Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lawu: "Long and Winding, Unforgettable"

17 November 2017   14:48 Diperbarui: 21 November 2017   12:47 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya.. Warung Pecel Mbok Yemnamanya. Hanya 15 menit kami turun sampai ke Warung Mbok Yem. Sempat terjadi sebuah tantangan yang akhirnya saya menangi. Toto menantang saya untuk bisa membuat Mbok Yem tersenyum dan tertawa. Karena katanya si Mbok Yem ini terkenal sangat sulit tertawa. Dan apa yang terjadi? Ternyata saya bisa membuat beliau ini tersenyum dan nyaris tertawa. Yang lainpun ikut tertawa seolah mengakui kemangan saya.

img-20171111-071923-5a13b8fa2599ec5e2d09f482.jpg
img-20171111-071923-5a13b8fa2599ec5e2d09f482.jpg

"Rasain loe To... Mbok Yem ketawa tuh, hahaha..." kata Roni meledek Toto. Toto sendiri akhirnya ikut tertawa. Tidak berlama-lama, kami kembali memesan minuman panas untuk menghangatkan tubuh kami. Karena bekal makanan masih banyak, kami putuskan untuk memasak makanan kami di "pekarangan" depan warung Mbok Yem. Kali ini Doni dan Eri yang menjadi Chief. Doni mebuat mie instant. Sementara Eri memasak bakso yang memang sudah diniatkan untuk dimasak di puncak Lawu. Kolaborasi dua chief dengan dua menu makanan ini memang luar biasa. Super duper nikmat!!! Kalau gak ingat teman, rasanya semua mie dan bakso itu mau saya makan sendiri, hahahaha... Nah beda sendiri dengan Roni. Teman saya yang satu ini tetap memilih makanan favoritnya: Nasi putih yang dicampur dengan pecel Mbok Yem.

Selesai makan dan membersihkan semua sampah hasil masak, kami bersiap lagi untuk melanjutkan perjalanan turun Gunung melalui jalur yang berbeda menuju Cemoro Kandang. Sama seperti sebelum berangkat, kami meminta Doni untuk menjadi pemimpin doa agar perjalanan kami senantiasa diberikan kemudahan dan keselamatan oleh Allah. Doapun selesai. Tepat jam 8 pagi, satu persatu dengan berbaris kami memulai perjalanan turun. Roni sempat bilang ke saya kalau perjalanan turun ini berbeda. Lebih ringan namun lebih panjang. Jalannya banyak yang datar tapi berliku. Saya cukup senang dan lega mendengarnya. Alhamdulillah bathin saya. Dan benar saja, sepanjang jalan turun, trek yang kami lalui cukup landau disertai pemandangan alam yang luar biasa. 

Sabana luas menghampar. Udara bersih. Duh rasanya pengen lari aja kaya di vertical run, hahaha.... Tapi.. ternyata ini hanya sementara. Demi mengejar waktu, kami beberapa kali menerobos jalur turun curam. Padahal sebenarnya kalau mau lewat jalan labirin (jalan landai namun berliku) kami bisa. Entah mengapa kami memilih jalan pintas itu. Alhasil, beragam cerita terjadi: lutut yang tidak kuat, tapak kaki semakin tidak karuan, terpeleset beberapa kali, sampai tracking polepatah. Catatan saya, yang saya lihat sendiri dari kejadian itu adalah: Eri 4 kali jatuh terpeleset dengan satu kejadian yang membuat tracking polenya bengkok. Lalu kemudian Donipun terpeleset. Di jalur lain, Alfons mfengalami hal yang sama. Bahkan tracking pole punya Alfon juga sempat rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi.

1510400134921-5a13bb26c81c6376e7023ad3.jpg
1510400134921-5a13bb26c81c6376e7023ad3.jpg

Dilain tempat, Eri dan Roni yang tercecer cukup jauh juga ternyata mengalami hal yang sama. Tapi terus terang saya tidak melihat sendiri peristiwanya. Baru setelah bertemu di base-camp Cemoro Kandang saya tahu kalau tracking polekepunyaan Roni patah dan langsung dibuang. Sedangkan Eri sudah tidak terhitung beberapa kali jatuh atau terpleset. Toto? Alhamdulillah masih lebih baik. Tidak pernah terpelesat atau jatuh, hanya tracking polenya saja yang lepas namun katanya masih bisa diperbaiki.

Kembali ke cerita akses kami turun. Ternyata jalur yang kami pijak lebih banyak didominasi oleh tanah licin. Ini yang menjadi sebab kaki-kaki kami menjadi lebih cepat letih dan tidak kuat menahan beban. Kalau menurut Eri, dia lebih memilih menjatuhkan badannya daripada mengorbankan lututnya yang sudah tidak kuat itu. Padahal sebelumnya kami sempat membalur kaki, betis dan lutut kami dengan obat sendi. Tapi tetap saja tidak berpengaruh. Dari Pos 5 ke Pos 4 mudah kami lalui. Dari Pos 4 ke Pos 3 menguras tenaga. Dari Pos 3 ke Pos 2 ini yang paling berat. Jaraknya sangat jauh. Bisa dua jam lebih perjalanan.

1510400136451-5a13bb3263b2481eab386ff2.jpg
1510400136451-5a13bb3263b2481eab386ff2.jpg

Kami sempat beristirahat di Pos 2 bayangan. Yaitu sebuah shelteryang terletak antara Pos 3 dan Pos 2. Disini kami sempat berjumpa dengan kelompok pendaki dari mahasiswa Universitas Diponegoro atau Undip Semarang. Jumlah mereka cukup banyak. Mungkin sekitar 20 orang lebih. Kami sama-sama istirahat di pos bayangan itu. 

Persedian air kami cek sudah sangat menipis. Toto memberi semangat dengan mengatakan bahwa nanti di Pos 2 ada warung untuk kita bisa membeli makanan dan minuman. Hanya saja, bodohnya kami, kenapa kami tidak tanyakan pada rombongan tadi? Setelah mereka beranjak pergi, baru kami sadar akan hal ini. Apakah warung di Pos 2 itu buka? Aahhh... lelah membuat kami fikiran kami kosong. Bismillah... kami lanjutkan perjalanan kami.

Melewati Pos bayangan tadi, trek kami semakin menyeramkan. Melewati satu jalur kecil dengan tebing disebelah kiri, dan jurang disebelah kanan. Hanya ada kawat-kawat yang menjaga jalan setapak itu dengan jurang. Itupun sudah tidak terurus, sehingga kami lebih sangat berhati-hati melewati jalan ini. Di kejauhan kami melihat ada rombongan lagi yang akan naik. Ternyata itu rombongan kedua dari mahasiswa Undip yang jumlahnya lebih sedikit dari rombongan pertama. 

Disinilah kami bertanya akan warung di Pos 2. Dan apa jawabannya? Warung tidak buka!! Jreng..jreng... berita ini laksana zonkdisebuah kuis. Untungnya mental kami tidak jatuh. Candaan sepanjang jalan menjadi hiburan kami. Kalau kata Toto, naik Gunung dengan nafas terengah-engah sudah itu selalu. Lutut ngilu itu biasa. Betis keram itu sering. Kuku lepas itu kadang-kadang. Pinggang dan pundak pegal itu biasa. Muka terbakar matahari itu kadang-kadang. Kaki lecet pasti pernah. Nah kalau naik Gunung lalu keram perut karena terus tertawa, baru kali ini kami dapati, hahaha... duh guys, thanks dehuntuk semuanya.

1510400137349-5a13bb754d6691183c0f2e62.jpg
1510400137349-5a13bb754d6691183c0f2e62.jpg

Sampai di Pos 2, kami istirahat kembali. Namun kali ini kami tidak berenam. Eri dan Roni tertinggal jauh dibelakang. Sementara persediaan air di kami sudah tidak ada sama sekali. Daripada menunggu Eri dan Roni yang belum tentu juga punya air, kami lanjutkan kembali perjalanan ke Pos 1 yang akan kami tempuh dalam waktu satu jam perjalanan. Gakusah diceritain ya, pokoknya pedih deh... Sampai-sampai saya sempat meminta Toto untuk beristirahat sejenak. Namun dia sepertinya tidak mendengar. Duuhh... kalau aja jaraknya dekat, rasanya udah pengen saya jambak rambut si Toto itu, aarrrgghh...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun