Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cerita KRL] Sang Aroma Pengusir

27 November 2018   06:55 Diperbarui: 27 November 2018   07:09 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Gerimis lagi pagi ini. Sebetulnya saya suka dengan gerimis pagi. Rasanya syahdu, eeaa.... :-D. Tapi kalau boleh memilih, gerimis atau hujannya nanti saja setelah saya sampai stasiun kereta. Malas pakai jas hujan. Repot. Nanti dibuka lagi. Duuhh... dasar pemalas ya? hahahaa...

Tapi tetap saya syukuri deh, Dalam hati mudah-mudahan ini hujan berkah buat saya dan semua yang merasakannya. Terlebih lagi saya tetap harus mengantar bidadari kecil ke sekolah tercintanya. Semakin semangat jadinya. Let's Go... mari kita cuss kalau kata istilah jaman now.

Duh jalanan ini, tidak ada gerimis atau hujan aja macet, apalagi ditambah tumpahan air langit itu. Semakin menggila. Yang bersyukur yang pakai Ojek Online. 

Tinggal turun dari kendaraan lalu masuk ke stasiun. Dan menyeberangi jalan sedikit jika memang turunnya di seberang stasiun. Sementara saya? sudah berhenti di jalan, terkena cipratan air dari segala arah, dan masih harus memutar dulu untuk sampai ke stasiun. Ah indahnya pagi ini, Alhamdulillah... :-)

Selesai juga perjuangan ini. Tidak apalah pakaian sedikit basah, toh cuma bagian celana aja. Lagipula banyak yang bernasib sama dengan saya. 

Dan sekarang saatnya mencari lokasi strategis di dalam KRL untuk menikmati kurang lebih satu jam perjalanan. Pilih dekat sambungan lagi ah, bathinku. Jauh dari kipas yang bikin badan makin dingin. Dan jadilah rangakain sambungan sebagai tempat bersandar pagi itu.

Saya perhatikan semua tempat duduk sudah penuh. Yang paling dekat dengan saya pastinya tempat duduk prioritas. Hampir semua diisi oleh wanita hamil dan orang tua. 

Hanya satu di ujung dekat pintu masuk diduduki oleh wanita muda yang terlihat seperti layaknya seorang sekretaris. Berpakaian rapih dan tercium wangi parfum. 

Cukup cantik sih. Lumayan menyejukkan mata saya pagi itu. Tapi sayangnya dia seperti acuh dengan penumpang lain. 

Ada juga seorang ibu paruh baya yang berdiri didekatnya (memang tidak persis didepannya), Namun dia tidak menawarkan tempat duduknya. Dia sibuk dengan gadget dan earphonenya. Sesekali dia tampak bercermin lewat ponselnya. Memanut dirinya sendiri.

Penumpang semakin ramai namun kereta belum juga beranjak. Masih tiga menit lagi dari waktu yang seharusnya. Ibu paruh baya tersebut tetap berdiri tanpa ada yang menawarkan kursi padanya. Sementara si gadis cantik tadi juga tetap nyaman ditempat duduknya. 

Tidak ada tanda-tanda akan mengalah. Tidak selang berapa lama, masuk lagi seorang Bapak yang juga terlihat paruh baya. Pakaiannya tidak begitu rapih. 

Ubannya juga cukup banyak menghiasi kepalanya. Bapak tadi langsung mengambil posisi berdiri tepat didepan gadis cantik itu dengan tangan memegang gantungan yang tersedia diatas kepalanya.

Sekejap sikap dan posisi sang gadis berubah. Seperti hilang kenyamanannya. Dia menutup hidung. Terlihat gelisah sekali. Tidak berapa dia mendongak ke atas dan memperhatikan si Bapak tadi. Oh ternyata si gadis ini terganggu dengan (maaf) bau badan si bapak.

 Sepertinya dia tidak tahan. Langsung berdiri dan berjalan kearah depan sambil terus memegang hidungnya. Kursinya tampak kosong. Si Bapak langsung meminta si Ibu paruh baya untuk duduk disitu. Tanpa perlu diminat dua kali si Ibu langsung duduk dengan nyaman. 

Tampak seperti ada kebahagiaan diwajahnya. Mungkin berdiri selama dua menit cukup menguras tenaganya. Itu sebabnya dia terlihat sangat nyaman. Tidak dipedulikan lagi bau yang seperti dihirup si gadis yang sudah entah kemana. Baginya, sofa empuk kereta jauh lebih dia syukuri dari pada bau yang mungkin nanti akan mengganggu.

"Selamat Pagi kepada seluruh penumpang commuterline. Anda sedang berada di commuterline dengan jurusan akhir Jakarta -- Kota" begitu kira-kira pengumuman yang muncul dari public address di dalam KRL. Menandakan sebentar lagi pintu akan ditutup dan kereta akan berangkat. 

Tiba-tiba si Bapak bergegas turun. Rupanya pengumuman tadi menyadarkan dirinya kalau kereta yang dinaikinya salah. Yang pasti bukan jurusan yang dia tuju. 

Untung pintu kereta belum tertutup. Dan untuk penumpang belum terlalu banyak sehingga mudah saja bagi si Bapak untuk segera melompat turun. 

Saya cukup tercengang. Apa ini cara Tuhan memberikan tempat duduk bagi Ibu paruh baya tadi? Kalau tidak ada si Bapak dengan (sekali lagi maaf) bau badannya tadi, mungkin si gadis akan tetap duduk nyaman. 

Dan mungkin lagi si Ibu akan terus berdiri sampai stasiun tujuannya. Rasanya memang Tuhan sengaja "mengirim" Bapak ini sebagai perantara pemberi tempat duduk bagi si Ibu. Wallahu 'Alam... 

Dan saya tetap takjub melihat cara Tuhan ini.

"Aroma" yang memuakkan bagi sebagian orang, namun menjadi penyelamat bagi sebagian orang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun