"Kamu tidak jujur sejauh ini?"
"Aku ingin jujur tapi aku harus menunggu.'
"Menunggu apa?"
"Menunggu untuk meyakini bahwa aku dapat mencintai perempuan."
***
Percakapan itu betul yang terakhir. Tempat dan malam menjadi saksi terakhir kami bersama. Ku sudah tak tahu, kamu di mana dan seperti apa. Mungkin kulitmu sudah gelap karena terbakar matahari, rambutmu panjang, kumis dan jenggotmu tebal.
Mungkin kamu tak lagi langsing, perutmu mungkin sudah membuncit, wajahmu mulai bergurat-gurat tipis. Kamu dengan siapa, aku juga tidak mengerti. Yang aku tahu cuma satu hal. Aku tetap mencintaimu kamu. Tempat ini, langit gelap dan cercah lampu-lampu temaram ini selalu membawamu pulang. Duduk di depanku, menatapku, dengan wajah tampan yang aku suka.
Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu. Kesedihan mendengar kejujuranmu, sudah tertoreh cukup dalam, entah kapan akan pulih. Tetapi jika kelak aku bertemu kamu lagi, jujur aku tidak ingin melihatmu berjalan berdua dengan sesama kamu.
Walau aku pasti terluka, tetapi tetap berharap kamu sudah menemukan cinta pada seorang perempuan. Kuakan terus setia menunggu di tempat ini, di sudut Alun-alun Utara, berjalan sembari menangkap malam.
Alun-alun utara, Yogyakarta, 30 Mei 2020.