa data laba sebesar Rp6,9 miliar, padahal secara riil perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp63 miliar.

Kasus lain yang sangat menonjol adalah manipulasi laporan keuangan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2018. Dalam laporan keuangannya, Garuda mencatatkan laba bersih sebesar USD 809 ribu. Namun, setelah dilakukan investigasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), ditemukan bahwa laba tersebut diperoleh dari pengakuan pendapatan yang belum seharusnya diakui, yakni hasil kerjasama dengan Mahata Aero Teknologi. Pengakuan pendapatan sebesar USD 239 juta dilakukan sebelum uang benar-benar diterima, bertentangan dengan prinsip akuntansi berbasis akrual. Dua komisaris Garuda bahkan menolak menandatangani laporan tersebut karena dinilai tidak mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Kasus ini memperlihatkan bagaimana tekanan dari manajemen untuk menunjukkan performa positif dapat mendorong terjadinya penyimpangan prinsip pelaporan.

Keempat kasus ini mencerminkan perlunya pengawasan dan sistem kontrol yang kuat untuk mendeteksi dan mencegah manipulasi. Studi-studi ini juga menggambarkan bagaimana celah dalam sistem pengendalian internal, baik karena kelalaian maupun kurangnya kompetensi sumber daya manusia, dapat menjadi pintu masuk utama bagi kejahatan finansial. Kurangnya sistem whistleblowing yang efektif, rendahnya budaya etis dalam perusahaan, serta keterbatasan dalam penggunaan forensic accounting menjadi hambatan utama dalam deteksi dini manipulasi. Kasus-kasus ini juga menjadi pengingat bahwa sistem akuntansi digital yang canggih sekalipun tidak akan efektif tanpa integritas personal dan struktur pengawasan yang dapat dipercaya.

Era digital menghadirkan tantangan baru bagi pelaporan keuangan. Ancaman serangan siber seperti hacking dan phishing semakin meningkat, yang dapat membuka jalan bagi pelaku fraud untuk melakukan manipulasi data. Jika tidak diantisipasi, manipulasi tersebut dapat merusak elemen-elemen penting dalam laporan laba rugi komprehensif, menyebabkan informasi keuangan menjadi tidak jelas dan menyesatkan investor serta pemangku kepentingan lainnya. Manipulasi laporan tidak lagi dilakukan secara manual, tetapi bisa melalui modifikasi script database, akses backend ERP, atau penggunaan AI untuk membuat data palsu yang terlihat realistis.

Contohnya, manipulasi elemen seperti Other Comprehensive Income (OCI) bisa dibuat dengan mengubah data derivatif, nilai tukar, atau penilaian aset tanpa diketahui pemangku kepentingan. Ini menunjukkan bahwa fraud kini lebih canggih dan tersamar. Lebih lanjut, kondisi ini dapat berimplikasi pada kerusakan sistem manajemen secara keseluruhan, memicu ketidakstabilan internal perusahaan dan berpotensi membawa dampak sistemik bagi sektor industri terkait.

Selain itu, risiko eksternal dari pihak ketiga juga meningkat. Banyak perusahaan yang mengalihdayakan fungsi akuntansi atau sistem ERP kepada penyedia layanan eksternal. Ketika kontrol atas data tidak lagi sepenuhnya berada di tangan perusahaan, maka risiko kompromi atas informasi sensitif juga meningkat secara eksponensial. Hal ini menuntut perusahaan tidak hanya membangun sistem internal yang kuat, tetapi juga memastikan mitra eksternal tunduk pada standar keamanan dan audit yang sama ketatnya.

Untuk menanggulangi risiko manipulasi berbasis siber, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang menyatukan kekuatan teknologi dan tata kelola perusahaan. Pertama, penguatan keamanan siber harus menjadi prioritas, mencakup pengendalian akses, enkripsi data, dan audit teknologi informasi secara berkala. Kedua, deteksi manipulasi dapat dilakukan melalui analisis jejak digital (digital footprint) yang mencatat setiap perubahan atau aktivitas dalam sistem pelaporan keuangan.

Ketiga, penting adanya sistem kontrol berlapis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan internal seperti dewan komisaris, komite audit, direksi atau CFO, auditor eksternal, serta tim IT dan akuntansi. Kolaborasi lintas fungsi ini diperlukan untuk memastikan setiap lapisan pertahanan berjalan optimal. Pelatihan berkelanjutan terkait etika pelaporan, serta penggunaan teknologi seperti AI-based anomaly detection system, dapat meningkatkan deteksi dini terhadap anomali dalam laporan keuangan.

Keempat, pendekatan berbasis risiko (risk-based approach) juga harus diintegrasikan ke dalam sistem audit dan pengawasan. Dengan memprioritaskan area dengan risiko tinggi seperti pengakuan pendapatan, aset tidak berwujud, dan transaksi derivatif, auditor internal dapat memfokuskan sumber daya secara lebih efektif. Terakhir, budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai transparansi dan integritas perlu dibangun secara konsisten dari level manajemen puncak hingga ke lini operasional terbawah.

Dalam menganalisis fenomena ini, digunakan pendekatan teori Fraud Triangle yang dikembangkan oleh Donald R. Cressey (1953). Teori ini menjelaskan bahwa fraud terjadi karena adanya tiga elemen utama: tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Tekanan bisa berasal dari target kinerja yang tidak realistis, sementara kesempatan muncul akibat lemahnya sistem pengendalian internal. Rasionalisasi adalah pembenaran diri pelaku terhadap tindakannya, yang seringkali dianggap sebagai ‘solusi sementara’. Ketiga elemen ini sering kali saling mendukung dalam membentuk kondisi yang subur bagi terjadinya kecurangan keuangan.

Pada PT Asabri, unsur tekanan terlihat dari dorongan target keuntungan yang tinggi dan gaya hidup mewah para pelaku. Pada PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY), unsur peluang tampak dari lemahnya sistem pengawasan internal yang memungkinkan terjadinya manipulasi laporan. Sementara pada PT Kereta Api Indonesia (KAI), unsur rasionalisasi muncul dari pola pikir pelaku yang membenarkan tindakan karena alasan ekonomi, seperti gaji kecil dan lemahnya sistem pengawasan. Ketiga kasus ini menjadi contoh bahwa kecurangan dapat terjadi karena adanya unsur-unsur dalam Fraud Triangle yang memberikan celah bagi individu untuk melakukan tindakan tidak jujur.

Fraud Triangle juga dapat dikembangkan lebih lanjut melalui Fraud Diamond Theory yang menambahkan unsur keempat yaitu kapabilitas (capability). Dengan kata lain, meskipun ada tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi, tanpa individu yang memiliki kemampuan dan akses teknis, fraud mungkin tidak dapat terjadi. Di era digital, kapabilitas pelaku semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi. Mereka tidak hanya memahami sistem, tetapi juga tahu bagaimana menyamarkan jejak digitalnya.

Penerapan kontrol dan pelaporan yang jujur atas laporan laba rugi komprehensif merupakan fondasi utama dari integritas perusahaan. Tanpa transparansi, perusahaan akan kehilangan kepercayaan publik, investor, dan mitra bisnis. Dalam jangka panjang, ketidakjujuran ini dapat memicu konflik kepentingan internal, menyesatkan pengambilan keputusan strategis, hingga berujung pada kebangkrutan. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap prinsip akuntabilitas dan kejujuran bukan hanya sekadar tuntutan regulatif, melainkan juga cerminan tanggung jawab moral dan profesional manajemen perusahaan.

Upaya penguatan kontrol dan transparansi tersebut sejalan dengan Agency Theory yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori ini menekankan pentingnya pengawasan dalam hubungan antara manajemen (agen) dan pemilik modal (prinsipal) untuk meminimalisasi risiko penyalahgunaan wewenang. Dalam konteks pelaporan keuangan, asimetri informasi sering menjadi celah terjadinya manipulasi.

Ketidakjujuran dalam laporan keuangan digital ibarat virus sistemik. Sekali kepercayaan publik runtuh, perusahaan bisa terkena panic withdrawal dari investor. Terlebih di era media sosial dan platform investasi ritel, manipulasi kecil bisa berdampak besar karena penyebaran isu sangat cepat. Oleh karena itu, sistem kontrol yang ketat dan laporan keuangan yang transparan diperlukan agar kepentingan agen dan prinsipal tetap selaras dan laporan laba rugi komprehensif bukan hanya alat internal, tetapi dokumen publik yang bisa menentukan nasib perusahaan.

Digitalisasi telah membawa transformasi fundamental dalam praktik pelaporan keuangan, menjadikannya lebih cepat, efisien, dan mudah diakses. Namun, di balik kemudahan tersebut, tersembunyi potensi ancaman serius dalam bentuk manipulasi siber yang semakin kompleks dan tersamar. Kasus-kasus manipulasi laporan keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tidak serta-merta menjamin transparansi jika tidak dibarengi dengan sistem pengawasan dan kontrol internal yang kuat. Dalam konteks ini, pelaporan laba rugi komprehensif yang seharusnya menjadi refleksi objektif kinerja keuangan perusahaan justru dapat dijadikan alat manipulatif untuk menyesatkan pemangku kepentingan.

Penggunaan teori Fraud Triangle memberikan pemahaman mendalam bahwa tindakan fraud tidak terjadi begitu saja, melainkan lahir dari kombinasi tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi yang semakin diperparah oleh kemajuan teknologi. Oleh karena itu, penguatan tata kelola perusahaan, investasi pada sistem keamanan siber, serta peningkatan budaya integritas dan akuntabilitas menjadi kebutuhan yang mendesak. Pengawasan berbasis teknologi seperti forensic accounting, analisis digital footprint, dan sistem pelaporan otomatis berbasis AI harus dijadikan standar dalam pelaporan keuangan digital.

Lebih jauh, sinergi antara agen dan prinsipal melalui prinsip Agency Theory harus diperkuat agar laporan keuangan benar-benar mencerminkan kondisi riil perusahaan. Dengan demikian, laporan laba rugi komprehensif tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi juga simbol komitmen terhadap transparansi, etika, dan keberlanjutan jangka panjang perusahaan di era digital.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun