Jengkel. Itu kondisi yang dirasakan Presiden saat ini. Setidaknya ekspresi itu terlihat dari intonasi nada suara dan mimik muka Presiden saat membuka Rapat Sidang Kabinet, di Istana Kepresidenan (18/6).Â
Kemarahan tersebut, sekaligus memberikan sinyalemen keras untuk seluruh anggota kabinet, agar lebih serius bekerja dalam mengatasi situasi pandemi yang luar biasa -extraordinary.
Dalam kajian komunikasi, maka apa yang menjadi substansi pesan alias konten yang hendak disampaikan Presiden terbilang sederhana.Â
Formulanya, dapat dipahami menjadi; "Kerja Keras, Kerja Serius dan Kerja Cepat", persis sebagaimana slogan "Kerja, Kerja, Kerja", hanya saja kali ini kita tidak sedang berada dalam situasi sebagaimana biasanya, ada kondisi yang terbilang ekstrim dan ganjil yakni pandemi.
Tidak pelak pandemi memang memukul seluruh sektor kehidupan kita. Disrupsi terjadi, dibutuhkan kecepatan untuk menanganinya. Perlu diketahui, dalam krisis kita berhadapan dengan keterkejutan, hal-hal yang belum pernah dibayangkan sebelumnya. Tidak ada kemewahan dalam soal waktu, respon cepat itu kuncinya.
Dan hal itu pula, yang mungkin menjadi dasar bagi pelibatan faktor emosi Presiden dalam pidato pembukanya tersebut. Anda dapat membayangkan, apa yang terjadi bila pucuk pemerintahan mencium gelagat tidak beres dalam perkara kerja kabinet yang belum tune in dengan permasalahan riil pandemi.Â
Lantas bayangkan apa yang sesungguhnya terjadi di tingkat akar rumput alias publik. Ilustrasinya, terjepit dan serba sulit.
Sekurangnya, dalam video unggahan di laman online berdurasi sekitar 10.20 menit itu, Presiden berbicara tentang sense of crisis.Â
Pilihan diksi ini menjadi menarik, bila kemudian dikaitkan dengan kinerja para anggota kabinet pemerintahan yang masih sangat lambat dalam merespon perubahan yang terjadi. Seolah terungkap bila situasi yang luar biasa akibat pandemi, hanya ditanggapi biasa-biasa saja.
Sesuai dengan konteksnya, maka pandemi ini memang menghadirkan fenomena krisis yang terhebat dalam peradaban umat manusia modern.Â