Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cerita KRL] Sang Aroma Pengusir

27 November 2018   06:55 Diperbarui: 27 November 2018   07:09 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tidak ada tanda-tanda akan mengalah. Tidak selang berapa lama, masuk lagi seorang Bapak yang juga terlihat paruh baya. Pakaiannya tidak begitu rapih. 

Ubannya juga cukup banyak menghiasi kepalanya. Bapak tadi langsung mengambil posisi berdiri tepat didepan gadis cantik itu dengan tangan memegang gantungan yang tersedia diatas kepalanya.

Sekejap sikap dan posisi sang gadis berubah. Seperti hilang kenyamanannya. Dia menutup hidung. Terlihat gelisah sekali. Tidak berapa dia mendongak ke atas dan memperhatikan si Bapak tadi. Oh ternyata si gadis ini terganggu dengan (maaf) bau badan si bapak.

 Sepertinya dia tidak tahan. Langsung berdiri dan berjalan kearah depan sambil terus memegang hidungnya. Kursinya tampak kosong. Si Bapak langsung meminta si Ibu paruh baya untuk duduk disitu. Tanpa perlu diminat dua kali si Ibu langsung duduk dengan nyaman. 

Tampak seperti ada kebahagiaan diwajahnya. Mungkin berdiri selama dua menit cukup menguras tenaganya. Itu sebabnya dia terlihat sangat nyaman. Tidak dipedulikan lagi bau yang seperti dihirup si gadis yang sudah entah kemana. Baginya, sofa empuk kereta jauh lebih dia syukuri dari pada bau yang mungkin nanti akan mengganggu.

"Selamat Pagi kepada seluruh penumpang commuterline. Anda sedang berada di commuterline dengan jurusan akhir Jakarta -- Kota" begitu kira-kira pengumuman yang muncul dari public address di dalam KRL. Menandakan sebentar lagi pintu akan ditutup dan kereta akan berangkat. 

Tiba-tiba si Bapak bergegas turun. Rupanya pengumuman tadi menyadarkan dirinya kalau kereta yang dinaikinya salah. Yang pasti bukan jurusan yang dia tuju. 

Untung pintu kereta belum tertutup. Dan untuk penumpang belum terlalu banyak sehingga mudah saja bagi si Bapak untuk segera melompat turun. 

Saya cukup tercengang. Apa ini cara Tuhan memberikan tempat duduk bagi Ibu paruh baya tadi? Kalau tidak ada si Bapak dengan (sekali lagi maaf) bau badannya tadi, mungkin si gadis akan tetap duduk nyaman. 

Dan mungkin lagi si Ibu akan terus berdiri sampai stasiun tujuannya. Rasanya memang Tuhan sengaja "mengirim" Bapak ini sebagai perantara pemberi tempat duduk bagi si Ibu. Wallahu 'Alam... 

Dan saya tetap takjub melihat cara Tuhan ini.

"Aroma" yang memuakkan bagi sebagian orang, namun menjadi penyelamat bagi sebagian orang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun