Pagi itu sesudah tausiyah di ruang guru kami bersama-sama menyenandungkan sholawat Al I'tirof. Suasana Ramadhan yang teduh ditambah dengan pembacaan puisi yang merupakan makna dari lagu itu, membuat hati terasa trenyuh. Beberapa di antara kami sempat meneteskan air mata.
Hati begitu terharu karena teringat betapa banyak dosa yang telah kami perbuat di hari- hari yang lalu.
Apa makna dan siapakah yang menciptakan syair Al I'tirof?
Tentang Al I'tirof
Al I'tirof adalah sebuah syair terkenal karya Abu Nawas. Seperti judulnya yang berarti pengakuan, syair ini bercerita tentang pengakuan dosa dari seorang hamba pada Tuhannya.
Beberapa di antara kita mungkin mengenal Abu Nawas sebagai tokoh yang lucu dan banyak akal. Tapi lebih dari itu Abu Nawas seorang penyair sufi terkenal  hidup di kota Bagdad pada abad ke-8 Masehi di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Khalifah Al-Amin.
Abu Nawas atau Abu Nuwas memiliki nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami. Ia lahir di Kota Ahvaz di negeri Persia. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab dan Persia.
Di masa mudanya, Abu Nawas menyukai kehidupan hura-hura, menyukai pesta pora dan dekat dengan minum-minuman. Karena itu syair-syairnya di masa itu banyak bertemakan tentang anggur dan cinta.
Kepiawaiannya membuat syair tak perlu diragukan, buktinya dalam kondisi mabuk ia bisa membuat syair yang tidak ada tandingannya saat itu.
Syairnya mulai berubah tema ketika ia semakin tua dan suatu saat ia harus dipenjara. Sejak itu tema syair Abunawas semakin religius seperti tema pertaubatan di masa penantian di hari tua
Berikut adalah  syair terkenal dari Abu Nawas yang berjudul Al I'tirof atau pengakuan:
Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka.
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar.
Dosaku bagaikan bilangan pasir. Maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan.
Umurku ini setiap hari berkurang. Sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya.
Wahai, Tuhanku! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu.
Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah ahli pengampun. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?
Beberapa kalangan mengatakan bahwa syair itu adalah gambaran kecerdikan Abu Nawas yang berusaha merayu Tuhan karena takut akan dosa-dosa yang pernah diperbuat di masa lalu, sementara kian hari ajal semakin dekat.
Syair yang sungguh sarat makna dan masih banyak disenandungkan hingga saat ini, seperti yang kami lakukan pagi itu.
Ya, hakekatnya kita semua sedang dalam perjalanan untuk kembali kepada Nya. Lalu pada siapa kita bisa memohon pertolongan dan ampunan kecuali pada Dia Sang Pemilik Semesta?
Salam RamadhanÂ
Disarikan dari pengajian filsafat KH Fahruddin Faiz
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI