Mohon tunggu...
Yudi Husen
Yudi Husen Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah saya, bukan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kisah Sang “Tuhan” Haramjadah buat Perpecahan di Aceh

20 April 2013   14:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:54 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Akibat tidak menjalankan “peuneutoh” Tgk Lah pun harus pulang kerahmatullah yang diganti oleh “boneka” baru yang nurut, Syahrial alias ekpam adalah sopir Lori Hantu di Malaysia itu dipamerkan sebagai eks kamp militer Tajura Libya yang sempat menjadi keamanan khusus presiden Libya, Muammar Khadafi, dan mampu menerbankan pesawat perang F16.

Setelah Mualem resmi jadi Panglima GAM seluruh kontrol dikuasa diberbagai lini politik Aceh sehingga haluan perjuangan bisa dibelokkan kemana saja sesukanya termasuk perjanjian di meja judi Helsinki yang menjamak seluruh sendi perjuangan,baik pengalihan militer, decomisioning/koh beudee, dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi mengalihkan perjuangan bersenjata ke kota suara pada akhirnya menguasa pemerintahan dan parlemen Aceh.

Menurut pepatah “meunyoe sulet keu pangkai kanjai keu laba, meunyoe awai sulet dudoe meupalet-palet” saat ini pepatah tersebut sudah mulai terbukti sedikit demi sedikit. Remote control perjuangan Aceh Merdeka (MM) setelah berjuang begitu lama, bersusah payah diluar negeri kini mulai memetik hasil perjuangan.

Fasilitas empuk Qanun Wali Nanggroe yang sempat diprotes dari berbagai penjuru Aceh dan belum mendapat legalisasi dari Mendagri RI dan belum menjadi lembaran nanggroe, namun diktator mayoritas berkuasa di Aceh baik pemerintah dan parlemen saban-saban bekerja ekstra keras mencari uang puluhan miliar untuk membangun “rumah tuhan” (istana Wali Nanggroe) di Kuta Radja dan operasionalnya sanggup membuat ratusan rumah korban perang dan kaum dhuafa.

Meskipun Wali Nanggroe Tgk Muhammad Hasan Tiro mampu mempersatukan tekat hasrat dan membukamata seluruh rakyat Aceh yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa untuk bangkit melawan ketidak adilan yang diperbuat oleh Indonesia, namun keberadaan Wali Nanggroe ke X Malek Malek Mahmud Al Haytar justru menimbulkan perpecahan antar suku.

Setelah ALA ABAS mampus diredam oleh Irwandi Yusuf semasa dia menjabat sebagai gubernur Aceh, dengan agenda pembangunan yang berkeadilan dan merata, kini muncul kembali ratusan anak muda berumur belia siap menghadang keberadaan Qanun Wali Nanggroe dan alokasi dana operasional serta pembangunan istana “tuhan” tersebut dengan berbagai nama organisasi buffer baik Gayo Merdeka, GAAM, dll, begitu juga dengan sejumlah anak muda kampus yang menolak ikut politik praktis juga menentang keberadaan “tuhan baru” itu.


hingga saat ini perang bendera dan qanun tersebut terus berlansung, namun dibeberapa daerah keluarga TNI dan PETA juga ikut memainkan perannya, mereka mengatasnamakan seluruh masyarakat Aceh Timur Tamieng, Langsa untuk menolak bendera.

Dalam tulisan ini tidak ada keinginan untuk menolak produk hukum, namun lebih baik jika seluruh produk hukum yang dibuat harus menghargai seluruh etnis dan kepentingan Aceh. Faktanya kebudohan dan pencucian otak ala GAM/KPA/PA terus dilancarkan, tak segan-segan pelebelan penghianat, cu'ak, MP, milisi, begitu mudah disemat kepada siapapun yang melawan sikap politiknya.

Wallahu’alam, Wa qul ja’al‑haqqu wa zahaq‑al‑batilu, innal batila kana zahuqa.

"Hanya orang-orang Buta, gila bin dungu yang memilih PA 9 april 014" kira-kira begitu penggalan tulisan Hasan Tiro dalam catatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun