"Terserah, Â kamu percaya atau tidak. Tapi kakakku pernah membuktikannya sendiri. Â Suatu malam, Â ketika pulang dari rumah temannya dan melewati depan rumah itu, Â tiba-tiba ada asap mengepul dari cerobongnya. Â Bayangkan..., Siapa yang mau memasak malam-malam? "kata Rino meyakinkan.
" Pastinya itu bangsa mahluk halus. Â Kan di TV juga pernah diterangkan bahwa di sekitar kita ada mahluk mahluk tak kasat mata? " kata Jojon sok tahu. Dia adalah penggemar berat acara TV yang mengulas dunia gaib.
"Bisa jadi di situ tinggal nenek sihir yang setiap malam selalu membuat ramuan. Â Ingat suara tertawa tadi malam? " kata Marwan meyakinkan.
" Ya, Â nenek sihir, Â yang membuat ramuan supaya bisa muda kembali, Â dimana salah satu bahannya adalah anak anak kecil terutama yang gendut, " tambah Rino sambil memandang Marwan lucu.
"Yang bener kamu ini.., " kata Marwan  sambil meninju pundak Rino. Pipi gembilnya memerah karena tersinggung.
Tiba-tiba bel berbunyi, Â bergegas kami berbaris di depan kelas untuk segera mengikuti pelajaran selanjutnya.
***
Malam ini langit begitu mendung. Â Beberapa kali terdengar suara gemuruh pertanda hari akan hujan. Â Sesudah sholat Isyak kami bergegas pulang. Â Hari ini Ustad Ahmad tidak hadir karena ada pernikahan saudaranya.Â
"Cepat sedikit.., " kataku demi mendengar suara gemuruh yang demikian keras. Â Kami mempercepat langkah. Â Tiba-tiba saja sesampai di belokan tepat di depan rumah itu, Â hujan turun dengan derasnya. Â Tanpa dikomando kami mencari tempat berteduh. Dan celakanya satu-satunya tempat berteduh adalah halaman rumah itu.
Hujan turun semakin deras. Â Tubuh kami mulai menggigil, Â entah karena dingin, Â atau karena rasa takut. Â Marwan kulihat paling keras gigilannya. Â " Kamu demam, Â Wan? " goda Rino. Â Aku mendelik pada Rino. Aku merasa gurauannya sangat keterlaluan malam ini.
 Tiba-tiba... "Dhuarrr.! " suara petir langsung mengagetkan kami. Diiringi dengan matinya semua lampu jalan.  Kini Marwan benar benar menangis.