Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Surgei, dan Dinginnya Kota Tomsk

17 Maret 2024   03:54 Diperbarui: 17 Maret 2024   07:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Pixabay.com

"Terkadang, menerima keadaan adalah langkah pertama menuju kedamaian. Dengan menerima apa yang tidak bisa kita ubah, kita memberi ruang bagi kebahagiaan dan kedamaian untuk tumbuh dan mekar."

Tidak pernah terbayangkan oleh ku, akan ada fase di dalam hidup ini, di mana aku harus hidup di negara yang dingin. Bahkan bisa aku katakan dingin sepanjang tahun.
Suamiku Sergei, harus kembali ke kota ini karena ingin mengurus orang tua angkatnya. Orang yang membantunya saat dia meninggalkan rumah di Semenanjung Chukotka. Mr. Yuri adalah orang yang memberinya tempat tinggal, serta membantunya mencari kerja.

Sebagai seorang anak dari etnis Chukchis, yang hari-harinya di habiskan dengan mengurus ternak renifer. Sergei tidak berpikiran terbuka dan sangat polos. Bisa aku katakan bahwa suamiku lebih terlihat seperti orang bodoh dari pada lugu.

Surgei mengajak ku untuk kembali ke kota Tomsk dengan satu tujuan, bahwa dia harus menunjukkan rasa terima kasih pada Mr. Yuri yang telah memberinya tempat tinggal dan mengangkatnya sebagai anak. 

Berbeda dengan ku. Menurut ku itu hanya kebetulan saja. Mr. Yuri yang memilih tidak menikah, hidup sendiri tentunya kesepian dan membutuhkan seseorang dalam hidupnya. Kebetulan saja dia bertemu Sergei yang lugu. Anak laki-laki yang kuat, pendiam, dan rajin bekerja.

Aku yang memiliki believe bahwa seorang istri harus menuruti dan ikut ke mana saja suami pergi, ikut hijrah dan tinggal bersama Mr. Yuri. Surgei berjanji bahwa kami akan tetap hidup sebagai seorang muslim. Bahkan dia berjanji akan memindahkan patung-patung bunda Maria dan semua salib yang ada di rumah ayah angkatnya itu. Aku juga boleh memelihara kucing, dan tidak harus ikut mengurus Mr. Yuri.
Tentu dengan semua janji itu, aku merasa aman untuk ikut pindah.


Surgei tidak mencari pekerjaan baru. Setiap hari dia menyiapkan makanan sehat untuk Mr.Yuri, mengganti pakaiannya 2 atau 3 hari sekali. Selebihnya Surgei, memberi terapi pijat dengan harapan Mr. Yuri bisa berjalan kembali . Paling tidak dapat menggerakkan kakinya. Selebihnya dia akan duduk di jendela kamar ayahnya untuk membaca buku-buku classic, sejarah dan cerita rakyat Siberia.

Sementara aku yang tidak menyukai Tomsk dan belum mampu menerima kenyataan harus hidup di sini. Aku lebih suka menghabiskan waktu duduk di kedai-kedai kopi, cafe atau restoran untuk minum kopi. Terkadang aku mengunjungi restoran Muslim Pakistan yang ada di ujung jalan, untuk menikmati Chabli atau varian kebab lainnya.

Beberapa bulan hubungan ku dengan Surgei tidak seharmonis sebelumnya,Tidak sama seperti saat kami masih tinggal di Singapura. Aku banyak diam. Tidak lucu lagi, Tidak suka menjadi pengganggu dia lagi. Aku tidak suka kota ini, aku tidak suka Surgei.
Aku tenggelam dengan kenangan-kenangan indah di flat kami dulu. Terkadang aku tersenyum-senyum, seperti penderita sakit gila nomor 40, lalu saat aku ter-sadar, aku kesal dan kesal, mengapa sekarang aku di sini.

Pagi itu, di Musim panas, bulan ke-7 kami di sini. Surgei mengajak ku ke halaman belakang.  Kami menyusuri jalan setapak hutan. Jalan setapak itu menuju taman bunga mawar. Kami duduk memandangi bunga mawar yang sedang mekar. Benar-benar pemandangan yang sangat indah. Dan itu ada di belakang rumah Mr. Yuri. Aku bertanya-tanya mengapa Surgei baru mengajak ku kemari sekarang. Tapi ya sudah lah, aku mengurung-kan niat untuk bertanya padanya.

Di taman ini dia berlutut padaku, dan memberikan aku cincin. Aku terpana menatap cincin yang sangat indah itu. Lebih cantik dari cincin pernikahan kami. Aku menerima dan menanyakan mengapa dia memberi ku cincin lagi.
"Aku sering berayal akan melamar wanita yang aku cintai di taman ini. Tapi aku berjodoh dengan wanita Indonesia dan kita bertemu di Singapura. Inilah takdir, jalan hidup kita sayang. Dan sekarang kita di Tomsk, di taman mawar  Yuri. Aku ingin mewujudkan khayalan ku" Surgei tersenyum, matanya berkaca-kaca.
Melihat raut wajah Surgei pagi itu, Aku ter-sadar, bahwa hatiku yang telah dingin seperti cuaca Siberia, dingin karena aku marah dan tidak dapat menerima keadaan ku , menjadikan ku lupa bahwa aku mencintai surgei dan aku adalah seorang istri.

Kami berjalan menyusuri jalan setapak. Kembali ke rumah. Aku memeluk tangan Surgei, sesekali menatap wajahnya. Tersenyum, tersenyum lagi. Tidak ada sepatah kata, hanya senyum.

Kami tidak langsung ke rumah. Surgei mengajak ku ke sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah Mr. Yuri. Kami berhenti di depan Rumah kecil ber-cat biru, dengan halaman yang luas. Surgei tidak menekan bel. Seorang suster membukakan pintu untuk kami. Mereka berbicara bahasa Rusia, Yang aku tahu, Surgei menyebut nama Nicole.


Kami di minta menunggu, dan tak lama kemudian kami diizinkan masuk. Aku di minta duduk di ruang depan. Dan Surgei menuju sebuah kamar. Aku duduk diam dengan banyak pertanyaan di kepala.

10 menit berlalu dan Surgei mengajak ku  untuk berkenalan dengan Nicole. Dengan ragu aku masuk, langkahku terhenti di pintu kamar, mataku tertuju pada seorang wanita tua.Mungkin umurnya 90 tahun atau lebih. Ia Duduk di tepi ranjang dan tersenyum. Surgei memegang tanganku, dan memberikan tanganku pada Nicole. Nicole menyapaku, Aku memeluknya, dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku sibuk dengan pikiran ku; siapa lagi ini? Apa hubungan Surgei dengan wanita ini? dan berbagai pertanyaan lainnya.

Hari berganti, minggu ke bulan. Aku yang telah menerima takdirku. Menemukan kembali semangat hidup. Ramadan pertama di kota dingin ini, Aku akan bangun sahur untuk memasak, berkebun di pagi hari, merapikan rumah , kemudian menyapa Mr. Yuri di tempat tidurnya. Sesekali ikut menemani Surgei berbelanja dan duduk di jendela kamar Mr. Yuri untuk menemani Surgei membaca.  

Aku juga memetik bunga winter aconite  yang tumbuh liar untuk ku hadiahkan pada Nicole. Aku mengunjungi Nicole setiap hari. Meski Nicole memiliki suster pribadi yang di sewa oleh anaknya, Ellies. Tapi Nicole sangat kesepian. Putri semata wayang nya itu, tinggal di Moskow dan tidak ingin repot-repot merawat ibunya.

Tidak ada kegiatan pergi ke Masjid untuk salat Tarawih bersama. Tidak ada kedai,restoran atau cafe yang tutup di siang hari. Light snow yang menambah dingin Tomsk, begitu pun hatiku yang menjalani puasa ramadan jauh dari kampung halaman.

Selesai....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun