Korban yang jatuh demikian banyak. Â Dalam sehari jumlah korban terus merangkak naik. Â Suasana terasa agak menegangkan . Apalagi ketika ada pemberitahuan dari Dinas Pendidikan bahwa masing -masing sekolah harus mendata barangkali ada siswanya yang menjadi korban peristiwa Kanjuruhan.Â
Mulailah kami para wali kelas mengumumkan di grup orang tua barangkali ada yang putera puterinya menjadi korban atau belum pulang sejak semalaman.Â
Alhamdulillah semua siswa selamat. Ada satu siswa yang ikut menonton, Â tapi bisa sampai di rumah dengan selamat meski matanya masih pedih.Â
Rasa syukur kami masih berbalut kesedihan.
Ada beberapa sekolah yang ternyata siswanya menjadi korban peristiwa tersebut. Baik SMA, Â SMK maupun SMP.
Agak siang ada pengumuman dari Pak RT bahwa ada warga kampung kami yang menjadi korban peristiwa Kanjuruhan. Â Yang dua orang adalah suami istri, sementara satunya anak seusia SMA.
Yang membuat kami begitu terharu adalah suami istri ini meninggalkan seorang anak yang masih kecil. Â Kira- kira kelas satu atau dua SD.
Menjelang pemakaman, Ibu Khofifah  menyempatkan mengunjungi rumah korban di daerah kami.Â
Sedih sekali rasanya. Â Menonton sepak bola yang selama ini adalah bagian penting dari kesenangan kami semua kini tiba-tiba menjadi sesuatu yang menyeramkan. Â Korban yang berjatuhan mayoritas muda usia. Â Bahkan ada pula anak kecil.Â
Sebagai ungkapan duka pagi ini lapangan sekolah sudah dipenuhi siswa. Â Mereka duduk dengan rapi sambil membawa Qur an. Ya, Â hari ini upacara bendera tiap hari Senin diganti dengan doa bersama untuk korban peristiwa Kanjuruhan.Â
Sekolah yang lain juga melaksanakan kegiatan yang serupa. Â Kiriman foto dari seorang teman menunjukkan kegiatan doa bersama dan sholat ghoib untuk para korban Kanjuruhan.