Mohon tunggu...
Yulius Solakhomi Wau
Yulius Solakhomi Wau Mohon Tunggu... Guru - Gratias Deo

Catholic Religion Teacher and Pastoral Ministry Agent

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami Euthanasia dalam Perspektif Gereja Katolik

17 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 17 Mei 2021   11:21 3297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu euthanatos. Kata ini terdiri atas dua kata yaitu eu yang berarti normal atau baik, dan thanatos yang berarti mati. Maka berdasarkan etimologi, euthanasia berarti kematian secara baik atau mudah, tanpa penderitaan. 

Dalam istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan seseorang dengan cara menghilangkan nyawa seseorang dengan tenang dan mudah untuk mengakhiri penderitaan. Pengertian ini memandang bahwa euthanasia merupakan tindakan pencegahan atas penderitaan seseorang yang mengalami musibah atau penyakit. Jalan ini diambil mengingat tidak ada cara lain yang dapat menolong seseorang untuk lepas dari penderitaan yang lebih luar biasa. 

Euthanasia sering juga disebut mercy killing karena pada hakekatnya euthanasia merupakan tindakan pembunuhan atas dasar kasihan. Motif utamanya adalah menolong penderita untuk mengakhiri penderitaan atau memotong jalan penyebaran penyakit. Dengan kata lain, euthanasia merupakan penentuan kematian seseorang, yakni penentuan unukn kelangsungan hidup seseorang setelah mengalami gangguan penderitaan yang berat dan diperkirakan tidak bisa diatasi.

Euthanasia sebenarnya sama dengan membunuh karena menyangkut proses mempercepat kematian seseorang secara aktif dan terencana. Tetapi sebaiknya membunuh bukanlah cara yang baik untuk mengakhiri penderitaan seseorang. Secara kodrati, di tengah penderitaan yang dialami walaupun sangat kritis dan menyengsarakan, seseorang masih membutuhkan pertolongan dan berhak atas kehidupan. Bagaimana pun, orang yang menderita tidak boleh dihabisi masa hidupnya, sekali pun itu dilakukan dengan alasan yang sangat mulia.

Semua orang pasti setuju bahwa tidak seorang pun berhak untuk mengakhiri hidup orang lain, walau penuh belas kasihan atau rasa iba. Euthanasia adalah pelanggaran berat atas hidup. Hanya Allah yang dapat menentukan hidup manusia. Orang yang melakukan euthanasia dapat dikenaksi dosa berat, yaitu pembunuhan. Oleh karena itu, ia juga menerima sansksi ekskomunikasi dari Gereja Katolik. [Dalam agama Kristen, ekskomunikasi adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Gereja kepada umatnya yang dianggap melakukan pelanggaran berat. Anggota yang dikenai ekskomunikasi dilarang mengikuti perjamuan kudus dan sampai ia bersedia menunjukkan penyesalan dengan cara bertobat]

Gereja Katolik sangat jelas menolak tindakan euthanasia. Gereja Katolik tidak membenarkan seorang pun meminta bantuan pembunuhan entah untuk dirinya sendiri, entah untu orang lain yang dipercayakan kepadanya (demikian diajarkan oleh Gereja Katolik melalui Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi mengenai Euthanasia, 5 Mei 1980).

Penderitaan tidak harus diakhiri dengan pembunuhan. Dalam perspektif iman kekristenan, penderitaan harus dibarengi dengan pendampinganh yang penuh kesabaran dan kerendahan hati. Gereja merefleksikkan dan mempoercayai bahwa ada makna di balik penderitaan, yakni: Allah tidak akan pernah meninggalkan orang yang menderita. Allah hadir dalam penderitaan dengan memberikan kekuatan dan semangat, sebagaimana Yesus Kristus yang menderita dapat sampai pada puncak kehidupan-Nya bersama Allah. Selain itu, penderitaan yang dialami seseorang merupakan pengalaman yang penuh berkat yakni sebagai ungkapan keikutsertaan dan bersolidaritas dengan Yesus Kristus dalam menebus penderitaan hidup di dunia ini.

Sumber referensi:

Sumber 1: Tim Penulis Agama Katolik, Mewujudkan Kerajaan Allah: Pendidikan Agama Katolik untuk SMA Kelas XI (Medan: Bina Media Perintis, 2016)
Sumber 2: Daniel Boli Kotan dan P. Leo Sugiyono, Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XI (Jakarta: Kemendikbud, 2014)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun